Mohon tunggu...
Kebijakan Artikel Utama

"JK Gembosi Presiden, Aku Dalangnya"

12 Mei 2015   11:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:08 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14314422352024776689

.                                   Oleh: (TKH / 唐崑馨 / Gun Hien)

[caption id="attachment_416979" align="aligncenter" width="311" caption="indozaman.com"][/caption]

"JK GEMBOSI PRESIDEN, AKU DALANGNYA"
.

(Senin, 11 Mei 2015) Berhembus kencang wacana reshuffle Kabinet Kerja, lalu seperti biasa di Negeri ini, menurut saya, maaf kalau salah, media televisi senang sekali mengaduk-aduk wacana yang berpotensi kisruh, bukannya mengademkan situasi, tapi justru mengangkatnya dengan debat-debat yang menurut saya tidak mencerdaskan masyarakat. Tapi mengumbar syahwat para politisi, baik itu politisi dari partai pendukung maupun politisi partai oposisi. Menggelikan ketika semuanya setuju bahwa reshuffle Kabinet adalah hak prerogatif Presiden, tapi tetap berdebat mengharap maupun menolak reshuffle. Jadi kalau sudah setuju itu adalah hak prerogatifnya Presiden, ya ayo kita saksikan saja, tidak usah debat-kusir yang tidak menghasilkan apa-apa, yang justru memperlihatkan kekonyolan semuanya. Lalu apa urgensinya tokoh partai oposisi juga menghendaki reshuffle Kabinet? Ah ..... memang politisi itu banyak yang benar-benar tidak punya malu, atau malah memalukan? Dan ternyata saya juga ikut konyol, kenapa sering nonton debat-kusir yang konyol itu! Tapi setidaknya dapat tambahan bahan untuk artikel ini .....hehehe

Awalnya memang saya juga menyayangkan peran Pak JK, kenapa begitu tampak nyata sering kali berseberangan dengan Pak Presiden? Ketika menyuarakan BG, sampai yang terakhir tentang reshuffle Kabinet, juga komentar tentang Menpora. Salahkah kalau banyak yang curiga, sebenarnya Pak JK itu satu kesatuan sebagai tim dengan Presiden atau justru pihak yang ingin menggembosi wibawa Presiden?

Tapi ketika membiarkan benak ini mengembara, mencermati keadaan yang ada sambil mengingat kebelakang, terlintas pendapat begini. Pencalonan Pak JK diusung oleh pendiri yang juga adalah Ketum partai ND dan disetujui bulat oleh Ketum PDIP. Dan saya tidak ingin mengupas nilai transaksi atas pencalonan Pak JK, selain tidak etis, karena memang saya tidak tahu apa-apa tentang gosip itu kalau toh memang pernah ada, walaupun dibumbui "tidak ada makan siang yang gratis". Atas pencalonan Pak JK yang akhirnya menduduki posisi seperti saat ini, saya menganalisa dan menerka, sekali lagi "menerka", Pak JK sebetulnya selalu berusaha menyenangkan sponsornya. Maka ketika Ketum-Ketum sponsor menyuarakan sesuatu, kesanalah Pak JK juga bersuara. Hanya itu! Cobalah pembaca rasa-rasakan, begitu atau tidak? Kalau tidak, berarti saya memang sudah salah, dan pake "banget" salahnya. Maaf ya kalau kali inipun saya salah terka dalam menganalisa. Tapi kalau benar, ya tidak perlu menuduh Pak JK kerjaannya hanya mbebek saja, karena itu tuduhan yang tidak etis.

Semoga Pak Presiden tidak terjebak wacana reshuffle Kabinet yang sedang marak, biarkan saja wacana itu walau datangnya dari Wapres. Kalau "seandainya" saya yang jadi Pak Presiden, dan merasa tidak pernah mewacanakan untuk reshuffle Kabinet, saya pasti sempatkan diri untuk menanyakan hal itu kepada Pak Wapres, apa maksud dan tujuannya mewacanakan hal itu? Kalau hal semacam itu tidak pernah dilakukan, percayalah sebagai pemimpin tidak akan "di-ajeni" (bahasa Jawa-nya), atau dalam bahasa lainnya, bawahan bisa ngelunjak karena toleransi yang tidak pada tempatnya. Bukankah begitu kecenderungan yang sering kita rasakan saat ini?

Heboh tentang keadaan lesu ekonomi Negeri ini banyak yang menghendaki reshuffle Menteri bidang ekonomi, tapi suara oposisi juga menambahkan Menteri Hukum, benar-benar tidak ada suara yang tidak menyangkut kepentingannya. Apakah Anda juga merasakan seperti yang saya suarakan? Termasuk bagaimana seandainya Pak Presiden akan mengganti Mbak Puan, apakah PDIP rela? Tapi itu tidak akan terjadi, karena saya masih yakin Pak Jokowi bukan type "pemberani" semacam itu. Sebetulnya wacana reshuffle itu diawali dari suara ketidak sukaan terhadap tokoh-tokoh Istana yang dijulukinya TRIO MACAN, dari situlah tebakan saya kenapa Pak JK juga menyuarakan. Mendukung sponsor, dan bisa jadi sangat paham kalau sudah menyangkut sponsor, Presiden tidak akan berani banyak cingcong. Itulah berpolitik blunder yang sudah beberapa waktu sangat ingin saya tuliskan sebagai artikel tersendiri.

Ayo kita bahas soal wacana reshuffle Menteri bidang ekonomi, karena ini yang juga mendapat sorotan dari sangat banyak pengamat, bahkan juga hasil survei mereka. Maaf sebelumnya kalau saya harus beda, walau saya memang bukan siapa-siapa, tidak apa-apa kalau toh harus terlihat "tolol" karena berbeda sendiri, tapi memang bukan saya ingin terlihat beda, karena memang saya belum melihat pendapat semacam yang ingin saya sampaikan dibawah ini.

KORUPSI adalah kejahatan yang sangat luar biasa, begitu menurut pendapat saya dan juga sangat banyak yang berpendapat begitu, karena korupsi itu merusak Negara, membuat Negara miskin dan bla-bla-bla lainnya yang kita semua sudah tahu. Lalu kalau kita ibaratkan Negara adalah manusia, dan korupsi adalah penyakit kanker, maka negara ini sudah pada stadium 3 kena penyakit korupsi. Untuk lebih cepat menanggulangi supaya tidak menyebar sudah selayaknya diterapkan hukuman mati seperti terhadap gembong narkoba. Tapi jangan lupa konsistensi pelaksanaan hukuman matinya.

Pada manusia, ketika seseorang melakukan pengobatan penyakit kanker stadium 3, pastilah tidak paham kalau mengharapkan orang tersebut tetap sehat bugar lincah polah dan mengharapkan lari-lari kesana-kemari seperti atlet sehat walafiat. Maka ketika Ahok membongkar masalah korupsi APBD, musuhnya sangat banyak, bawahannya sendiri yang biasa korupsi, juga yang sedang heboh anggota DPRD yang sedang disidik Polisi. Musuh itu berarti rintangan, kalau korupsi sudah hampir masif, bukankah hampir tidak mungkin mengganti semua staff? Lalu juga wacana penggulingan Ahok karena anggota DPRD merasa terusik, kalau semua itu terus terjadi, bagaimana mungkin kita mengharap roda pemerintahan tetap berlari kencang? Ingat kejujuran justru enemi di Negeri ini, kejujuran justru akan dimusuhi, kalau Anda cermat memperhatikan, termasuk saat dimatikannya listrik untuk penyedot pompa air banjir yang dimatikan, itu adalah bagian dari upaya memerangi kejujuran. Lalu masih banyak lagi, termasuk gaji pegawai pemerintah DKI yang tidak dibayarkan, padahal kalau gaji tersebut secara otomatis dilakukan transfer oleh Bank, kalau kita paham proses, akan tertawa mendengar isu tersebut. Masih banyak contoh lain untuk menjatuhkan Pemerintah yang jujur. Semua hal coba diupayakan untuk menjatuhkan, dan yang lebih bahaya adalah jika sekongkol eksekutif dan dewan terjadi, atau bisa saja mereka akan tidak melakukan belanja dengan alasan takut terlibat korupsi, lalu kalau itu terjadi, silpa APBD akan terjadi banyak sekali, jadi punya alasan untuk menjatuhkan Gubernur. Padahal Gubernur tidak mungkin melakukan semua hal sendiri. Itulah yang terjadi ketika penyakit sudah parah. Jadi apa yang dilakukan Negara China sudah betul, hukum mati kalau ada pejabat yang korupsi.

Itu tadi saya beri contoh DKI, begitu juga dengan Pemerintah Pusat. Kalau DKI "sengaja" tidak belanja supaya terjadi silpa, itu berarti roda ekonomi juga akan kena imbas, sepi! Lalu yang juga akan sangat parah efeknya adalah tidak adanya korupsi mengakibatkan ekonoi merosot! Wow ...ini pendapat gila macam apa lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun