Mohon tunggu...
Vox Pop Artikel Utama

"Jadwal Eksekusi Terpidana Gembong Narkoba Jilid 3, 4, 5, ..."

30 April 2015   13:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:31 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_413866" align="aligncenter" width="318" caption="merdeka.com"][/caption]

(Rabu, 29 April 2015) Mencermati drama eksekusi gembong narkoba jilid 2 yang berlangsung Rabu, 29 April 2015 Pkl. 00:25 di Nusakambangan, cukup menguras tenaga bagi banyak orang yang berkepentingan, atau justru berkah bagi jurnalis semua media? Sekedar informasi, eksekusi jilid 1 dilakukan Minggu, 18 Januari 2015, dan 'khabarnya' butuh biaya @Rp.200 juta untuk setiap narapidana yang di eksekusi, itupun belum termasuk transportasi pengiriman kemana jenasah dihantarkan. Tapi itu semua masih murah dibanding dengan rusaknya generasi muda bangsa karena narkoba.

Pelaksanaan eksekusi jilid 2 menurut saya terlalu lama antara wacana dan pelaksanaannya, itulah yang menyebabkan dramatisasi terjadi. Mungkin lain kali tidak harus mengumpulkan narapidana gembong narkoba untuk dilakukan eksekusi, satu atau dua orang saja yang sudah INKRAH segera lakukan, tiap minggu melakukan juga akan lebih bagus. Dan menurut prediksi saya, efek jeranya akan segera terasa.

Mencermati apa yang disuarakan saudara kita yang tidak setuju dengan hukuman mati, pastilah akan mendapat dukungan dari gembong narkoba itu sendiri. Begitu juga versi Australia, biarkan saja terus menggonggong, maklumi saja mereka sedang memperjuangkan warga negaranya, tapi kalau alasannya mengatakan melanggar HAM, itu jelas tidak konsisten, bukankah ketika doeloe rakyatnya banyak yang menjadi korban bom Bali, lalu pelaku bom-nya dieksekusi mati, kenapa diam saja? Jadi kalau mereka mau memanggil pulang Dubesnya, paling juga kembali lagi, biasa itu untuk menaikkan citra diri didalam negerinya sendiri. Juga ketika Sekjen PBB tereak tidak setuju eksekusi mati oleh Indonesia, kenapa diam saja ketika negara lain melakukan juga? Bukankah Malaysia, Arab, China, Singapura dan masih banyak lagi negara lain melakukan hukuman mati? Termasuk Amerika!

Kenapa Pemerintah tidak berkaca dari pengalaman, ketika TKI dieksekusi mati di Arab Saudi belum lama ini, kita PROTES SANGAT KERAS HANYA UNTUK MINTA DIBERI TAHU SEBELUM EKSEKUSI ITU DILAKUKAN, Menlu kita panggil Dubes Arab untuk menyampaikan protes tersebut, lalu dua hari kemudian diberi jawaban dengan mengeksekusi TKI yang lainnya. MEMANGNYA KITA BISA APA? Apa berani memutuskan hubungan diplomatik? Negara mana yang geger dan mengecam Arab atas kejadian tersebut? Yang ada adalah justru anak bangsa sendiri yang memprotes dan menyalahkan Pemerintahan sendiri, dan ngenesnya ketika kita akan melakukan eksekusi mati terhadap narapidana gembong narkoba yang sudah inkrah, merekapun juga mengecam Pemerintahan sendiri. Kebangetan menurut saya. Apakah di Singapura, Malaysia, Arab, rakyatnya juga memprotes Pemerintahnya seperti "banyak" yang dilakukan oleh saudara kita disini? Lalu kita merasa lebih baik dari rakyat dan Pemerintahan mereka? Bukankah yang terpenting adalah kenyataan bahwa gembong narkoba tidak setakut masuk Singapura/Malaysia dibanding kesini?

Ketika ada yang mengatakan dan mempertanyakan, apakah dengan melakukan hukuman mati maka peredaran narkoba bisa hilang dari Indonesia? Itulah pernyataan sekaligus pertanyaan paling konyol dan tidak bernalar logika akademik menurut saya, tapi selalu diumbar. Sama dengan pernyataan orang kaya belum tentu bahagia, orang pandai belum tentu sukses. Mereka semua lupa berlogika, kalau yang kaya saja belum tentu bahagia, apalagi yang miskin? Kalau yang pandai saja belum tentu sukses, apa lagi yang bodoh? Bukankah itu lebih tidak pasti? Kita tentu saja tidak berbicara per individu bukan?

Mencermati protes narapidana yang merasa tidak layak mendapat hukuman mati karena "hanya" membawa narkoba 50 gram, lalu membandingkan yang membawa lebih banyak saja tidak dijatuhi hukuman mati, itulah kenyataan tentang harus dibenahinya hukum kita, dan itu urusan yang lain lagi. Tapi kalau melihat contoh negara tetangga, khabarnya di Singapura terbukti bawa 10 gram narkoba saja sudah cukup untuk menerima hukuman mati. Kenapa para pemrotes tidak pernah mau berkaca dengan kenyataan tersebut? Apakah di Singapura narkoba juga marak seperti di negeri ini? Kalau tidak, kenapa? Dalam hal eksekusi mati gembong narkoba, kalau memang kita semua menghendaki negara ini relatif lebih bersih dari narkoba, ayo kita "bersatu" dukung eksekusi mati terhadap narapidana gembong narkoba yang sudah inkrah, bila perlu minta dipercepat, jadi tidak ada narapidana yang sudah berpuluh-puluh tahun baru eksekusinya dilakukan, karena hal itu juga akan menuai rasa sentimentil seperti drama eksekusi jilid 2 yang lalu.

Jadi ayo kita minta segerakan eksekusi-eksekusi berikutnya, bila perlu lakukan tiap minggu, apalagi kalau juga menyegerakan yang baru ditangkap, lalu setelah inkrah langsung dieksekusi, saya kira dalam setahun kedepan mereka akan takut membawa narkoba ke Indonesia. Tidak perlu banyak cing-cong lagi. Dan kesalahan lain yang sering dialibikan oleh jajaran Pemerintah maupun yang pro eksekusi mati bagi narapidana gembong narkoba adalah alibi: "Karena negara kita darurat bahaya peredaran narkoba, maka eksekusi mati diperlukan ...." Padahal menurut saya justru harus selalu diperlukan, coba dari awal kita selalu melakukan hukuman mati untuk narapidana gembong narkoba, saya koq hakkul yakin tentang narkoba negara ini tidak serusak sekarang. Jadi mohon jangan berpikir tentang darurat atau tidak darurat, tapi konsistensi, dan semoga pelaksanaan hukuman mati bagi gembong narkoba yang sudah inkrah tidak pernah berhenti walau seandainya nanti peredarannya sudah berkurang 90 persen sekalipun. Kalau juga berani melakukan hukuman mati terhadap para koruptor, pasti lebih hebat lagi, negara akan segera mentas dari kemiskinan, dan rakyatnya akan segera makmur, lalu tidak perlu lagi ekspor TKI yang justru banyak dihukum pancung dinegeri orang walau kenyataan tertimpanya kasus karena "membela diri". Karena korupsi juga sudah merusak negara dan juga sudah termasuk 'darurat' akibat korupsi.

Mengenai ditundanya Mary Jane warga negara Filipina tidak ikut dieksekusi, masuk akal kalau memang betul ada pengakuan gembongnya, karena pasti butuh keterangan Mary Jane pada proses pengadilannya nanti, dan semoga yang butuh keterangan mau datang kesini, bukan mengirim Mary Jane untuk pulang kampung, atau bisa juga lewat teleconference. Tapi semoga Pemerintah tidak lalai terus mengawal prosesnya, apapun yang terjadi, kenyataannya memang Mary Jane tertangkap tangan membawa narkoba itu. Karena jika hasil akhir gembongnya nanti tidak dijatuhi hukuman mati karena misalnya negara Filipina tidak menganut hukum tersebut, atau memang pengadilannya tidak menjatuhkan hukuman maksimal, bisa jadi mereka ada permainan untuk usaha penyelamatan. Alangkah bijaknya kalau pihak yang berwenang juga kembali mencermati proses diputuskannya hukuman mati terhadap Mary Jane, bukti apa saja yang dipunya, karena seperti yang sudah sering diterangkan banyak aparat hukum, semua penyelundup punya alasan klasik yang seolah-olah tidak tahu menahu dengan barang bawaannya, tapi ketika alat komunikasinya disita dan diselidiki, ketahuanlah posisinya ternyata bukan hanya tidak tahu menahu barang bawaannya, tapi juga melakukan trasaksinya! Apakah juga begitu terhadap Mary Jane? Rakyat jangan terkecoh dengan apa yang disuarakan pengacaranya, karena pengacara memang dibayar untuk menyelamatkan klien, apapun caranya! Jadi pengadilan tentang narkoba dan korupsi memang ring tempat para pengacara bersilat lidah dengan tidak punya malu dan hati nurani, sangat menyedihkan kalau penegak hukumnya juga terbeli. Jadi apakah cerita (film) Judge Bao itu memang hanya legenda? Atau kita juga punya satu hakim hebat setara Bao Zheng yang bernama Zarpino? Canda lho.(TKH, 20150430)

.

[caption id="attachment_413867" align="aligncenter" width="200" caption="(Wikipedia): Bao Zheng dalam sebuah lukisan dari Dinasti Qing"]

1430374445475500553
1430374445475500553
[/caption]

Catatan:
Bao Zheng (Hanzi: 包拯) (999-1062) adalah seorang hakim dan negarawan terkenal pada zaman Dinasti Song Utara. Karena kejujurannya dia mendapat julukan Bao Qingtian (包青天) yang berarti Bao si langit biru, sebuah nama pujian bagi pejabat bersih. Musuh-musuhnya menjulukinya Bao Heizi (包黑子) yang artinya si hitam Bao karena warna kulitnya yang gelap. Nama kehormatannya adalah Xiren (希仁). (Copas dari Wikipedia)

Maaf kalau artikel saya setajam silet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun