Hampir selama sejarah manusia, sebagian waktu yang dihabiskan hanya untuk berperang. Ini menunjukkan sisi buruk sifat manusia dimana setiap individu mempunyai keegoisan seperti binatang. Namun, akal dan rasa empati dipercaya mampu menekan kebuasan alami pada manusia.
Dengan adanya hukum humaniter internasional menunjukkan bahwa perang hanya merugikan manusia dan sisi kemanusian yang berempati dengan korban dari perang. Berawal dari ide Henry Dunant yang menolak perang secara terus-menerus dan menginginkan suatu norma diakui dunia sebagai perlindungan manusia dari kejahatan perang.
Hanya saja hingga saat ini sudah berapa kali hukum humaniter internasional tersebut direvisi, tidak dapat menghentikan kejahatan dalam perang itu sendiri. Seolah-olah barisan pasal yang disetujui negara-negara di dunia hanya berupa perjanjian berlaku bagi yang mau melakukan saja. Buktinya pelanggaran HAM dalam perang bisa ditemukan setiap tahunnya dan konflik selalu bertambah dengan konflik lama yang belum terselesaikan.
Bagaimana Islam bisa meng"adab"kan manusia ?
Perang bukanlah suatu yang harus dihindari, justru itulah pertahanan terakhir disaat diplomasi tidak bisa digunakan dalam membawa suatu kepentingan. Dalam sejarah Islam, perang sudah berulangkali dilakukan entah itu di masa Rasulullah atau para Sahabat dan Tabi'in. Melihat karakter bangsa Arab disaat itu susah untuk melepaskan kebiasaan jelek dan kembali pada Tauhdi membuat perang adalah alat paling ampuh menundukkan manusia.
Islam tidak sekadar memerintahkan perang tanpa adanya peraturan, ini juga untuk melindungi hak manusia sebagai makhluk hidup dan bumi dari kerusakan. Perang dalam Islam melarang menyerang siapapun yang tidak mengangkat senjata dan merusak lingkungan sekitar. Ini mirip dalam hukum humaniter internasional saat ini, dimana adanya pembeda antara kombatan dan non-kombatan. Serta perlindungan terhadap fasilitas umum yang digunakan oleh warga sipil.
Hanya saja yang membedakan adalah dalam hukum humaniter internasional tidak ada batasan yang melarang untuk melakukan perang. Semuanya berhak berperang disaat negaranya terancam, entah apa alasannya dan siapa aktornya. Sebagai contoh tidak ada laranagn jika sekelompok rakyat sipil boleh berperang negaranya (Perang Asimetris) dan alasannya pun hanya karena tidak setuju dengan suatu kebijakannya. Sedangkan dalam Islam, perang hanya boleh dilakukan oleh mereka yang mempunyai wilayah (negara) dan bertujuan untuk melindungi wilayahnya tersebut. Dari perlindungan wilayah ini akan berpengaruh juga pada perlindungan agama, keturunan, harta dan jiwa (maqashid syariah).
Selanjutnya tentang penaatan hukum humaniter internasional, semua negara boleh meratifikasi atau tidak tergantung dari kebijakan masing-masing. Dan pada kenyataannya negara-negara dengan militer besar dan sering berkonflik tidak mau meratifikasi hukum humaniter internasional, seperti Cina, Amerika Serikat dan Israel. Â Dalam hukum humaniter internasional juga tidak ada kekuasaan tertinggi yang memegang kendali serta memaksa semua negara untuk menaatinya.
Hal ini tidak terjadi dalam Islam, peraturan perang dalam Islam harus ditaati oleh semua muslim sebagai Allah pemegang kuasa dan hakim tertinggi. Semua tindakan perang harus dipusatkan pada ketaatan untuk Allah. Mungkin inilah faktor penyebab Islam mampu mengadapkan manusia dari sifat binatangnya. Hanya saja, sekarang sedikit sekali muslim yang sadar dengan peraturan ini. Keimanan manusia sudah melemah bersamaan dengan peradaban Islam yang makin mundur dalam penegakan syariah. Itulah mengapa masih banyak konflik di negara-negara Islam, mereka mengikuti kesenangan bangsa Barat untuk berkonflik pada masalah kecil dan duniawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H