Malam ini tak ada hembusan angin yang berlalu. Malam sebentar lagi beranjak pagi. Beberapa orang masih terlihat berlalu di sepanjang jalan depan gang. Entah mereka mau menuju ke mana. Mungkin pulang dari tempat kerja atau bisa jadi mereka ingin keluar rumah sekadar mencari angin untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang mengganggu.
Sebentar lagi hari raya. Aku sedang duduk sendiri di sebuah warung angkringan. Segelas teh hangat sudah cukup untuk menghangatkan diri dari kedinginan yang datang entah dari mana. Padahal tidak ada angin yang berhembus di sini sejak tadi.
"Ora keroso ya, lek. Sediluk ngkas bodho," terdengar lontaran dari salah satu pengunjung yang datang.Â
Ia menyapa kawannya yang seorang penjual nasi goreng, yang kebetulan juga sedang beristirahat sambil menikmati kopi dan rokok suryanya.
Kawannya itu mengengok. Ada sedikit terlintas senyum getir di wajahnya.
"Iya, mas. Tapi ya bodho taun iki susahe ora karuan. Bedo banget karo bodho-bodho seng mbiyen," jawabnya dengan agak lirih.
Walau agak lirih, aku masih bisa mendengar dialog kedua kawan itu.
Seketika itu pula aku berkaca pada diri sendiri. Benar saja, hari raya tahun ini berbeda dengan yang sudah-sudah. Entah mengapa mendengar dialog mereka tadi, terlintas untuk segera mengakhiri kegiatanku di sini. Aku harus segera pulang. Mungkin menelepon sanak saudara dan teman-teman yang telah lama tak kujumpai di dunia nyata adalah ide bagus.Â
Barangkali menanyakan kabar mereka satu persatu. Atau sekadar ingin bersenda gurau mengenai kenangan masa lalu yang tak bisa terulang lagi dan menertawakan keadaan yang tak kunjung membaik.
