"Perempuan!" Teriakan Bidan Ritna terdengar menggelegar sampai keluar kamar bersalin yang berukuran sembilan meter persegi.Â
Sontak semua yang mendengarkan menggumamkan rasa syukur. Wajah lega dihiasi senyum, tampak jelas tergambar di muka sang ayah. Mirzad bahagia, akhirnya anaknya lahir melalui perjuangan hebat sang ibu setelah selama dua malam menderita kesakitan luar biasa.
Lima menit kemudian Ritna berseru, "Laki-laki!"
Sekali lagi ucapan syukur kembali menggema. Semua yang hadir bersalaman layaknya menghadiri kenduri. Kebahagiaan mereka setara mendapatkan undangan pernikahan dari selebritis terkenal.
Lilifa dan Rafinzi. Mirzad sudah mengantongi beberapa nama. Atas persetujuan Lira, isterinya, dua nama diberikan untuk anak kembar mereka yang baru dilahirkan.
"Selamat datang di dunia, Lilifa dan Rafinzi sayang." Mirzad berkata sambil memeluk dan menciumi keduanya.
Mirzad memandangi kedua wajah anaknya. Ada rasa aneh saat matanya menelisik ke dua bayi mungil dihadapannya. Mereka memang dilahirkan pada saat hampir bersamaan tapi perbedaan keduanya sangat mencolok.
Rafinzi, bayi laki-laki berkulit kehitaman tetapi  kedua matanya lebar dan bening. Lilifa sebaliknya, perempuan yang bermata sipit dan berkulit putih pucat. Lilifa yang lahir lima menit lebih dulu nampak kurus sementara Rafinzi lebih besar dan tinggi.
***
Lilifa dan Rafinzi kini telah dewasa. Masing-masing telah menikah dan punya anak. Anak-anak mereka sama-sama kembar. Anak perempuan yang memiliki kulit putih dan laki-laki yang berkulit hitam. Persis saat dahulu mereka dilahirkan. Takdir Tuhan. Karena garis hidup memang sudah ditentukan.Â
Banyak teori yang coba dikemukakan untuk menjelaskan fenomena kelahiran bayi-bayi seperti Lilifa dan Rafinzi. Di mulai teori dari kembar fraternal kemudian fraternal bertingkat, fraternal bertingkat yang ekstrim hingga akhirnya kembali pada kesimpulan semua telah ditakdirkan Tuhan.
Suatu hari pada pertemuan tahunan keluarga Mirzad dan Lira, di akhir bulan Desember, bertempat di pinggir pantai Tanjung Lesung, Selat Sunda. Saat sedang asyik bercengkrama, menonton pertunjukan panggung yang digelar tiga meter membelakangi pantai. Tiba-tiba tsunami menerjang pantai dan menyeret sebagian dari mereka ke tengah laut, sisanya tertimpa material panggung.