Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jelaga-jelaga Kehidupan

8 Desember 2018   14:51 Diperbarui: 8 Desember 2018   15:23 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gangga membelalakkan mata. Pikirannya baru saja terbuka, rahasia kematian ayah yang selama ini menjadi teka-teki dalam hidupnya terkuak sudah. Ayah bukan bunuh diri, sekelompok orang tega membunuhnya.

Sebelum peristiwa mengenaskan terjadi, Sulaksa Prastiwa adalah calon kuat Kepala Desa Bindara. Ayah Gangga bukanlah orang kaya atau berpengaruh. Keadaan ekonomi keluarga Gangga tak lepas dari jerat kemiskinan. 

Sebagai guru mengaji yang bergaji enampuluh ribu rupiah sebulan, di sebuah madrasah dan harus menghidupi keluarga yang memiliki dua orang anak, pastilah sangat berat.

Sulaksa Prastiwa tidak punya apa-apa dirumahnya. Hanya isi kepala dan ucapan yang dimilikinyalah yang membuatnya istimewa. Sulaksa pandai berorasi. Ia begitu istimewa di mata masyarakat desa karena gaya bicaranya yang bisa mempengaruhi banyak orang.

Uniknya, Sulaksa tak pernah mau dibayar untuk pidato atau ceramahnya. Bila ada amplop yang diberikan, langsung saja ia masukkan ke kotak amal. Seharusnya Sulaksa sudah kaya sejak dulu, bila saja ia mau terima tawaran tokoh-tokoh desa yang kaya raya untuk menjadi tangan kanan mereka.

---

Sejak dulu Gangga memang ragu bila kematian ayah karena bunuh diri, baginya ayah adalah lelaki dengan simbol keberanian menapaki jalan terjal kehidupan. Gangga dan adiknya sering makan dengan nasi dan garam saja namun tak membuat otaknya bodoh atau badannya kerdil. Pernah dua hari berturut-turut mereka sekeluarga hanya mendapati air putih untuk minum. 

Gangga masih ingat ajaran ayahnya. Hiduplah dalam kemulyaan sikap, bukan kaya raya mendapat puja-puji tapi sesungguhnya kikir dan gila kuasa. Ayah juga mengajarkan untuk selalu mendahulukan orang lain dan berkasih sayang pada orang-orang yang lemah. 

Keajaiban yang disodorkan Tuhan pada keluarga Gangga yang miskin membuat iri banyak orang. Muhammad Gangga anak yang sangat cerdas, umur 13 tahun sudah menamatkan sekolah dan di usia 14 tahun sudah berkuliah di sebuah universitas negeri di ibu kota. Seluruhnya dengan beasiswa dari pemerintah. Adik kembarnya, Muhammad Irtysh juga demikian.

Ibunda Gangga sangat cantik hingga banyak juga gangguan dari lelaki mata keranjang yang tak tahan melihat kecantikannya. Semenjak kecil ibunya selalu disebut dengan julukan Neng Widadari.

Kecantikan ibu berbanding lurus dengan keteguhan hatinya. Ia lebih memilih ayah sebagai suaminya padahal tak punya harta. Satu hal yang ibu yakini dari sosok ayah adalah kegigihan dalam memperjuangkan hal yang prinsip. Tak ada yang menyamai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun