Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Larangan Menjual Bir, Bisnis 'Esek-Esek' & Bau 'Ketiak'

17 April 2015   02:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya tidak 'nyambung' banget judul diatas,tetapi begitulah kondisi berita beberapa minggu ini yang membuat 'heboh' masyarakat.


Pengusaha Minimarket & pengusaha bir protes keras karena penjualan minuman beralkohol seperti bir dilarang untuk dijual di Minimarket. Peraturan Menteri Perdagangan membuat celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum di daerah untuk bermain dalam perdagangan bir di daerahnya. Omzet penjualan Minimarket atas minuman beralkohol cukup besar karena ada sekitar dua puluh ribuan jaringan Minimarket Indomaret & Alfamart tersebar di Indonesia. Wajar saja kalau pengusaha Bir & Minimarket mengatakan akan kehilangan omzet sekitar Rp.900M per bulan bila larangan ini diberlakukan kepada mereka.


Ahok pun sempat bersuara nyaring ketika peraturan Mendag diberlakukan,sebab Pemprov DKI Jakarta mempunyai saham di pabrik bir terbesar di Indonesia,"Minum bir ngak bikin orang mati...! Kecuali minuman oplosan" ; Untung Ahok bicaranya tidak di depan langsung orang-orang yang selama ini menentang penjualan bir dijual bebas di Minimarket dan juga Ahok di kawal oleh petugas pengawalan Gubernur. Kalau Ahok orang sipil biasa tanpa embel-embel jabatan Gubernur,mungkin nasibnya akan sama dengan Deudeuh "tata chubby" yang diduga berprofesi sebagai seorang PSK yang menawarkan "jasa seks" secara online yang dibunuh oleh "klien" nya karena dianggap menghina secara fisik. Akibat "salah omong" kepada orang yang langsung tersinggung dan menimbulkan sakit hati,si tersangka pembunuh Deudeuh langsung mencekik korban. Bau 'ketiak' berujung ke pembunuhan...!


Sebenarnya antara bisnis 'esek-esek' dengan bisnis bir sama-sama meresahkan masyarakat. Yang satu dianggap penyakit sosial,sedangkan yang satunya bisa meresahkan kehidupan sosial karena dianggap dapat mengganggu ketertiban bila sudah mabok sebab minumnya berlebihan. Keduanya juga sama-sama dilarang. Bahkan bisnis 'esek-esek' di lokalisasi sudah banyak ditutup oleh beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia,tetapi kemudian menjamur secara "terselubung" di rumah-rumah berbaur dengan penduduk lainnya. Bisnis 'esek-esek' ditawarkan secara sembunyi-sembunyi dan kemudian menimbulkan bisnis baru bagi oknum-oknum 'penjaga keamanan' yang menawarkan jasa keamanan alias 'beking'


Setiap apa yang dilarang oleh Pemerintah,selalu saja ada celah bagi oknum-oknum di Pemerintahan dan Pemegang kendali keamanan untuk 'bermain' di daerah. Inilah yang menyuburkan 'premanisme' terselubung di daerah yang sebenarnya lebih mengganggu dan meresahkan masyarakat luas,karena mereka suka bermain kekerasan terhadap masyarakat yang menentang perilaku mereka. Kalau tidak menentang,maka mereka hanya bisa hidup dari rasa ketakutan.


Hanya orang bodoh saja yang selalu berpikir bahwa bisnis esek-esek yang terselubung tidak diketahui oleh aparat keamanan dan warga masyarakat sekitarnya. Sebuah kejahatan yang setingkat terorisme saja,pihak keamanan sangat piawai mencium keberadaan teroris untuk ditangkap. Anehnya,kejahatan yang jelas dilarang oleh Peraturan Perundangan terkesan "dibiarkan" saja. Kalau tidak terjadi pembunuhan Deudeuh "tata chubby" yang heboh di dunia maya,mungkin masyarakat yang tinggal di luar daerah Jl.Tebet Utara Jakarta tidak pernah tahu adanya tempat kost yang dipakai prostitusi oleh penghuninya. Namun sebenarnya masyarakat di daerah Tebet Utara juga sudah mengetahui,tetapi jelas mereka hanya berani "berbisik" diantara kalangan mereka saja. Anehnya,tak satupun Ketua RT,Ketua RW dan petugas kepolisian disana mengatakan mengetahui tempat kost di daerah tersebut juga dipakai bisnis "esek-esek"...?


Kalau di Jakarta saja ada masyarakat yang tidak berani lapor,bagaimana dengan di daerah-daerah yang jauh dari Pemerintahan Pusat...? Mereka lebih baik diam dan mendiamkan daripada 'terusir' dari daerah 'hitam' yang dikuasai para 'preman' tersebut.


Begitulah yang bakal terjadi dengan larangan penjualan bir di Minimarket-minimarket. Terlihat peraturannya baik & bermoral karena menjaga ketertiban masyarakat. Tetapi dibalik peraturan yang baik,selalu saja ada celah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk bermain. Mereka inilah yang sebenarnya selalu 'mendekati' pemerintah untuk melobi peraturan-peraturan yang 'baik' agar bisnis mereka menjadi besar. Semakin dilarang,maka semakin senang mereka ini karena mendapatkan 'uang setoran' yang sangat besar di daerah.


Di era ORBA dulu,pelarangan bahkan dibuatkan "list" atau daftar. Daftar investasi yang tidak diperbolehkan selalu diterbitkan oleh pemerintah,alasannya untuk 'melindungi' industri dalam negeri. Tetapi celah pelarangan itu sebenarnya menyuburkan 'monopoli' dan KKN antara pejabat ORBA dengan para konglomerat hitam untuk melakukan monopoli dan mengeruk keuntungan besar. Di era Reformasi,larangan-larangan yang aneh-aneh sering muncul untuk menyuburkan 'premanisme' yang terkelola dengan baik melalui 'anak-anak' partai politik pemegang kekuasaan dengan berbagai macam modelnya,dari mulai seragam loreng-loreng meniru tentara,seragam hitam-hitam,seragam adat sampai menggunakan simbol-simbol keagamaan di daerah. Mereka inilah yang menjadi oknum-oknum bekerja sama dengan oknum-oknum pemegang kendali keamanan sehingga menjadikan suatu daerah sebagai "Texas di era Cowboy" ; Masyarakat pun hanya bisa mengelus dada.


Prostitusi & judi dilarang keras dan bir dilarang dijual di minimarket-minimarket,tetapi masyarakat Indonesia bisa menyaksikan semua yang dilarang itu ternyata tetap ada di sekitarnya. Mereka yang menjadi oknum-oknum pengelola bisnis 'larangan' tersebut sangat kaya raya,tetapi tak satupun kalau ada masalah yang menghebohkan,seorang oknum dari petugas keamanan ditangkap atau diperiksa. Semuanya seperti sudah diatur,bahwa,"Elu orang boleh jalan,setoran jalan terus...tetapi bila ada masalah elu orang yang tanggung" ; Itulah bisnis 'larangan' yang selama ini berlaku di Indonesia.


Di negara-negara Muslim yang jelas menggunakan syariaat Islam,bisnis Judi di lokalisir (contoh : Genting Malaysia),mereka akan bertindak keras bila ada perjudian diluar Genting. Di Kuala Lumpur juga ada "red lamp" yang diketahui masyarakat luas disana,yaitu di Bukit Bintang ; Tetapi untuk prostitusi di tempat lain,semuanya diperketat,bahkan bisnis 'esek-esek' online seringkali di razia. Di negara-negara maju,bisnis prostitusi sengaja dijadikan satu dan hanya boleh di tempat tersebut,selebihnya pasti akan di razia. Sehingga pengawasannya pun terkontrol dan meminimalkan premanisme di wilayah lain yang mengurusi bisnis 'esek-esek'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun