Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi vs Prabowo = Sipil vs Militer?

4 April 2014   03:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertarungan para calon Legislatif (Caleg) di Pileg 2014 kali ini hampir kurang "gereget" atau bersemangat,dibandingkan pertarungan Jokowi vs Prabowo ! Media lebih banyak mengupas perihal sepak terjang Jokowi dan Prabowo Subianto,masing-2 sebagai Capres dari PDIP dan Gerindra.

Setiap gerak langkah Jokowi dan Prabowo selalu mendapatkan tempat utama dalam pilihan berita. Sosok keduanya juga sering diperbincangkan di warung kopi dan perdebatannya pun sengit sekali bila sudah sampai ke latar belakang mereka berdua ; Jokowi berasal dari kalangan sipil biasa,tidak pernah mengenyam pendidikan militer,sedangkan Prabowo berasal dari latar belakang militer,bahkan pernah memimpin satuan paling bergengsi di negeri ini,yaitu Kopassus dan Kostrad. Namun demikian Prabowo yang sekarang adalah seorang sipil biasa,walau nampak membawa atribut-2 berbau militer dalam setiap aksi kampanyenya.

Latar belakang sipil dan militer inilah yang terus menjadi gosip di Pemilu 2014 ; Kekecewaan rakyat terhadap korupsi yang dilakukan oleh para pejabat sipil dan politisi diumbar untuk meruntuhkan keyakinan masyarakat,bahwa negara ini hanya bisa dipimpin oleh seorang pemimpin dengan sosok latar belakang militer. Apalagi bila kekecewaan itu ditambah dengan ketidak-tertiban masyarakat Indonesia pasca reformasi ini,dimana kelompok-2 sipil berani melawan petugas negara,baik itu Penegak Hukum,Polisi dan bahkan Tentara. Di tingkat akar rumput seringkali terlihat beberapa warga masyarakat sering menunjukkan sikap berani melawan hukum,melanggar hukum,dsb. Mereka ini dianggap sebagai produk reformasi dan demokrasi yang kebablasan. Artinya orang sipil sudah tidak tahu adat dan harus dihajar secara adat supaya negara ini bisa maju,tertib dan aman.

Sedangkan pandangan orang sipil terhadap para pemimpin yang berlatar-belakang militer adalah sebagai sosok yang ganas,represif,kasar dan menakutkan. Gambaran sosok seperti ini muncul terutama pada kalangan yang merasakan kepemimpinan Soeharto di masa Orba dulu. Orang pun bercerita bagaimana demo buruh di Sidoarjo Jawa Timur membuat seorang pejuang kaum Buruh Marsinah terbunuh secara sadis dan salah satu pelaku pembunuhannya diduga adalah oknum Danramil Porong Sidoarjo. Cerita sadis lainnya tentang pembunuhan-2 yang tidak pernah terungkap dan diduga dilakukan oleh oknum-2 yang masih berdinas aktif di militer ketika itu hanya menghiasi halaman surat kabar,selalu nyaris tanpa tindak-lanjut dari negara ; Orang tidak akan pernah melupakan kasus Udin-wartawan Bernas Yogyakarta,kasus Petrus,kasus tragedi Tanjung Priok,dan terakhir adalah kasus kerusuhan Mei 1998.

Masyarakat sipil mengenang bagaimana di era Reformasi ini pengadilan Militer berhasil menuntaskan kasus Cebongan,sebuah kasus "penyelesaian akhir" yang dilakukan oleh oknum militer aktif terhadap para preman di LP Cebongan Yogyakarta. Ini tentu saja tidak akan pernah terjadi bila kita semua berada di era Orba ; Bisa jadi para preman itu "lenyap mendadak" tanpa berita oleh oknum militer,atau para preman itu tak mungkin juga berani membunuh seorang tentara yang sedang melakukan tugas penyamaran.

Tetapi bagaimana dengan ketidak-tertiban masyarakat sipil belakangan ini? Politisi yang semakin ngawur dalam mengelola negara ini? Banyak dugaan untuk menjawab pertanyaan tersebut,secara khusus dugaannya adalah "ini memang di-setting seperti itu" ; Buktinya para penegak hukum seperti Polisi tidak tegas dan lembaganya malah dikenal sebagai salah satu lembaga terkorup di Indonesia. Reformasi di tubuh kepolisian dan para hukum ternyata tidak berjalan di era Reformasi,sehingga membuat masyarakat sipil sekarang seperti berada dibawah kendali "auto pilot" ; Kekhawatiran banyak orang bahwa negara memang sengaja dibawa dalam kondisi terombang-ambing untuk memunculkan sosok militeristik tercium di masa kampanye Pemilu 2014 ini. Orang-2 tertentu yang "rindu Soeharto" pun mulai berani berkoar-koar,padahal mereka belum sempat "diadili" oleh massa ketika terjadi Reformasi 1998 ; Sosok latar belakang militer mulai dihembus-hembuskan sebagai salah satu syarat pemimpin masa depan bila negara ini mau tertib...! Benarkah...?

Melihat semakin kencangnya angin perseteruan sipil vs militer yang diwakili oleh sosok Jokowi dan Prabowo,masyarakat mulai khawatir akan timbulnya gesekan horisontal yang dipicu oleh faktor "X" seperti yang terjadi di kerusuhan Mei 1998. Cerita membenturkan massa untuk menimbulkan konflik horisontal hampir selalu terjadi pada skenario kerusuhan yang ada di Indonesia,para sutradara dan penyusun skenarionya atau saksi sejarahnya pun masih banyak yang bisa ditanya karena masih banyak yang hidup. Maka,supaya hidup kita tidak "ngeri-ngeri sedap" tinggal di Indonesia,teruslah berjuang agar semakin hari semakin tidak tercipta dikotomi sipil-militer atau apapun latar-belakang seseorang. Yang terpenting bagi Indonesia adalah seorang pemimpin yang mampu menjadi teladan hidup bagi rakyat,pejabat dan penyelenggara negara di NKRI ini.

Merdeka...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun