Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gaya Ahok vs Gaya Birokrat DKI Jakarta

8 April 2014   13:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persepsi negatip publik terhadap gaya kepemimpinan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta adalah sering marah-marah,galak dan keras (tidak bisa lemah lembut) ; Sedangkan persepsi positip yang timbul adalah tegas,tidak kenal kompromi,jujur dan apa adanya.
Tentu saja dari hal positip dan negatip yang timbul dari gaya kepemimpinan Ahok,yang paling banyak dibicarakan adalah yang negatip,sebab "bad news is good news"......

Namun dari pengalaman berurusan dengan para birokrat di Republik ini,gaya Ahok ini bisa mewakili rakyat yang sesungguhnya jengkel,kesal dan ingin memarahi para birokrat kita. Cuman karena sebagai warga masyarakat yang membutuhkan "tanda tangan" persetujuan para birokrat untuk mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengurusan ijin,dll ; Maka,mau tak mau memang warga masyarakat harus panjang sabar terhadap kinerja dan perilaku birokrat kita ini. Dimarahi oleh "boss" nya saja tetap saja tak bergeming,menganggap enteng dan "super cuek" ....apalagi dimarahi oleh warga masyarakat...? Barangkali ijin atau dokumen yang diperlukan bisa tidak keluar atau bisa diputar-putar tidak karuan...!

Sebenarnya warga DKI Jakarta yang sudah sering berurusan dengan para birokrat di Propinsi DKI Jakarta senang saja kalau Ahok bisa memarahi mereka sebagai pelampiasan "dendam kesumat" mereka yang sering dipermainkan oleh ulah "PNS" (= Pegawai Negeri Sipil) itu. Paling bagus adalah dengan memarahi,galak dan sikap tegas ke para birokrat itu,maka bisa merubah sikap mentalitas ,kinerja dan profesionalitas mereka.

Tetapi melihat Ahok yang sendirian bekerja sebagai pemimpin mendampingi Gubernur Jokowi,rasanya tidak "fair" bila kita sebagai warga masyarakat senang dengan sikap Ahok tsb. Sebab terlihat sekarang ini Ahok malah dikerumuni musuh-musuh yang tidak suka dengan sikap Ahok. Para musuh Ahok ini adalah para politikus busuk yang ada di DPRD RI, pengamat dan politisi rasis serta birokrat yang diberi sanksi atau dipecat oleh Ahok ; Mereka inilah yang kemudian berusaha membangun persepsi buruk terhadap gaya kepemimpinan Ahok.

Di dalam ilmu manajemen ada yang disebut "manajemen puting beliung" dimana dengan memasukkan seorang pemimpin model Ahok,maka diharapkan terjadi pusaran arus yang diharapkan akan melempar keluar orang-orang yang tidak bisa bekerja dengan baik. Namun celakanya sekarang ini orang-2 yang sudah keluar dari pusaran berusaha menyalahkan Ahok dengan kasak-kusuk yang tidak jelas sampai terang-terangan bernada rasis. Dan yang berusaha tidak terlempar keluar arus dengan model "tiarap" sekarang malah tidak mengerjakan apa-apa alias cari selamat sendiri-sendiri. Akhirnya yang terjadi sekarang ini adalah birokrasi menjadi terkesan lamban dan persoalan di masyarakat banyak yang tidak tertangani. Contoh kasus adalah para birokrat tidak mempunyai inisiatif apapun dalam membangun Jakarta. Apalagi membangun,memperbaiki apa yang rusak di Jakarta saja tidak ada inisiatif sama sekali.

Itulah fenomena gambaran birokrasi yang sekarang terjadi di Jakarta,semua seolah mandeg tak bergerak...! Jalur pedestrian rusak tidak diperbaiki,pemukiman kumuh dan pelanggaran hukum serta sampah menumpuk di sungai dibiarkan saja menunggu instruksi dari Gubernur/Wagub, PKL yang nongkrong di tempat-tempat tidak semustinya dan membuat macet jalanan juga dibiarkan saja,dll. Tak ada satupun contoh teladan dan arahan Gubernur/Wagub dilaksanakan dengan baik oleh bawahannya. Ini tentu saja menjadi tidak effektif keberadaan para birokrat tersebut.

Oleh karena itu,mungkin perlu dilakukan "assesment" menyeluruh para birokrat yang ada di DKI Jakarta ; Kalau diperlukan,hasil penilaian yang melibatkan lembaga independen dan bukan lembaga kepegawaian yang ada (yang jelas mereka juga bagian dari masa lalu yang membuat kondisi tercipta seperti sekarang ini) disebar ke masyarakat dan tindak lanjutnya adalah yang tidak pantas lagi menduduki jabatan atau tingkat kepegawaian itu di demosi atau dicopot. Lelang jabatan sudah cukup baik untuk dijalankan terus di level Lurah dan Camat,tetapi staff serta PNS yang ada di Kepala Dinas juga perlu di evaluasi menyeluruh.

Mudah-mudahan gaya Ahok bukan sekedar pelampiasan dendam warga masyarakat terhadap kinerja para birokrat yang buruk,tetapi ada kesinambungan setelah itu yaitu berupa penilaian menyeluruh dan menggantinya dengan yang lebih profesional,sebab diyakini masih ada yang baik dari sekian ribu PNS di Jakarta ini,cuman mereka sekarang dibungkam oleh atasan-atasan mereka yang "busuk" karena tidak mau disaingi atau sengaja tidak memuluskan PNS yang bekerja dengan baik,tetapi lebih menyukai bawahan yang pandai menjilat dan setor upeti.

Bagaimana menurut anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun