Enam bulan pemerintahan Jokowi-JK diwarnai berbagai peristiwa sosial-politik-ekonomi dan budaya serta hukum yang 'spektakuler' karena dalam waktu yang singkat sebuah pemerintahan baru dapat melakukan hal-hal yang cukup mengejutkan namun berakhir dengan kesan "hangat-hangat tahi ayam" ,yaitu :
- Dalam bidang sosial,Pemerintahan Jokowi-JK ini membuat langkah perdana dengan Kartu Indonesia Sehat. Langkah ini mengundang tanda tanya besar,sebab KIS yang di kampanyekan sebagai program unggulan Jokowi-JK pada masa Pilpres 2014 yang lalu ternyata berjalan tertatih-tatih karena 'berbenturan' dengan program kesehatan nasional dalam bentuk BPJS Â Kesehatan yang sudah dipayungi oleh Undang Undang. Kartu Indonesia Sehat disebut tertatih-tatih karena setelah diluncurkan di awal Pemerintahan Jokowi-JK sampai sekarang hampir kurang terdengar keberadaan & mekanisme operasionalnya pun tidak diketahui secara mendalam oleh rakyat Indonesia.
- Dalam bidang ekonomi,karena selama 6 bulan ini nilai Rupiah terus melemah terhadap US Dollar,maka kebijakan paket ekonomi yang diluncurkan juga belum terasa berdampak langsung pada penguatan Rupiah. Yang terlihat hebat adalah gebrakan Menteri Susi dalam menjaga 'kedaulatan ekonomi' para nelayan Indonesia,dimana nelayan-2 asing yang mencuri kekayaan laut Indonesia diancam kapalnya akan ditenggelamkan. Cuman sayangnya,jumlah kapal yang ditenggelamkan hanya berjumlah puluhan saja,sedangkan jumlah kapal asing yang mencuri kekayaan laut Indonesia tidak terhitung banyaknya. Zona Ekonomi kelautan bangsa Indonesia menjadi daya tarik untuk di ekspose untuk mencari perhatian rakyat Indonesia,namun gebrakannya terkesan 'suam-suam kuku' saja
- Di perpolitikan dalam negeri,Jokowi mencoba membuat gebrakan dengan mengganti pencalonan Komjen Pol.BG sebagai Kapolri,akhirnya terpilih Jenderal (Pol) Badrodin Haiti sebagai Kapolri menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman ; Tetapi warna politik dari gebrakan Jokowi ini justru memperlihatkan  bahwa dirinya sangat lemah,ini terbukti akhirnya Komjen Pol.BG di isukan sudah menjadi "calon tunggal" Wakapolri oleh Wanjakti POLRI untuk disetujui oleh Presiden Jokowi. Kalau ini terbukti benar,maka apa yang diduga banyak orang,bahwa permainan politik Komjen Pol.BG dalam mengendalikan penolakan dirinya sebagai Kapolri melalui hubungan yang sangat dekat dengan Megawati Soekarnoputri yang tak kuasa ditolak oleh Jokowi adalah benar adanya. POLRI sebagai institusi yang seharusnya netral dari perpolitikan telah menjadi "lahan basah" para politikus Indonesia untuk dipermainkan.
- Perpolitikan Luar Negeri Jokowi-JK sebenarnya cukup 'moncer',ini terlihat beberapa kali kunjungan Jokowi ke Luar Negeri selalu bersanding dengan pemimpin negara besar ; Ini juga yang selalu dibanggakan oleh Jokowi. Demikian juga dengan penyelenggaraan Peringatan KAA ke-60 terlihat ingin menunjukkan kepada dunia luar,bahwa Indonesia mampu berbuat seperti era Soekarno dulu. Rencana deklarasi mendukung Kemerdekaan Palestina pada peringatan KAA ke-60 adalah bukti bahwa Jokowi-JK tidak ingkar janji pada kampanye Pilpres 2014 yang lalu. Tetapi ini juga masih perlu waktu apakah negara-negara besar di dunia mendukung langkah ini,sebab restu Amerika Serikat yang juga dikuasai oleh politikus yang pro Israel belum tentu setuju dengan langkah ini.
- Gebrakan di bidang hukum dari Jokowi sampai sekarang belum nampak sama sekali,justru inilah kelemahan pemerintahan Jokowi-JK karena di sinyalir terus mempermainkan hukum dengan politik. Perpecahan partai politik PPP dan Golkar juga dituding hasil rekayasa hukum yang dilakukan oleh Menkumham. Ini terbukti dengan kalahnya surat pengakuan kepengurusan yang diakui oleh Menkumham di PTUN . Imej buruk kepemimpinan Pelaksana Tugas KPK juga banyak dicibir oleh banyak orang sebagai bentuk pelemahan KPK yang begitu berjaya di era pemerintahan SBY-Boediono.
Lima catatan penting diatas patut menjadi renungan bersama,apakah pemerintahan Jokowi-JK sudah berjalan effektif atau tidak kedepannya. Memang banyak orang mulai pesimis akan keberhasilan pemerintahan Jokowi-JK ini,dan selalu saja mereka yang mendukung akan mengatakan bahwa pemerintahan ini adalah pemerintahan 5 tahun,bukan 100 hari atau 6 bulan. Tetapi perlu diingat,untuk melangkah 5 tahun tentu saja melalui tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menilai apakah kedepan akan berhasil atau tidak. Kalau tahapan-tahapan proses untuk 5 tahun kedepan saja sudah amburadul,maka jangan terlalu berharap banyak bahwa selama 5 tahun kedepan akan berhasil dengan baik sesuai yang diharapkan.
Siapapun boleh menilai pemerintahan Jokowi-JK ini,tetapi yang lebih penting adalah yang dinilai tidak sampai kemudian menjadi berang dan marah,karena dengan banyak penilaian maka akan bermanfaat untuk dijadikan bahan masukan memperbaiki diri.
Jokowi-JK mungkin bisa jadi sedang 'stress' tetapi para staff kepresidenan & Menteri yang membantunya tidak boleh dalam kondisi tertekan,sebab kreatifitas dan kinerja perlu ditingkatkan tanpa sebuah tekanan. Tekanan politik dari partai politik yang banyak maunya mengatas-namakan rakyat sebaiknya disingkirkan,sebab para politikus Indonesia bekerja secara partisan,bukan membawa kepentingan rakyat menyeluruh. Rakyat yang memilih mereka pada Pemilu Legislatif juga hanya berjumlah puluhan sampai ratusan ribu pemilih saja per politikus yang duduk di DPR RI. Penggabungan kekuatan dalam bentuk koalisi di DPR RI juga belum tentu merupakan aspirasi dari rakyat para pemilihnya. Rakyat Indonesia lebih menekankan kehidupan damai sejahtera,ekonomi mapan dan penegakan hukum yang konkrit,bukan gemuruh politik tetapi perut kosong dan semua harga barang menjadi mahal tak terbeli.
Bagaimana dengan anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H