Hari ada beberapa manusia yang memperhatikan keberadaanku. Mereka mengelilingiku dan menyentuhku sesekali mungkin untuk memastikan aku baik-baik saja. Entah aku harus senang atau tidak dengan mereka yang memperhatikanku kali ini. Aku sekarang di sini tinggal sebatang kara. Teman-temanku sudah pergi meninggalkanku terlebih dahulu. Mereka pergi satu per satu dan tinggal aku di sudut dekat persimpangan ini.
manusia-manusia itu pergi, padahal aku berharap mereka memperhatikanku dengan menyingkirkan benda-benda yang menempel pada tubuhku ini. Bahkan yang lebih menyakitkan saat mereka mulai arogan dengan memasang logam-logam tajam itu untuk kepentingan mereka. Mereka tidak tahu sakit itu seperti apa, mereka dengan angkuhnya menghiasi tubuhku dengan hal-hal yang sama sekali tidak memihakku.
manusia-manusia itu datang lagi. manusia yang sama seperti waktu itu yang datang dan memperhatikanku. Kali ini mereka tidak begitu banyak memperhatikanku, mereka hanya nampak membanding-bandingkan tempatku berdiri dengan tempat berdiri teman-temanku dulu. Aku mulai takut, takut jika aku bernasib sama dengan teman-temanku. Atau justru aku harus senang karena bisa saja mereka akan menghadirkan teman-teman baru di sini sehingga aku tak merasa sendiri lagi.
manusia itu terlihat yakin dengan apa yang dipikirkannya. Dia mengeluarkan sebuah benda, menempelkannya pada telinga dan mulai berbicara dengan benda itu. Tak lama kemudian beberapa manusia baru datang dengan membawa sebuah alat yang aku tahu alat itu yang mengantarkan teman-temanku pergi dari tempat ini. Aku mulai takut.
Apa yang aku takutkan benar, manusia-manusia itu mulai menggunakan alat itu dan aku dipaksa untuk menyusul teman-temanku. Aku tak bisa berbuat apa-apa ketika mereka menumbangkanku dari tempatku sekarang. Aku mulai sadar kenapa aku dan teman-temanku harus pergi dari tempat ini. Kami hanyalah penghalang bagi jalan manusia di sini. Pada akhirnya nanti tempatku akan diratakan dan berganti dengan benda mati agar manusia bisa lebih leluasa berjalan.
Lucu sekali. Mereka yang menempatkanku di sini, tapi mereka juga yang memaksaku pergi dari sini. Tapi aku bisa apa? Aku hanyalah makhluk berdaun dan berbatang coklat yang hidup di trotoar buatan manusia. Aku hanya berharap kelak ada yang merindukan kehadiranku di sini, ya cukup di sini saja. Karena cuma di sini aku pernah berdiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H