Mohon tunggu...
Yumoko Ginto
Yumoko Ginto Mohon Tunggu... -

pemerhati carutmarut

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BBM

25 Oktober 2014   19:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:46 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Haruskah BBM naik 2015, opini jadi 2, naik dan tidak , alasan keduanya bermacam-macam. Kondisi ekonomi rakyat menengah-kecil yg menjurus kearah semakin memperhatinkan. Masyarakat kelas menengah semakin banyak bergeser kembali ke masyarakat kelas miskin dan yang miskin berpindah menjadi fakir miskin. Alasan lain perihal anggaran negara yg katanya menguap, menjadi defisit dst dst. Alasan lain lagi, subsidi yang salah sasaran. Ini polemik yang bukan hanya berlangsung setahun dua tahun ini saja tapi sejak orla, polemik ini sudah berlangsung dan menjadi beban pemerintah.

Apakah pemerintah-DPR selama ini tidak pernah merenung dan merasakan ada sesuatu yang salah dari cara kita berpikir membuat kebijakan, bukan hanya hitung-hitungan matematika saja dan terjebak kembali kedalam lubang polemik yang sama. Apakah pemerintah tidak pernah berpikir jika lubang satu dibuat maka berarti otomatis kita membuat lubang-lubang yang lain tanpa kita sadari.

Walaupun saya bukan orang partai, tapi saya setuju dengan cara PDI-P saat pemerintahan SBY tidak menyetujui kenaikan harga BBM subsidi. Coba kita lihat bersama, diseluruh indonesia bayangkan banyak bangunan perkantoran yang tidak difungsikan, hanya jadi sarang mahluk halus. Pembangunan yang tidak jelas fungsinya dan frekuensi pemakaiannya tidaklah sering. Bayangkan telah dibangun sebuah Auditorium dengan dana milyaran berlokasi hanya di sebuah desa, dengan kualitas ketahanan bangunan yang masih dapat dipertanyakan. Apa tidak ada kriteria membangun di bagian perencanaan pusat, apa tidak ada kriteria mengimport sesuatu,membeli sesuatu. Tidak ada kriteria parameter yang digunakan para pejabat jalan-jalan ke LN. Apa kita harus pergi ke rumah orang lain untuk melihat barang pesanan kita cocok atau tidak, semua itu tergantung perjanjiannya saja, kalau tidak sesuai spesifikasinya  pasti bisa ditolak / tidak diterima dirumah kita sendiri. Kegiatan sosialisasi bepergian yang memakan dana fantastis, apa susahnya dijaman sekarang melakukan Sosialisasi Administrasi dengan teknologi yang ada?. Apalagi yang disosialisasikan perihal yang sama dari tahun ke tahun. Terus terang ini juga salah satu modus pejabat/pimpinan terlibat juga bagian perencanaan karena setelah berpergian ikut sosialisasi mereka juga tidak bisa menjelaskan kebawahannya malahan mereka menugaskan orang teknis untuk membuatnya. Hanya untuk membawa sebendel kertas saja bayangkan berapa dana rakyat yang dibuang untuk para pengusaha pesawat dan hotel. Salah satu logika lagi bahwa didalam instansi teknis yang justru sering bepergian dalam rangka kegiatan bermacam-macam adalah orang-orang bagian administrasi, sekicil apapun bahasannya selalu diadakan rapat-rapat-pertemuan satu ke pertemuan lainnya.

Kita sudah terbiasa main mata, siapa saja yang main mata? jawabannya  adalah seluruh pejabat struktural eselon teringgi-terendah seluruh instansi pemerintah PNS/TNI/POLRI/HAKIM/JAKSA bahkan Dosen-Guru.(baca: Jokowi dan Revolusi Mental) Ini bukan rahasia lagi! Yang tertangkap belum tentu diproses hanya sebagian kecil dan yang sampai masuk penjara ya jumlahnya lebih kecil lagi. Kita tidak perlulah membahas modusnya. Salah satu contoh lagi, kita sibuk berpolemik, dua gajah berkelahi si tikus tertawa terbahak-bahak seperti seringnya penyelundupan BBM terjadi, itu yang tertangkap masuk media massa, berapa banyak yang tidak tertangkap, tertangkap tapi tidak diproses, masuk ke meja hijau tapi dibebaskan karena tidak masuk dalam berita media massa.

Pemerintahan baru harus menggunakan cara strategi baru pula. Jika kita sadar bahwa ini hanya soal mata rantai, maka kita sekarang sudah punya pimpinan baru yang punya integritas maka sangatlah mudah mengembalikan martabat rakyat indonesia dengan memutus seluruh lingkaran setan ini (mata rantai) secara serempak (Baca: Jokowi dan Revolusi Mental) sehingga bisa dihasilkan cara kerja pemerintahan yang efektif tanpa ada yang merongrong didalamnya, jika perlu pejabat struktural hanya berlaku paling lama 2 tahun saja dijabatan yang sama, sehingga kita selalu cepat berbenah diri tidak hanyut puluhan tahun.

Dari uraian diatas maka sampai tahun 2016 mungkin belum perlu pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM bersubsidi jika cara-cara menuntaskan akar masalah benar-benar tepat. Selamat bekerja Pemerintahan Baru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun