Mohon tunggu...
Maya N. Umaro
Maya N. Umaro Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sungguh indah pribadi yang penuh pancaran manfaat, ia bagai mentari dipagi hari yang menerangi dan memberi kehangatan pada setiap sudut alam semesta. seorang insan yang sedang dan selalu berusaha untuk bisa bermanfaat bagi sekitar. Juga seorang insan yang masih belajar merangkak di rel-rel kehidupan. Bersyukur telah dilahirkan dalam keluarga yang begitu mencintai saya. sekarang saya masih menempuh pendidikan di Universitas Kuningan (UNIKU) jurusan pendidikan bahasa Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"Selendang Syurga yang Tuhan Tawarkan"

8 Juni 2011   05:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:45 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh: Maya N. Ada nuansa yang hendak kupahat pada sebongkah batu Namun jariku tak kuasa membelah pori-porinya Yang ada hanya goresan luka menjalar pada telapak Tetes demi tetes darah mengotori lapak yang hendak kujadikan alas Aku tertegun, Lalu kubalut saja dengan selendang yang Tuhan tawarkan Ya, selendang cinta bermotif keimanan Terberai angin melambaikannya Darah terhenti walau masih meninggalkan jejak tersayat Berapa ayat-Nya yang belum aku lafadzkan hari ini? Setitik noktah menghancurkan bayangan masa nanti Tiada lirik hujan malam ini yang kuasa ku genggam Sebatas nyanyian kalam di penghujung malam ... Malam ini aku hanya ingin bercengkrama dengan Tuhan Rindu menusuk jantung yang hampir lelah berdetak Uraian hikmah yang telah ku titi, membendung, membentuk telaga berkah Namun Diri tak mampu melihat gelembung yang terhampar di setiap celah bebatuan Mungkin saja itu sumber kehidupan yang menuntun pada nafas-nafas syurgawi berselendangkan kesabaran bermahkota keikhlasan semua yang Tuhan tawarkan Terpasung nuraniku dalam dekapan cahaya nan redup Kumerangkak mencari celah tak berwarna namun berpancar keheningan disudut jiwa Biar ku tenang dipenghujung usia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun