Semilir angin berhembus meniup lembut tubuh yang renta itu. Terasa sejuk membuat hatinya menari. Dan hembusan itu membuat daun-daun melambai menyapanya. Ah alangkah tenang alam ini membuat Mbah Painem terpaku dalam kedamaian.
Sejenak di sruputnya teh hangat kental dalam cangkir putih. Ada kenikmatan tersendiri dalam teh tubruk itu. Teh itu sudah menemaninya sepanjang umurnya. Dari saat dia masih sendiri hingga kemudian sendiri pula.Â
Digelungnya rambutnya yang sudah putih dimakan usia. Namun begitu semangat yang tersimpan di hatinya masih menyala. Menolak untuk dikatakan tua.Â
Kesederhanaanlah yang membuatnya tetap hidup di usia 100 tahun. Bahkan dia sanggup melawan semua hawa nafsunya dan mengusirnya dari dadanya. Yang ada hanyalah nasihat bijak dan santun.Â
"Wis wengi le, wis wayahe padha turu", begitulah kalimat yang terucap ketika beliau menyuruhku tidur. Tidak ada kata lagi selain kata bijak dan santun.
"Dadi uwong iku kudu jujur, mbesuk kowe bakal luhur", begitulah salah satu nasihat dari puluhan nasihat yang sering beliau ajarkan kepadaku. Supaya hidup ini memiliki pegangan.
Kidung malam yang syahdu terdengar indah di telingaku. Semoga esok hari akan menemui kemuliaan.Â
Penulis : Teguh Wiyono
KBC-50