Langkah demi langkah selusuri jalan kampung yang sempit itu. Menyibak waktu yang merangkak detik demi detik. Berputar dan tak akan pernah kembali lagi.
Gelisah pun datang membuat hatinya terperangkap dalam nestapa. Hari sudah menjelang sore namun dagangan belum banyak laku. Kue buatan ibu sebagai penyambung hidup. Untuk bisa membeli sesuap nasi. Sementara ibu terlalu lemah untuk berjualan.Â
Tidak mengapa, tenaga kami sanggup untuk meraih mimpi. Setetes keringat kami adalah harapan semangat untuk tetap hidup. Meskipun kami tahu tenaga kami terlalu lemah untuk melawan dunia.Â
Namun beberapa saat kemudian derai hujan hentikan langkah kakiku. Sudutkan aku dalam tangis yang mendalam. Kueku belum banyak terjual. Rasa sedih memelukku erat. Hingga tak sanggup lagi untuk berkata-kata.
Wahai tuan pemilik rumah, ijinkan aku untuk sekedar berteduh, walau sekejap saja. Dan kami pun akan segera berlalu menyongsong impian. Berlindung dari guyuran hujan. Sambil sekejap menata tenaga kami agar pilih kembali.Â
Penulis : Teguh Wiyono
KBC-50 Kombes
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H