Sang rembulan yang biasanya nampak kini menghilang entah kemana. Sunyi tanpa senandungmu lagi.Â
Mendung berarak memenuhi langit. Menari dalam kegelapan malam. Sesekali petir menghampar dengan gemuruh cahyanya.Â
Tak lama.kemudian gerimis turun mendera. Membasahi bumi yang dahaga. Gemericik airnya mengusikku, mengiris hatiku yang kering kerontang.
Bilakah engkau sentuh aku dengan lembutmu, hingga terjaga aku dari buaian mimpi. Terbangun dari mimpi panjang yang melenakan.
Malam semakin larut selarut rinduku yang semakin dalam. Rindu tak terperi yang menghujam jiwa. Meski aku sadar tak akan mungkin berjumpa lagi. Setidaknya semua kenangan sudah terpatri.Â
Aku hanya bisa menggapaimu lewat mimpi. Lewat lamunan kala sedang sepi. Pun kadang harus berlalu begitu saja. Lewat seperti semilir angin. Dingin hingga menusuk ke ujung hati.
Gerimis malam ini semakin panjang. Mengisi malam yang telah sepi. Tanpa nyanyian suara alam. Hingga hantarkan aku di pembaringan.
Penulis : Teguh Wiyono
KBC-50
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H