[caption caption="Sumber the-newshub.com"][/caption]Sangat disayangkan banyak tulisan-tulisan yang hanya sekedar mencari oplah tanpa memahami substansi yang ditulis. Ini bukan lagi masalah Lovers ataupun Haters Ahok, melainkan kaidah jurnalisme. Meskipun kita bukanlah profesional dalam dunia jurnalisme dan mungkin hanya berkiprah di kompasiana, akan tetapi wajiblah etika dijunjung tinggi. Sebenarnya bukan hanya etika, tetapi tanggung-jawab, apa yang kita tulis bisa dipertanggung-jawabkan. Sehingga dalam menulis apapun yang bersifat bukan opini pribadi, data dan fakta wajib melekat dalam tulisan anda.
Terdapat artikel yang menulis, "bahwa pemprov DKI membeli tanah RS Sumber Waras dengan status HGB, maka setelah habis masa berlaku HGBnya, otomatis akan menjadi tanah negara, sehingga bodoh pemprov DKI dengan pembelian seperti itu". Ini pernyataan yang sangat menyesatkan dari siapapun yang tidak tahu urusan agraria. Tanah HGB, jika ingin di SHM-kan hanya butuh 1 minggu paling lama, dan PASTI bisa sepanjang bukan tanah sengketa. Jadi bukanlah masalah bagi pemprov untuk membeli bangunan dan tanah dengan status tanah yang masih HGB sekalipun.
Namun peningkatan dari HGB menjadi SHM tidak diperbolehkan untuk tanah yang statusnya dimiliki oleh Institusi, baik swasta ataupun pemerintah tetapi HGB itu dapat diperpanjang untuk 30 tahun kedepan. Jika ingin di ditingkatkan menjadi SHM maka HGB tersebut haruslah diatas namakan per-orangan/individu. Silahkan lihat undang-undang agrarianya (carilah undang-uandang tersebut untuk pegangan anda). Yayasan RS Sumber Waras adalah bentuk badan hukum swasta, sehingga undang-undang tidak membolehkan status HGBnya dinaikkan menjadi SHM.
Ada lagi analisa, yang menyatakan bahwa pembayaran pelunasan RS Sumber Waras kenapa harus terburu-buru? sehingga perhitungan NJOP yang baru selesai pada tanggal 29 Desember 2014, esok harinya sudah dilakukan transfer pelunasan yaitu tanggal 30 Desember 2014. Siapapun yang menulis ini, perlu anda buka Kepres No. 54 tentang peraturan pembelian barang dan jasa oleh pemerintah (silahkan cari lagi kepres 54 tersebut, agar anda terbiasa mengumpulkan fakta-fakta), bahwa setiap pembelian yang menggunakan APBN ataupun APBD adalah wajib sesuai dengan DIPA Anggaran tahun berjalan, dengan nomenklatur yang juga wajib sesuai.
Pembelian RS Sumber Waras adalah menggunakan APBD-P 2014 (APBD Perubahan), sehingga transaksinya baru bisa dilakukan setelah disahkan oleh DPRD, dimulai sekitar Juli 2014 sampai dengan Desember 2014. Jika sampai melewati tahun 2014, maka dana yang sudah dianggarkan tersebut harus diajukan ulang atau dilakukan revisi anggaran 2015. Adapun proses revisi anggaran 2015 akan membutuhkan waktu sesuai tahapan birokrasi 4 – 5 bulan. Sehingga, pelunasan yang dilakukan oleh pemprov DKI, pada tanggal 30 Desember 2014 adalah sudah sesuai Kepres No 54.
Bahwa Ahok mengancam tidak akan mengeluarkan izin kepada Ciputra karena akan dibuat Mall diatas lahan RS Sumber Waras tersebut, itu bukanlah ancaman, tetapi moratorium pemprov DKI 2012 yang di tandatangani Foke. Memang sudah dihentikan saat itu untuk sementara waktu pembangunan Mall diatas lahan DKI dimanapun. Sifat moratorium ini bisa diperpanjang tergantung kebutuhan, apalagi indikasi semrawutnya lalu lintas DKI salah satunya adalah akibat pusat berbelanjaan/mal yang tersebar dimana-mana.
Dan begitu banyak artikel lainnya yang ditulis untuk kejar tayang. Mungkin  maksudnya agar tidak kehilangan momen dan mendapatkan hit tinggi. Apalagi jika menulis soal Ahok, akan tetapi jika fakta dan datanya tidak valid? ini perbuatan menyesatkan! Tidak dapat dipertanggung-jawabkan!
Jika hanya menuliskan opini pribadi, ya silahkan saja, tulislah apapun sesuka anda. Namun atas artikel yang membutuhkan landasan hukum dan fakta, lakukanlah riset terlebih dahulu, walau hanya googling.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H