[caption caption="Sumber foto quotehd.com"][/caption]PDIP, Gerindra dan Demokrat telah membuka pendaftaran untuk penjaringan CAGUB DKI 2017. Kemudian Yusril (YIM) mengambil formulir pendaftaran dan selanjutnya beliau mendaftarkan diri untuk menjadi CAGUB DKI 2017 dari ketiga partai besar diatas, sementara PKS belumlah membuka pendaftaran. Selanjutnya para penulis dan penganalisa mulailah berkomentar, termasuk saya.
Tidak ada yang kebetulan dalam politik, semua yang terlihat sudahlah menjadi bagian dari perencanaan, termasuk apa yang telah dilakukan oleh YIM. Pengambilan formulir pendaftaran adalah bagian prosedur standar yang dilakukan oleh setiap partai manapun dalam rangka menjaring kandidat, khususnya bagi yang bukan datang dari internal partai. Tentunya akan melukai kader internal, jika YIM tidak melakukan pendaftaran, sementara beliau bukanlah kader internal.
Apakah demikian naifnya seorang YIM, melakukan pendaftaran tanpa didahului kesepakatan? Partai-partai inilah yang beberapa waktu lalu telah disambangi oleh YIM, satu persatu. Selain partai-partai tersebut, maka mustahil bagi YIM untuk mengambil formulir pendaftarannya. Lantas apakah seorang YIM akan menyambangi satu persatu secara terbuka (diketahui publik), tanpa ada kesepakatan sebelumnya? Weleh, mana mungkin pula hal ini dilakukan! Apalagi bagi PDIP dan Gerindra sebagai sesama ‘Barisan Sakit Hati (BSH)’ Ahok, inisiatif YIM adalah pucuk dicinta ulam tiba, ini yang mereka juga tunggu.Â
Kalkulasi dan harapan para partai ‘BSH’ Ahok ini adalah jatuh kepada YIM, sebagai satu-satunya orang yang paling mungkin untuk menandingi sang petahana. Lain lagi ceritanya jika H.Rhoma Irama turun, mungkin memilih YIM tidak lagi menarik bagi para partai ‘BSH’ ini.
Berangkat dengan keempat partai diatas, jika mengacu kepada hasil Pileg DKI 2014, maka basis keempat partai tersebut menyumbangkan total 56% suara. Jika terjadi deviasi 10%-pun masih akan menyisakan diatas 50,40% pemilik suara, ditambah basis PBB 0,09% menjadi total 50,49%! masih menang banget! Ditambah lagi belum adanya fakta yang menyatakan bahwa pemilik KTP untuk Ahok adalah pemilih aktif sebelumnya, bisa jadi mereka adalah pemilih pasif yang masih pada taraf simpatik. Mereka ini biasanya orang-orang yang pergi berlibur pada saat hari H pencoblosan, dan berpopulasi hanya 37% dari pemilik suara DKI.
Dengan situasi kasus reklamasi yang  memanas, ditambah hitung-hitungan diatas, maka petahana lumayan keder. YIM memang opportunis tapi itu standar politikus, yang diluar standar adalah Amin Rais, beliau sangatlah opportunis. Jadi, bagi yang menyatakan YIM opportunis, maka beliau pasti belum kenal Amin Rais.
Jangan emosi dulu, ternyata diatas langit masih ada langit, Setnov-lah ternyata yang memiliki NT (Nilai Tertinggi) terhadap urusan opportunisasi. Ini menguntungkan masyarakat DKI, karena mereka jika tidak mendapatka Ahok kembali, masih aman dengan mendapatkan YIM, ketimbang harus mendapatkan Amin Rais atau Setnov.
Untuk mensiasati jurus maut ‘sure to kill’ YIM, Ahok dan temannya wajib waspada. Perang melawan haters sudah harus dihentikan karena membuang energi, bantuan Nasdem dan Hanura tidaklah melebih 12% potensi pemilik suara. Ditambah dengan 37% pemilik suara yang suka berlibur ini, maka hanya didapat 49%!
Makin seru, pasti! Apalagi jika memang artikel dari kompasianer yang bernama Revas ‘Angry Birds’ (http://www.kompasiana.com/revas/heru-berkhianat-sumber-waras-terbongkar-ahok-gagal-nyagub_57086d3622afbd910f1466f3) itu benar tentang pengkhianatan Heru, sang CAWAGUB. Apakah harus kirim formulir ulang lagi untuk diisi dukungan dengan CAWAGUB pengganti Heru? Cuapeek Deh.
Lalu siapa musuh Ahok sebenarnya? Apakah YIM? Bukan, YIM bukan musuh, dia adalah penyanding. Musuh Ahok secara substansi adalah sistem. Inilah musuh utama yang akan mengalahkan beliau, Independen Vs Parpol. Dan senjata inilah yang digunakan YIM dengan mensyariah-kan PDIP, Gerindra dan Demokrat. Selamat berjuang Ahok.
Â