Bentrokan antara Pasukan Brimob Resimen 3 Pelopor dan anggota Polisi Lalu Lintas Polres Kota Tual di depan Gereja Maranatha, Kota Tual, Maluku, pada Minggu (28/7) malam, dapat dianalisis menggunakan teori konflik yang dikemukakan oleh sosiolog Lewis A. Coser. Teori ini memberikan pandangan mendalam tentang dinamika dan penyebab konflik tersebut.
- Konflik Realistik dan Non-Realistik Menurut Coser
Lewis A. Coser membedakan konflik menjadi dua jenis utama: konflik realistik dan konflik non-realistik. Konflik realistik muncul dari frustrasi terhadap tuntutan spesifik dalam hubungan sosial dan dianggap sebagai upaya untuk mengubah kondisi yang ada. Sebaliknya, konflik non-realistik timbul bukan karena adanya tuntutan khusus, tetapi lebih karena kebutuhan untuk melepaskan ketegangan dan mengekspresikan agresi. - Sumber dan Dinamika Konflik
Dalam kasus bentrokan di Kota Tual, konflik realistik dapat diidentifikasi dari operasi Patuh Salawaku 2024 yang dilakukan oleh Polantas. Penahanan kendaraan seorang anggota Brimob oleh petugas Sat Lantas Polres Tual karena menggunakan knalpot borong pada Jumat (26/7) memicu frustrasi. Hal ini menimbulkan ketegangan antara kedua pihak yang berujung pada bentrokan. - Eskalasi Konflik
Konflik eskalasi terjadi ketika sekitar 30 orang, yang diduga anggota Brimob, menyerang anggota Polantas setelah mendengar kabar penahanan tersebut. Mereka merasa tindakan Polantas mengganggu dan merugikan, sehingga merespons dengan serangan. Ini adalah contoh nyata dari konflik realistik yang berubah menjadi kekerasan fisik. - Respons Masyarakat dan Pemerintah
Situasi keamanan di Kota Tual menjadi tidak stabil, menyebabkan kepanikan di kalangan umat kristiani yang sedang beribadah di Gereja Maranatha. Kepala Desa Taar Dullah Selatan, Carles Tarenten, menyayangkan sikap aparat yang seharusnya menjaga keamanan masyarakat namun malah memicu keributan. Ia menyerukan kepada Kapolda Maluku dan Kapolri untuk segera menarik pasukan Brimob BKO dari Kota Tual agar warga dapat beraktivitas dengan damai. - Penyelesaian Konflik
Menurut Coser, konflik bisa berfungsi untuk menyesuaikan hubungan sosial dan mengeluarkan ketegangan yang terpendam. Dalam konteks ini, penyelesaian konflik membutuhkan intervensi dari pihak berwenang untuk menegakkan disiplin dan membangun kembali hubungan kerja yang harmonis antara Brimob dan Polantas. Langkah-langkah rekonsiliasi dan dialog terbuka antara kedua pihak bisa menjadi solusi untuk mencegah konflik serupa di masa depan.
Dengan menggunakan teori konflik Lewis A. Coser, dapat dipahami bahwa bentrokan ini bukan hanya tentang ketegangan sesaat, tetapi juga mencerminkan kebutuhan untuk menyelesaikan frustrasi yang mendalam dalam hubungan kerja antar aparat keamanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!