Terminal Lepak Bulus, tempat bus AKAP berjajar. Dalam sebuah bus jurusan Solo kisah tentang ekspresi setengah kaget, 'oh..!' menjadi semacam pemakluman untuk memaafkan.
Sore itu, dalam hari perayaan kambing dan sapi disembelih, aku memutuskan pulang. Tiket seharga 140 ribu kutebus meski mbak-mbak penjualnya menunjuk kursi persis di samping toilet bus. Terpaksa kulakukan karena harga tiket PO bus ini terbilang murah dibanding yang lainnya.
Setengah jam lagi bus akan berangkat. Satu batang kretek Kudus tampaknya masih sempat kunikmati. Aku sudah perkirakan tak ada smoking room nanti di dalam kendaraan.
Tepat 16.30, aku masuk ke dalam bus. Sepuluh orang lainnya sudah duduk bosan menunggu. Termasuk salah seorang wanita berwajah bening duduk dengan antengnya. Sayang, ada bocah dan laki laki yang berperan seperti suaminya.
Aku terus menyusur ke bagian belakang bangku jatahku. Pada deret terakhir sebelah kananku, seorang gadis remaja dengan santainya tidur menguasai kursi yang harusnya untuk dua orang. Dia tersenyum melihatku. Aku pura pura tak acuh.
Tempat dudukku persis di belakang gadis itu. Di antaranya ada pintu belakang bus. Di samping kiriku teronggok seorang bapak paruh baya berkumis.
'Mandhap pundi, Mas? [turun mana, Mas] tanyanya.
'Ambarawa, Pak?'
'Kulo, Solo' [saya, Solo]
'Tiyang Solo, Pak?' [orang Solo, Pak]
'Mboten, Sragen, Mas' [bukan, sragen, Mas]
Obrolan tidak berlanjut, aku sibuk berkirim pesan pendek, sementara bapak tadi tampaknya segera ingin membenamkan matanya.
Menit ke menit, pemandangan lalu Lalang yang tampak hanya para pedagang minuman, tahu Sumedang, dan tentu saja pengamen. Pengamen pertama berisik dengan lagu banyak menyebut kata Suminah. Gadis yang tidur-tiduran di depanku menggumam kesal.
Pengamen berikutnya agak enerjik dan berusaha menikmati nyanyiannya sendiri. Lagu-lagu dari Andra and the Backbone dia lantun dengan gitar. Gadis di depanku turut bernyanyi.
Orang ketiga yang datang menghibur membawa ukulele. Hanya bunyi Srek! srek! srek! dengan nada naik turun yang terdengar. Gadis di depanku cuma bernyanyi 'sri.. Sri.. Ndang baliyo'