Mohon tunggu...
Teguh Teguh
Teguh Teguh Mohon Tunggu... wiraswasta -

Freelancer menulis dan memotret agar dapur tetap ngebul

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komidi Puter

6 November 2009   20:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:25 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_22606" align="alignleft" width="300" caption="Grup Sinten Remen"][/caption]Drama saling bunuh dengan tagline 'Buaya Lawan Cicak' memasuki babak lanjut. Semakin seru dan bertambah rumit. Tapi ditengah kompleksitasnya ada alegori menggelitik bila dikaitkan dengan sebuah tembang karya Sinten Remen berjudul Komidi Puter. Sebuah Grup musik yang di gawangi G. Djaduk Ferianto.

Potongan lirik dalam lagu Komidi Puter tampak pas untuk menertawakan drama Buaya-Cicak. Ya, terkesan pas, baik konyol maupun kemirisannya.

"Komidi puter sudah dijalankan
badut badut menari sambil melingkar "

Awal lagu dibuka dengan gaya lirik seperti orang mengejek 'ha e..ha..e..ha..e nang ning neng nong' disambung dua bait di atas. Sebuah komidi putar memang sedang dipentaskan ditengah masyarakat yang silih berganti menampilkan tampang-tampang seolah-seolah masing-masing tidak punya dosa. Dan seperti para badut mereka menari melingkar di belakang layar media pasang kudas-kuda dan strategi.

Potongan lirik berikutnya agak tajam mengata-ngatai para pejabat kita.

"Kata orang negara ini bersatu
kok malah pejabatnya pada lucu
jegal sana main sikut [sana sana kentut]
bau mulut nya badut seperti kentut
bikin rakyat makin hari makin takut"

Bukankah kita sudah muak dengan pledoi para buaya dan Cicak di layar televisi kita, bukankah itu seperti komedi tahun lawas yang tidak lagi renyah mengocok perut. Tampang-tampang dengan muka tegang tampak begitu menakutkan. Coba bayangkan mereka, berada di atas ring saling jotos dengan tiap jotosan dibarengi bunyi kentut yang keras. Itu baru lucu tapi bikin mual perut.

Sementara di lagu yang lain Repormasi, ada lirik yang menarik menyingkap tentang suap menyuap.

"Jaman baru bukan harapan baru
yang bersalah mestinya ounya malu
repormasi kok cuma berganti baju
tanpa ragu terima suap selalu."

Dan di luar drama politik yang marak menjejal media, di luar sana Sinten Remen cuma bernyanyi,

"Bendera melambai lambai dilangit
bisik bisik di kuping rasanya sakit
airmata dan darah menjadi tumpah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun