Di pengujung tahun 2012, situasi nasional masih diwarnai maraknya korupsi dan kekerasan terorisme. Seperti kata Ronggowarsito, pujangga abad ke-19, Indonesia sepertinya masih terkungkung dengan zaman Kalabendu.
Zaman Kalabendu adalah zaman yang mantap stabilitasnya, tetapi alat stabilitas itu adalah penindasan. Ketidakadilan didewakan. Penguasa lalim tak bisa ditegur. Korupsi dilindungi. Kemewahan dipamerkan di samping jeritan kaum miskin dan tertindas. Orang jujur ditertawakan dan disingkirkan.
Sebagaimana ujaran Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakakt KPK, Dedi A Rahim, masih banyak perilaku oknum-oknum pejabat birokrasi yang menganut paham hedonisme. Kalau sudah seperti itu, bagaimana si pejabat bisa melayani rakyat. Banyak perilaku birokrat yang berlebihan, pulang-pergi diantar jemput, pakai voorijder, punya kantor megah, berlantai 8, ada kamar mandinya, kalau kebakaran mungkin mau turun dari atas. Mereka lupa bahwa makanan-minuman, batik, sepatu dan kantornya itu dibiayai dari uang rakyat.
Perilaku hedonis inilah yang mendorong orang untuk melakukan korupsi. Kemewahan hedonisme dicapai dengan jalan instan mengeruk uang negara yang berasal dari rakyat.
Di lain sisi penjahat dipahlawankan dengan dalil ayat-ayat suci sehingga kekerasan dihalalkan yang menjadi kredo para teroris. Poso, Kabupaten di Sulawesi Tengah terus membara. Tiga anggota Brimob tewas diserang saat melakukan patroli rutin. Menjelang akhir tahun ini, harapan dan doa untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik harus terus kita bangun. Optimisme harus tetap dijaga bahwa pada tahun 2013 nanti kekerasan terorisme dan korupsi akan semakin berkurang lalu menghilang.
Yang perlu dilakukan oleh segenap komponen bangsa adalah tetap eling lan waspodo, senantiasa ingat agar tidak kebablasan dan waspada, sebagaimana wejangan Ronggowarsito.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H