Tidak punya telepon rumah, riwayat diusir paksa dengan ramah
Kisah hidup perantau di Ibu Kota Negara tercinta yang juga terlaknat memang menggemaskan. Bahkan untuk urusan membikin rekening baru di bank, para calon nasabah harus dibikin keki setengah malu. Termasuk Kang Togog.
Pada satu jumat siang, Kang Togog berniat ingin punya kartu ATM baru setelah berpikir pengiriman duit lewat wesel pos selama ini, ongkosnya terasa makin mahal. Dengan sigap sesampainya di teras bank, sebut saja Bank 'Berdikari', dia memarkir motor gembelnya di sela-sela mobil yang juga diparkir disitu. Bank ini cuma kantor cabang pembantu sehingga parkirannya pun seadanya dengan dengan penjagaberkaos dan bersandal jepit. Jadi maklum jika manajemen parkirnya elegan bergaya preman.
Satpam segera membukakan pintu buat kang togog sembari menguluk salam siang. Ada dua buruh wanita yang tampak bersiaga melayani tamu yang datang. O ya! Kang Togog tak biasa dengan istilah cutomer service. Buruh di meja dekat pintu masuk tampak lebih menarik, tapi sayang menampik kang togog yang kemudian mengalihkannya ke rekan sebelahnya. Kang Togog memang lusuh, jadi tampaknya wajar jika harus diperlakukan begitu.
Dengan semangatnya, wanita kedua didepan kang togog mengajak jabat tangan.
'Saya Henda, bisa dibantu, Bapak?'
'Saya mau mbuka rekening, Mbak Renda.'
'Bisa minta KTPnya, sama nomor telepon rumahnya'.
'Waduh, kalo nomor telepon punya, tapi kalo rumah di jakarta enggak punya.' Mbak didepan kang togog cuma senyum mencibir.
'Nomor telepon tempat tinggal sekarang?'
'Saya ngekos, mbak'
'Bapak punya saudara?'
'Sebentar, mbak. saya sms saudara yang punya telepon rumah'
Sangkaan Kang Togog rupanya keliru. Pikirnya, dengan hanya bermodalkan KTP Jakarta yang dibelinya seharga 125 ribu rupiah bisa bikin rekening baru di kantor pemakan riba itu. Permintaan mbak buruh tentang nomor telepon rumah, benar-benar menohok naluri kemiskinannya. Prosedur sepihak memang kejam, batinnya. Cukup lama, Kang Togog pencat-pencet hapenya pura-pura SMS.
'Sudah dapat,Pak nomornya?
'Sebentar, saya telepon saja'