Tuntas sudah pengabdian pada nusa dan bangsa. Tiga puluh enam tahun bukan waktu sedikit buat Ibu E. Komariah, seorang pendidik atau guru yang telah membhaktikan dirinya sejak diusia muda. Bahkan, sebelum merajut mahligai rumah tangga-pun tak pernah menoleh apalagi beranjak atau beralih dari ruang kelas untuk hal-hal yang tak ada kaitannya dengan bidang pendidikan. Ia tetap setia sampai batas usia yang mengharuskan dirinya pergi dari lingkungan sekolah. Bayangkan, 36 tahun tanpa lelah kerap memberikan pencerahan dengan persembahan ilmu pengetahuan untuk para buah hati, yaitu dunia pendidikan, anak didik dan guru-guru di sekolah.
Tak bisa dibantah, dari tangannnya berkali-kali dilahirkan banyak pemimpin bangsa. Dari tangannya pula tercipta orang-orang berprestasi yang meniti karier diberbagai bidang kehidupan. Tetapi semua itu akan berakhir bersamaan dengan selesainya masa pengabdian sebagai guru di sebuah sekolah yang telah memberikan tempat untuk berkarya. Dia-lah, E. Komariah, SPd, Kepala SDN Sagalaherang 2, yang terdapat di Kecamatan Sagalaherang, Kabupatren Subang.
Masa bhakti Ibu Komariah akan berakhir 1 Januari 2016. Tentu bukan waktu sedikit ketika tahu kapan ia mulai menjalankan tugasnya sebagai seorang guru. Sebaliknya, terasa begitu cepat saat dihadapkan pada masa purna tugas yang tinggal menghitung jari. Rasanya terlalu singkat, terlalu tergesa untuk seorang guru yang begitu dicintai sekaligus dihormati oleh orang-orang yang selama ini ada disekitarnya.
“Ibu tak lama lagi ada bersama kami, karena beliau memasuki pensiun. Sangat berat berpisah dengannya, sulit mencari pengganti sosok seperti Ibu Komariah. Beliau orang yang penuh dedikasi, dekat dengan guru-guru dan sangat menyayangi anak didik,” kata sejumlah guru di SDN Sagalaherang 2.
Ibu Komariah sendiri sebetulnya mengaku, usia bukan halangan untuk melanjutkan pengabdian sebagai guru atau tenaga pendidik. Tetapi karena dihadapkan pada peraturan, apa boleh buat harus diakhiri. “Kalau saja boleh menawar, saya masih siap untuk meneruskan pengabdian ini sampai jiwa dan raga terpisahkan,” ujarnya.
Ungkapan Ibu Komariah tentu saja bukan sekedar menyangkut status pekerjaannya sebagai PNS, sehingga purna tugas akan mengurangi rezeki dari jabatan yang selama ini diperoleh. Dan juga tidak terkait status sosial sebagai seseorang yang memiliki jabatan kepala sekolah. Tetapi lebih kepada kecintaannya pada anak didik yang sudah ia bina selama 36 tahun dan guru-guru yang selalu ada disekelilingnya. Bagaimanapun juga, semua itu telah menyatu dalam jiwa, yang membuat dirinya tak ingin terpisahkan dari anak didik, guru-guru dan lingkungan sekolah. Purna tugas sudah jelas akan memisahkan dirinya dari dunia yang selama ini ada dalam hidupnya.
Ibu Komariah yang sehari-hari dikelilingi anak didik dan guru-guru itu, tampak berkaca-kaca tatkala berbincang makin dalam tentang masa purna tugasnya. Pengungkapan isi hati disaat-saat akhir pengabdiannya ini, membuat mata Ibu Komariah memerah diselingi tatapan mata yang jauh dan kosong.
Tetapi kemudian meluncur kalimat yang tak terduga dan sekaligus menggetarkan hati, “Sebentar lagi saya harus pergi, pergi jauh dari dunia yang selama ini selalu ada didekat saya. Nanti ketika waktunya datang, dipastikan saya tidak mungkin lagi mendengarkan celoteh anak didik yang selama puluhan tahun menjadi bagian belahan hidup saya, baik ketika tengah mengajar dikelas maupun dilingkungan sekolah. Saya tak mungkin lagi setiap hari berbagi kasih sayang dengan mereka,” ucapnya perlahan.
Meski dengan nada bicara seolah dirinya dalam keadaan tegar, namun suara hati tak bisa dibohongi bahwa direlung hatinya muncul kegundahan dan kepiluan akan hilangnya orang-orang yang selama ini ada didekatnya, yaitu tadi anak didik, guru-guru dan seluruh kehidupan di sekolah. Tutur kata Ibu Komariah pun sempat tersendat sambil dibarengi roman muka sendu.
Ibu Komariah tentu tak mampu menyembunyikan perasaannya saat bertutur bagaimana ia memulai menjalani profesi sebagai guru atau tenaga pendidik, yang mulai dimasuki sejak tahun 1979. Pengabdian sebagai guru dimulai oleh Ibu Komariah di Desa Curugrendeng, Kecamatan Jalancagak. Kemudian beberapa tahun kemdian pindah mengajar di SD lain di Kecamatan Sagalaherang, sampai akhirnya mendapat tugas memimpin SDN Sagalaherang 2.
“Saya pernah merasakan lelahnya menjadi guru, karena harus menempuh perjalanan ke sekolah dengan berjalan kaki akibat jarak sekolah cukup jauh dari rumah. Namun semua itu tak bisa menghentikan semangat saya untuk mengajar murid-murid agar menjadi anak-anak pandai dan pintar,” ujarnya.
Pahit Getirnya
Ibu Komariah pada masa itu sempat pula merasakan pahit getirnya meniti karier sekaligus meniti kehidupan dalam keluarga. Terutama sebagai PNS dengan pendapatan yang relatif masih kecil. Sementara dilain sisi, sangat terasa kebutuhan hidup dari waktu ke waktu terus merangkak naik. Namun lagi-lagi hal itu tak menjadi halangan, tak bisa memupus keinginan untuk terus mengajar para anak didiknya.
Pada sisi ini, sudah sering kita saksikan banyaknya tenaga pendidik yang tak lagi fokus pada dunianya. Ada yang berarlih, ada pula yang mengembangkan dengan keahlian lain atau nyambi sekedar menutupi kebutuhan hidup. Tapi tidak dengan Komariah, yang mengaku mampu memenej hati dan menyesuaikan dengan keadaan yang ia terima.
“Saya kira soal ini tergantung orang-nya. Besar-kecil pendapatan tergantung bagaimana orang menggunakannya. Ada yang punya pendapatan besar, tetapi tetap saja merasa kurang. Tetapi sebaliknya, ada yang kecil, namun bisa mencukupi kebutuhannya.”
“Saya pribadi selalu bertindak cermat terutama menyangkut persoalan ekonomi keluarga, sehingga alhamdulillah bisa menggunakan dan memanfaatkannya sesuai dengan keadaan. Dalam kaitan ini, saya selalu bersyukur terhadap apa yang saya dapatkan. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang diluar jangakauan kemampuan diri saya sendiri,” kata Ibu Komariah.