Mohon tunggu...
Teguh Kurniawan
Teguh Kurniawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Rokenroll

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bapak, Aku Bolos Sekolah Yaaa....

29 Januari 2011   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:05 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="" align="aligncenter" width="150" caption="sumber : http://politikana.com/images/small/angpao.jpg"][/caption]

Dua anak kurus itu mengacu sepedanya di siang bolong yang cukup panas. Sepeda jengki merah dengan ban putih dan setir dicat kuning sudah menjadi trademark mereka. Tak ada yang tahu sebetulnya sepeda tersebut milik siapa. Kadang si hitam keriting bernama Kelik yang membawa pulang sepeda itu ke rumahnya di jalan Veteran sana. Namun ada kalanya si Rofik pemilik rambut lurus berkacamata yang sedang dibonceng itu  yang memandu sepeda tersebut ke rumahnya di daerah pasar lama.

Kelik dan Rofik memang sudah bersahabat sejak 2 tahun yang lalu ketika mereka masih duduk di bangku kelas 1 SMP Sukodono. Entah apa yang menyebabkan mereka berdua begitu akrab. Kalau dilihat dari selera musik saja mereka sudah pasti berseberangan. Kelik, sesuai penampilannya suka sekali mendengarkan lagu-lagu dangdut. Kalau ditanya tentang judul dan lirik lagunya Rhoma Irama maka si keriting satu ini pasti hafal di luar kepala. Masalah joget-menjoget maka jangan tanya keluwesan badan dan gerakan tangannya. Acara lomba joget tujuhbelasan di RWnya selalu diikutinya secara rutin. Lain halnya dengan Rofik si Cah bagus ini. Anak yang satu ini senang sekali mendengarkan lagu-lagu barat. Entah itu beraliran rock atau pop selama itu lagu barat maka anak ini akan menyukainya. Acara radio yang memutar lagu barat jarang sekali luput dari perhatiannya. Mungkin juga ini yang menyebabkan Rofik cukup banyak hafal kosakata bahasa Inggris walau kalau dari susunan grammer nya anak ini kacau sekali. Dalam hal kegemaran warna, dua bocah sekelas dan sebangku ini juga memperlihatkan selera yang berbeda. Hal ini bisa diterawang dari corak warna tas mereka. Kelik menyukai warna hijau dan putih yang tercermin dari warna tasnya yang selalu ganti minimal dua kali satu minggunya. Sementara Rofik lebih menyukai warna hitam dan merah. Satu-satunya persamaan mereka secara kasat mata adalah kecintaan mereka terhadap sepeda jengki tunggangan mereka. Tak ada hari ke sekolah tanpa sepeda itu. Bila Batman dan Robin mempunyai batmobile sebagai tunggangan maka dua bocah yang baru gede ini menyebut sepeda mereka dengan  kepikbike. Kepik sendiri menurut mereka mempunyai dua arti. Yang pertama tentu saja adalah singkatan dari nama mereka berdua, Kelik dan Ropik (dalam pergaulannya memang Rofik dipanggil Ropik). Yang kedua sesuai dengan artinya kepik adalah serangga. Sengaja memang kepikbike mereka cat merah karena konon kepik merah membawa keberuntungan. Siang itu dua bersahabat tersebut memilih warung bakso jember sebagai  tempat transit sementara. Jarang sebetulnya bagi mereka jajan sepulang sekolah karena biasanya mereka ngobrol di  rumah secara bergantian. "Lik, aku besok gak masuk sekolah." "Hah, mau kemana kamu? Atau sekarang lagi gak enak badan?" "Mau kemana sih belum tahu tapi aku perlu tambahan uang buat beli kaset nih", si Rofik cengengesan. "Woo dasar Londo kere, mau ngamen lagi pasti." "Yee ngamen sih enggak tapi konser hahaha..ugh...ugh..", Rofik sedikit tersedak karena tawa dan kuah baksonya. "Asem kamu. Kenapa bukan minggu besok saja, lagi pula ijin ke bu Liyan gimana ?" "Nah itu dia Lik, minggu besok aku diajak Mas Giyo ke Pasuruan seharian sementara aku sudah ngebet ingin beli kasetnya Bon Jopi yang baru." "Halah...dasar kemaruk, terus ijin nggak masuknya bagaimana ?? Suratmu siapa yang mau buat?" "Hehehe...buatin ya Lik, tulisanmu kan mirip-mirip tulisan bapak-bapak." Mendengar ucapan Rofik tersebut membuat kali ini giliran Kelik yang tersedak karena kaget. "Gundulmu, sudah gila apa kamu, seumur-umur aku belum pernah nulis surat ijin nggak masuk sekolah." "Justru itu dia Lik, pengalaman pertama kata orang-orang gede sih justru mengasyikkan... he .. he.." "Endhasmu..." Kedua anak tersebut meneruskan obrolan mereka. Si Rofik terus merayu Kelik untuk membuatkan surat ijin tidak masuk sekolah buatnya. Si Kelik terus berusaha menolak. Namun, itulah salah satu ciri khas persahabatan mereka. Meskipun pada awalnya salah satu dari mereka menentang rencana kawannya namun toh pada akhirnya mereka berdua selalu saling membantu. Keberhasilan rencana Rofik mulai terlihat ketika dia mengeluarkan selembar kertas lengkap dengan amplopnya. "Oalah Pik, sudah disiapkan sejak sebelumnya toh...ck ck ck ck..", Kelik menggaruk rambut sarang burungnya. Rofik tersenyum. ******* Keesokan harinya, kepikbike hanya ditunggangi oleh Kelik seorang saja. Jarang-jarang memang hal ini terjadi. Pernah dulu ketika Kelik sakit typhus selama seminggu, atau ketika Rofik sakit cacar air juga selama seminggu. Sisanya, hampir setiap hari sepeda tersebut selalu ditunggangi berdua. Pagi itu Kelik memarkir kepikbike di tempat parkir dekat kelasnya. Lagu bujangan dengan suaranya yang fals dia dendangkan perlahan sambil berjalan menuju kelasnya. Tujuan pertama di pagi itu jelas baginya, mendatangi Eva sang ketua kelas dan menyerahkan surat hasil karya yang dibuatnya siang kemarin. Tak ada hitungan menit Kelik pun sudah berada di depan bangku Eva. "Hai Va, nih surat dari bapaknya Rofik, hari ini Rofik nggak masuk karena ada keperluan dengan orang tuanya." "Ciee...sendirian dengan kepikbike nih...", seloroh Eva. Kelik hanya tersenyum. "Eh Lik, hari ini kita punya wali kelas baru lho menggantikan Bu Liyan". "Hah.. o iya ? Bu Liyan memangnya mau pindah mengajar ke SMP lain ?" "Tidak Lik, Bu Liyan tetap mengajar di sini hanya saja sudah bukan sebagai wali kelas kita." "Oohh... penggantinya siapa ya? Tahu namanya Va ?" "Tadi Bu Liyan ngomong ke saya namanya Pak Seno.. dia baru mengajar di sekolah kita hari ini." "Ohhh.. Pak guru yaa.. he he he..", Kelik berjalan ke arah bangkunya di dekat jendela koridor kelas. Pandangannya sedikit mengarah ke ruang guru yang tak jauh dari kelasnya. Bel masuk kelas dua menit lagi ketika secara tak sengaja Kelik melihat sosok yang sangat dikenalnya  di dalam ruang guru. Sosok pria dengan rambut memutih dan kumis tebal dan putih. Ya, sosok itu dikenal baik oleh Kelik karena paling tidak seminggu sekali Kelik selalu bertatap muka dengannya. Bagai diketok palu otaknya Kelik langsung teringat dengan apa yang dikatakan Eva barusan. "Va, tahu nama lengkapnya Pak Seno wali kelas kita yang baru masuk hari ini ?" "Hmmm...kalau tidak salah Bu Liyan tadi bilang ke saya namanya Pak Seno Sutrisno..,kenapa Lik ?" Ooo langit gonjang ganjing, wedus gembel mblewer... bagai kesetrum aliran listrik tegangan tinggi Kelik berdiri dari kursi bangkunya. Digaruk rambut keriting lebatnya berulang kali. Toleh kebingungan seolah-olah di depannya berlarian makhluk halus menyusul kemudian. Kelik ingat dan yakin betul kalau sosok yang dilihatnya adalah bapaknya Rofik yang tak lain tak bukan namanya adalah Seno Sutrisno, lengkapnya pun dia tahu Drs. Seno Sutrisno.. Segera Kelik mengemasi kembali beberapa buku yang tadi sudah dikeluarkan dari dalam tas. Tak peduli buku di dalam tasnya berada dalam posisi terlipat. Tak peduli pensil dan pulpen yang belum ditutup segera dia tinggalkan bangkunya. Sambil menoleh kesana kemari dihampirinya Eva si ketua kelas. "Waduh Va, tiba-tiba aku sakit perut", ujar Kelik dengan wajah memucat, "Aku pulang saja ah mau ke dokter, surat dokter menyusul ya, tolong nanti sampaikan ke wali kelas baru", Kelik pun berjalan cepat meninggalkan kelas. "Lik, tidak bisa begitu....nanti apa kata Pak Seno? .... Lik.. Lik..!", sedikit Eva berteriak namun Kelik sudah berada di balik pintu kelas berjalan tergesa. Eva hanya memandanginya ketika tak lama dilihatnya Kelik sudah menunggangi kepikbike nya dengan kecepatan tinggi. Di luar kelas, dengan kecepatan tinggi Kelik mengayuh tunggangannya meninggalkan sekolah pagi itu. Kayuhan kakinya cepat sekali dan berangsur mulai memelan setelah berada sekitar 1 kilometeran dari sekolahnya. Tak lama kemudian secara tiba-tiba Kelik menghentikan sepedanya dan seperti akan teringat sesuatu dia mengobok-obok isi tasnya. Ada sesuatu yang dicarinya memang dan sepertinya tidak akan ditemukan kapanpun di dalam tasnya. "Ah... surat ijin Rofik sudah kuserahkan ke Eva tadi pagi... mati aku !!!", Kelik berbicara sendiri perlahan. Kali ini langkahnya gontai. Dituntunnya kepikbike untuk sesaat, tak jauh dari situ ditolehnya warung bakso jember dengan tatapan kosong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun