Wajah Wiwiek Dwiyati (54) tampak  resah. Sepeninggal Moch Djoko Yuwono, suaminya yang wafat karena sakit pada 21 April 2018 lalu, kondisi sanitasi rumahnya semakin memburuk. Pasalnya, aliran air buangan dapur dan kamar mandinya tak pernah sampai ke got utama di tepi Jalan Cempaka Baru Timur I di wilayah Kampung Bugis itu.
"Melihat ini, saya merasa seperti sia-sia dengan pekerjaan selama ini," kata Wiwiek sambil menunjuk ke arah genangan air di depan rumahnya.
Genangan air kotor berwarna kehitaman itu menutupi dua buah bak kontrol saluran air. "Air dari dapur dan kamar mandi saya mandeg di sini, gak bisa kemana-mana. Sudah berbulan-bulan jadi sarang nyamuk," lanjutnya.
Sebagai ibu rumahtangga, dengan dua anak yang sudah dewasa Wiwiek aktif bermasyarakat dan berorganisasi. Dia mengikuti kegiatan kelompok PKK (Pendidikan Keterampilan Keluarga) di lingkungan RW tempat tinggalnya sejak kecil.
Wajahnya tampak semakin gelisah ketika langit Jakarta pada Rabu (2/1/2019) sore tertutup awan mendung. Dia mengkhawatirkan kondisi sanitasi di rumahnya akan lebih buruk lagi pada musim hujan.
"Jentik-jentik nyamuk di kolam bak kontrol itu kayaknya meledek saya, deh," ujar Wiwiek berupaya menghibur diri sambil tersenyum kecut.
Jumantik memiliki tanggung jawab untuk mendorong masyarakat melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara rutin. Jumantik berperan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapaan masyarakat menghadapi demam berdarah dengue (DBD).
Peningkatan kapasitas bagi para Jumantik diberdayakan oleh pihak kelurahan untuk menambah kemampuan mereka menyebarkan informasi yang tepat dan benar tentang penanggulangan DBD.
Ya, sungguh ironis memang tugas Wiwiek sebagai Jumantik dengan kondisi sanitasi rumahnya.
"Yang mengeluhkan bukan cuma saya, tapi ada dua Kepala Keluarga lainnya di RT 015 / RW 03," ujar Wiwiek.