Jenis film apa yang cocok diperankan oleh Menteri Kelautan Republik Indonesia, ibu Susi Pudjiastuti?Â
Pertanyaan itu muncul di benak saya ketika mencuri dengar obrolan orang di seberang meja sebuah kafe di Plaza Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan bulan April 2018. Malam itu, sambil ngopi saya ngecek akun medsos dan memantau timeline.
Empat orang di seberang saya duduk, mengobrol dengan volume suara yang standar. Tapi, masih bisa saya menangkap suara mereka yang berencana membuat film tentang ibu menteri yang terkenal dengan ucapannya "Tenggelamkan!" itu.Â
Pertanyaan saya tadi hanya terungkap di dalam hati, dan saya jawab sendiri dengan alasan sendiri, di dalam hati juga.Â
Misalnya, karena melihat sepakterjang Bu Susi selama jadi menteri di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, maka beliau cocok berperan di film drama action.
Bu Susi Pudjiastuti bisa ditampilkan pada film yang menampilkan scene-scene perang terhadap mafia di laut, penenggelaman kapal-kapal penjahat pencuri ikan, dan lainnya. Karakter Bu Susi yang cerdas dan 'urakan' itu sangat berkarakter, dan punya kemampuan mengorganisir serta memimpin perusahaan.
Dengan alasan itulah beliau yang juga bisa tampil cantik dan seksi, layak memerankan karakter layaknya perempuan jagoan di film spionase ala James Bond.
Sayangnya, obrolan mereka membuat imajinasi saya tentang genre film untuk Bu Susi, yang saya jagokan, pupus.Â
Mereka bersepakat akan membuat film yang menghadirkan Bu Susi sebagai sosok perempuan smart dan romantis. Tentu saja, genrenya drama romantis. Mau rasanya saya urun rembug duduk semeja dengan mereka, tapi siape elo? Hehehe..
"Kita bikin film yang simple saja, drama. Seperti film Dilan 1990, kan laku keras. Kita mulai ceritanya dari Bu Susi saat meniti karir di perusahaan, kemudian ketemu suaminya yang orang bule. Romantisme mereka yang kita angkat. Pasti menarik. Ending-nya ketika dia dapat telepon dari Presiden untuk dijadikan menteri," kata salah seorang diantara keempatnya.
Gagasan orang yang tampaknya terbiasa membuat skenario film itu, tidak dibantah oleh ketiga rekan semejanya.
"Ya, kita harapkan juga seperti itu. Penonton remaja dan dewasa targetnya. Jadi, selanjutnya kita pitching lagi nanti ya. Atur jadwal lagi. Saya tunggu minggu depan hasil sinopsisnya dulu," kata lelaki lainnya, yang penampilannya paling rapi. Mungkin dia pemilik modal untuk produksi film itu.
Dua orang lainnya (satunya perempuan) hanya manggut-manggut. Tapi si perempuan menyimak sambil mencoret-coret tulisan di buku notes. Mungkin dia bagian marketing film itu nantinya. Sedangkan lelaki yang satunya menimpali dengan beberapa kalimat, yang saya dengar punya link ke sebuah stasiun televisi.
"Oke, saya harus cari referensi tentang Bu Susi juga bertemu untuk wawancara," kata si penggagas cerita tadi.Â
Obrolan selesai, mereka bubar. Seminggu setelah Idul Fitri kemarin, saya mendengar lagi soal rencana produksi film tentang Bu Susi itu. Kali ini saya mendengar langsung dari sejumlah orang film yang kebetulan bertemu mereka.Â
Jika rencana produksi film itu terlaksana, maka akan bertambah referensi penonton film Indonesia, yang mengisahkan sosok populer di panggung politik negeri ini.Â
Setelah dua film kisah Jokowi (2013) dan Jokowi Adalah Kita (2014), tahun ini sedang diproduksi film Anak Hoki tentang sosok Ahok (Basuki TJahaja Purnama).Â
Wah, bakalan seru peta perfilman Indonesia tahun 2018!**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H