Mohon tunggu...
teguh haryadi
teguh haryadi Mohon Tunggu... profesional -

guru sebuah sma negeri di pinggiran kabupaten bekasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekolah tak Harus Gratis-

15 Desember 2015   22:59 Diperbarui: 15 Desember 2015   23:53 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah banyak wilayah di seluruh Indonesia menerapkan kebijakan Sekolah Gratis. Ada beberapa hal yang patut saya setujui dan beberapa hal lain yang perlu diberi catatan. Saya sependapat bahwa negaralah yang paling ideal sebagai penyelenggara sekolah gratis. Hanya bagi saya setelah saya amati pelaksanaan sekolah gratis banyak kabupaten di Jawa Barat terutama Sekolah Menengah Atas tidak semuanya berlangsung dengan mulus. Bagi sekolah gratis yang anggaran bulanannya lebih kecil dari dana yang diberikan oleh pemerintah tentu sekolah gratis sebuah berkah yang luar biasa, sedangkan sekolah yang anggaran belanja sekolahnya lebih tinggi dari dana yang dikucurkan oleh pemerintah maka sekolah gratis adalah musibah.

Makanya secara pribadi saya kurang begitu setuju dengan sekolah gratis yang diterapkan secara keseluruhan di semua wilayah tanpa melihat kondisi setempat.Sekolah perkotaan orang tua cenderung melihat kualitas sekolah tak begitu peduli soal beaya, sedangkan masyarakat pedesaan pembeayaan sekolah adalah ukuran pertama yang harus dilihat ketika ingin menyekolahkan anaknya. Artinya sekolah gratis boleh saja diterapkan di sekolah di wilayah dengan tingkat ekonomi masyarakat yang umumnya masih lemah. Sedangkan sekolah di perkotaan bisa saja diterapkan subsidi silang. Itu jauh lebih mendidik dibanding semua digratiskan. Sekolah berkualitas membutuhkan beaya, dan itu tidak murah.

Banyak kasus di Jawa Barat setelah adanya sekolah gratis sekolah mulai mengurangi fasilitas sekolah mengikuti anggaran yang didapatkan. Biasanya sekolah berpendingin udara, setelah adanya sekolah gratis diganti kipas angin. Contoh lain siswa ekstra kurikuler biasanya mengirim lomba sampai 10 perlombaan per tahun diperkecil hanya 3-5 lomba per tahun. Latihan ujian biasa dilakukan 5-10 kali menjelang UN hanya dilakukan 1 kali dan banyak contoh lainnya bentuk-bentuk pengurangan kualitas dan kuantitas pendidikan setelah munculnya sekolah gratis.Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan betapa harus hati –hati menerapkan system sekolah gratis ini.

Hal lain yang patut disoroti dalam program sekolah gratis adalah banyaknya orang tua yang memanfaatkan kebijakan sekolah gratis. Banyak yang meminta surat keterangan tidak mampu padahal mampu secara ekonomi. Banyak hal itu terjadi juga di Jabar tetapi biasa di wilayah yang tingkat pendidikan masyarakatnya belum tinggi. Mereka tak malu mendapatkan keringanan pembiayaan malahan merasa bangga dan menganggap itu adalah bea siswa. Tetapi hal tersebut jarang ada di wilayah dengan tingkat pendidikan yang tinggi, orang tua bahkan bersedia memasangkan fasilitas pendingin ruangan dan membayarkan beaya bulanan untuk rekening listriknya. Artinya hal tersebut kasuistik dan bisa diatasi dengan control yang ketat dari sekolah melalui survey lokasi rumah orang tua siswa.

Hal lain menarik lainnya tentang sekolah gratis adalah apa yang diperoleh dengan gampang akan diperlakukan dengan gampang , tetapi apa yang diperoleh dengan susah payah akan dimanfaatkan dengan cermat. Hal ini saya sangat sependapat karena dari pengalaman kami di sekolah sekolah gratis rata-rata minat belajar siswa lebih rendah dibanding sekolah berbayar. Serta control orang tua terhadap perkembangan anak cenderung lebih kecil dibanding di sekolah berbayar.

Ini data mentah saja belum melalui penelitian ilmiah tetapi rata rata teman guru punya pendapat yang sama soal ini. Hal lain yang patut dicermati di wilayah yang tingkat melanjutkan masih rendah, dengan adanya sekolah gratis minat melanjutkan menjadi sangat tinggi, mungkin itu sisi positifnya, jika ada anak dengan kualitas baik tetapi ekonominya lemah akan tetap sekolah. Tetapi sisi negatifnya adalah banyak anak-anak yang secara kualitas kurang layak masuk ke sekolah umum tetapi karena gratis dan kuota masih ada mau tidak mau diterima juga disekolah dan inilah yang kadang menjadi beban dan masalah baru di sekolah.

Dan hal yang pasti perlu difahami adalah pendidikan itu jer basuki mawa bea, untuk mendapatkan keluhuran memerlukan pengorbanan dan pembiayaan ,dan karena sekolah gratis ini ditanggung oleh Negara sudah seharusnya prosedur pencairan anggaran dan belanja sekolah itu tidak berbelit-belit dan transparan. Sehingga semua pihak yang berkepentingan bisa dengan mudah mengakses informasi itu, serta segenap guru dan tata usaha tetap mendapatkan haknya secara tepat waktu dan tidak ditunda-tunda.

Terakhir catatan dari kami adalah adil adalah memberikan segala sesuatu sesuai porsinya masing-masing dan tidak selalu memberikan kepada semua nya jumlah yang sama. Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi yang berbeda-beda dan tidak dalam keadaan yang sama. Dan memang disitulah kita bisa melihat indahnya karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun