Mohon tunggu...
teguh haryadi
teguh haryadi Mohon Tunggu... profesional -

guru sebuah sma negeri di pinggiran kabupaten bekasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memperbaiki Proses Rekrutmen Kepala Sekolah Negeri

4 Januari 2015   06:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Tidak ada anak yang tidak bisa dididik,yang ada guru yang tidak bisa mendidik,tidak ada guru yang tak bisa mendidik,yang ada kepala sekolah yang tidak bisa membuat guru bisa mendidik"(Prof.DR.Ibrahim Bafadal)
Adalah pernyataan tokoh pendidikan yang menjelaskan betapa sangat strategisnya posisi kepala sekolah bagi kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan pendidikan bangsa pada umumnya.Tetapi sayangnya proses reformasi membawa posisi kepala sekolah menjadi terdegradasi karena faktor politik.Mengapa disebutkan begitu karena otonomi daerah menyebabkan posisi kepala daerah memiliki wewenang luar biasa untuk menentukan orang-orang pilihannya untuk duduk dijabatan tertentu bahkan sampai dengan posisi kepala sekolah.Jabatan kepala sekolah diberikan sebagai bentuk balas budi mereka yang telah menjadi tim sukses calon kepala daerah.Sehingga tak heran di banyak daerah setelah pelantikan kepala daerah akan diikuti rotasi besar besaran juga untuk jabatan kepala SD,SMP,SMK,dan SMA Negeri.Karena dianggap sebagai bentuk politik balas budi maka banyak indikasi penyimpangan dalam proses perekrutan kepala sekolah.Hal ini sangat disayangkan karena seharusnya proses reformasi membawa perubahan yang lebih baik dalam perilaku berbangsa dan bernegara ternyata membawa hal yang lebih buruk,apalagi ini adalah dunia pendidikan yang seharusnya murni dari tekanan politik dan bebas melaksanakan tugas luhur amanat UUD 1945 tanpa dipusingkan urusan diluar pendidikan.
Mengapa akhirnya calon kepala sekolah atau kepala sekolah akhirnya larut dalam masalah politik dan tidak bertahan kepada dunia pendidikan yang bersih ?Buah simalakama istilah yang tepat untuk menjawabnya,jika kepala sekolah netral maka dia akan kena rotasi jika ada kepala daerah yang terpilih.Jika dia aktif mendukung calon kemudian calon itu terpilih maka posisi dia aman,tetapi jika calon yang didukung kalah sudah pasti harus siap untuk digeser.Inilah kenapa akhirnya tidak ada posisi netral bagi calon kepala sekolah dan kepala sekolah.Sebuah ironi bagi dunia pendidikan dewasa ini terlebih dengan penerapan kurikulum 2013 yang lebih berat sekarang ini diperlukan sosok pemimpin sekolah yang tak hanya pintar dari segi manajerial tetapi juga pemahaman yang utuh tentang muatan kurikulum 2013 terpadu.Dibutuhkan pengarah dan pengawas bagi pelaksaanan kurikulum 2013 secara tepat.Dan pengawasan harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan dan ini tak mungkin dilakukan oleh pengawas sekolah karena jumlah mereka terbatas.Artinya pemandu dari pelaksana kurikulum ini adalah kepala sekolah.Apa jadinya jika kepala sekolah ini terpilih hanya karena faktor politik dan bukan karena faktor keprofesionalan?Akan terjadi apa yang seperti pernah disampaikan profesor Ibrahim di atas.Inilah mungkin salah satu sebab dari banyak faktor mengapa pendidikan kita seperti jalan di tempat,kalau kita contohkan clifford geertz dengan involusi pertanian maka kita bisa sebut ini adalah involusi pendidikan.Bukan pertanian yang jalan ditempat tetapi pendidikan.Pendidikan seolah olah maju tetapi hanya ditataran luarnya tetapi bobrok di dalamnya.
Apakah tidak ada upaya pemerintah untuk mengatasi bobroknya sistem perekrutan kepala sekolah?Sebenarnya sudah ada dengan pemerintah mengganti Kepmendiknas nomor 162/U/2003 tentang pedoman penugasan guru sebagai kepala sekolah digantikan dengan Permendiknas Nomor 28 tahun 2010 yang merupakan upaya serius pemerintah untuk meminimalisir politisasi jabatan kepala sekolah negeri.Dalam aturan baru ini rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara terbuka melalui surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk semua guru yang memenuhi syarat untuk mendaftar.Dalam kenyataan yang kami amati dalam pelaksanaan permendiknas yang efektif mulai dari 2013 ini jarang sekali daerah yang mengumumkannya secara resmi di surat kabar daerah apalagi website pemerintah daerah. Permendiknas ini belum dipatuhi oleh pemerintah daerah.Artinya yang mendaftar tentu mereka yang dekat dengan simpul kekuasaan baik yang berkaitan dengan dinas pendidikan,DPRD ,maupun bupati/walikota.
Dalam permendiknas baru ini seorang calon kepala sekolah harus direkrut 2 tahun sebelum dia diangkat.Pada kenyataannya sekarang ini kandidat mendaftar setelah pengumuman tanpa menunggu 2 tahun.Artinya disini sudah terjadi penyimpangan di awal perekrutan calon kepsek dan bagaimana akan di dapatkan kepala sekolah yang berkualitas jika dari proses rekrutmennya saja sarat dengan KKN?Itu aturan yang jelas saja bisa disiasati oleh para pelaku kebijakan pusat apalagi yang tak tertulis?Dalam permendiknas no 28/2010 memang tidak disebutkan jika seorang calon kepala sekolah harus pernah menduduki jabatan wakil kepala sekolah atau pembantu kepala sekolah tetapi secara etika tidak tertulis seharusnya mereka yang pernah menduduki jabatan inilah seharusnya yang diprioritaskan.Banyak cerita di daerah muncul kepala sekolah baru dengan golongan baru saja naik dari 3b ke 3c langsung jadi kepala sekolah tanpa pernah jadi pembantu kepala sekolah.Hal ini seharusnya bisa direvisi dalam permendiknas 28.Seorang guru biasa tanpa pengalaman apapun menjadi kepala sekolah hanya karena faktor kedekatan politik dengan kepala daerah menjadikan sekolah seperti kelinci percobaan.Di sekolah dengan banyak guru senior bergolongan 4 dipimpin kepala sekolah dengan golongan di bawah itu pasti kurang memiliki pengaruh yang kuat.Kita seharusnya bisa mencontoh negara maju yang memiliki lembaga independen untuk proses perekrutan kepala sekolah.Di pemerintah daerah sudah ada TPPKS atau Tim Pertimbangan Pengangkatan Kepala Sekolah tetapi sejauh ini masih diragukan independensinya.Ada juga lembaga semacam LPPKS atau Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah tapi tidak juga efektif sejauh ini.
Tidak ada kata terlambat untuk berubah,moment terpilihnya presiden dan wakil presiden pilihan rakyat jokowi-jk harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperbaiki proses rekrutmen kepala sekolah sehingga diharapkan kurikulum 2013 bisa dilaksanakan secara maksimal di sekolah bebas dari pengaruh politik demi kemajuan bangsa.Biarkan satu institusi ini benar benar bebas dari politik agar tujuan mulia mencerdaskan kehidupan bangsa tak cemar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun