Mohon tunggu...
Teguh Dwi Oktovian
Teguh Dwi Oktovian Mohon Tunggu... -

Hidup itu harus di buat so simple and fun,.,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahasa Jurnalistik

21 November 2012   07:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:57 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1353482654127053051

MAKALAH

BAHASA JURNALISTIK DALAM MEDIA MASSA

Oleh :

Teguh Dwi Oktovian

(12.1.70405.0610)

Jurusan Broadcasting

Akademi Komunikasi Radya Binatama

2012

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang.

Perkembangan dunia jurnalistik saat ini khususnya di Indonesia telah mencapai ceorgasme, yaitu puncak dari dunia jurnalistik Indonesia adalah ketika terbukanya kran kebebasan pers yang sebelumnya dibelenggu oleh kerangkeng kekuasaan.

Namun, hal itu menjadi buah simalakama. Disatu sisi kebebasan tersebut bagaikan angin segar dalam padang pasir kekeringan, sehingga setiap orang kapanpun dan dimanapun bebas tanpa melalui saringan dapat mendirikan media dan mengelurakan pendapat dan aspirasi. Tapi disatu sisi kebebasan tersebut telah menghasilkan berbagai ekses dan akses negatife, Peningkatan kuantitas penerbitan pers yang tajam (booming), tidak disertai dengan pernyataan kualitas jurnalismenya. Sehingga banyak tudingan "miring" yang dialamatkan pada pers nasional. Ada juga media massa yang dituduh melakukan sensionalisme bahasa melalui pembuatan judul (headlines) yang bombasis, menampilkan "vulgarisasi: dan erotisasi informasi seks.”

Hal inilah yang menjadi latar belakang analisis dari makalah ini, sejauh mana sebuah media memiliki kualitas jurnalistik, bagaimana penggunaan dan pemakaian bahasa jurnalistik dalam menampilkan berita-berita, serta apakah sebuah media masih memegang ketentuan-ketentuan dan kode etik jurnalistik dalam melaksanakan kegiatan persnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian.

Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupunkomunikasi tertulis (media cetak), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.

Bahasa Jurnalistik memiliki dua cirri utama : komunikatif dan spesifik. Komunikatifartinyalangsungmenjamahmateriataulangsungkepokokpersoalan(straight to the point), bermaknatunggal, tidakkonotatif, tidakberbunga-bunga, tidakbertele-tele, dantanpabasa-basi.Spesifikartinyamempunyaigayapenulisantersendiri, yaknikalimatnyapendek-pendek, kata-katanyajelas, danmudahdimengerti orang awam. BahasaJurnalistikhadirataudiperlukanolehinsanpersuntukkebutuhankomunikasiefektifdenganpembaca (jugapendengardanpenonton). RosihanAnwar :Bahasa yang digunakanolehwartawandinamakanbahasapersataubahasajurnalistik. Bahasajurnalistikmemilikisifat-sifatkhasyaitu :singkat, padat, sederhana, lancer, jelas, lugas, danmenarik. Bahasajurnalistikdidasarkanpadabahasabaku, tidakmenganggapsepikaidah-kaidahtatabahasa, memperhatikanejaanyang benar, dalamkosa kata bahasajurnalistikmengikutiperkembangandalammasyarakat. S. Wojowasito: Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal. Sehingga sebagian besar masyarakat yang melihat huruf dapat menikmati isinya. Walaupun demikian tuntutan bahwa bahasa jurnalistik harus baik, tak boleh ditinggalkan. Dengan kata lain bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok. JS Badudu: bahasa surat kabar harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa surat kabar mengingat bahasa surat kabar dibaca oleh lapisan-lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Mengingat bahwa orang tidak harus menghabiskan waktunya hanya dengan membaca surat kabar. Harus lugas, tetapi jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mesti mengulang-ulang apa yang dibacanya karena ketidak jelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar. AsepSyamsul M. Romli:BahasaJurnalistik/Language ofmass communication.Bahasa yang biasadigunakanwartawanuntukmenulisberita di media massa. Sifatnya : (1) komunikatif, yaknilangsungmenjamahmateriataukepokokpersoalan (straight to the point), tidakberbunga-bunga, dantanpabasa-basi. Serta (2) spesifik, yaknijelasataumudahdipahami orang banyak, hemat kata, menghindarkanpenggunaan kata mubazirdan kata jenuh, menaatikaidah-kaidahbahasa yang berlaku (Ejaan yang disempurnakan), dankalimatnyasingkat-singkat. KamusBesarBahasaIndonesia(2005): Bahasajurnalistikadalahsalahsaturagambahasa Indonesia, selaintigalainnya — ragambahasaundang-undang, ragambahasailmiah, danragambahasasastra. Dewabrata: Penampilanbahasaragamjurnalistik yang baikbiasditengaraidengankalimat-kalimat yang mengalirlancerdariatassampaiakhir, menggunakan kata-kata yang merakyat, akrab di telingamasyarakatsehari-hari; tidakmenggunakansusunan yang kaku formal dansulitdicerna. Susunankalimatjurnalistik yang baikakanmenggunakan kata-kata yang paling pas untukmenggambarkansuasanasertai isipesannya. Bahkannuansa yang terkandungdalammasing-masing kata pun perludiperhitungkan.

B. Karakteristik Bahasa Jurnalistik.

Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahsa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, majalah jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik suart kabar, selain harus tunduk kepada kaidaja atau prinsip-prinsip umum bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khsusu dan spesifik. Hal ini yang memebdakan dirinya dari bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi, dan bahasa jurnalistik media on-line internet.

Adapun ciri utama dari bahasa jurnalistik yang secara umum berlaku untuk semua media berkala yaitu:

1. Sederhana.

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat hetrogen; baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalsitik

2. Singkat.

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroslan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-kolom halaman surat kabar, tabloid atau majalah sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekuensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi dan karakteristik pers.

3. Padat.

Padat dalam bahasa jurnalistik menurut Patmono SK, rekatur senior Sinar Harapan dalam bukunya Tehnik Jurnalistik (1996:45) berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis membuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Tetapi kalimat yang padat kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.

4. Lugas.

Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufisme atau pengahlusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga etrjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.

5. Jelas.

Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagi contoh, hitam adalah warna yang jelas, begitu juga dengan putih kecuali jika keduanya digabungkan maka akan menjadi abu-abu . perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas disini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah objek predikat keterangan (SPOK), dan jelas sasaran atau maksudnya.

6. Jernih.

Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memilki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan keculai fakta, kebenaran, kepentingan publik. Dalam perspektif orang-orang komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan pola pikir positif (psitive thinking) dan menolak pola pikir negatif (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif kita kan dapat melihat smua fenomena dan persoalan yang teradpat dalam masyarakat dan pemerintah dengan kepala dingin, hati jernih, dan dada lapang.

7. Menarik.

Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca. Memicu selera pembaca. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip menarik, benar dan baku.

8. Demokratis.

Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga sama seklai tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton. 9. Populis.

Populis berarti setiap kata, istiulah atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab ditelinga, di mata, dan di benak pikirna khalayak pembaca, pendengar, dan pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Kebalikan populis adalah elitis. Bahasa elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil oarang saja, terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.

10. Logis.

Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat atau paragraf jurnalistik harusdapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahas jurnalisitk harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Disini berlaku hukum logika

11. Gramatikal.

Gramatikal berarti kata, istilah, atau kaliamt apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahsa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan taat bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsan dan kelompok masyarakat. .

12. Mengindari kata tutur.

Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata yang menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memeprhatikan masalah stuktur dan tata bahasa.

13. Mengutamakan kalimat aktif.

Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oelh kahalayak pembaca dari pada kalimat pasif. Bahasa jurnalistik harus jelas susunan katanya, dan kuat maknanya (clear dan strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas tingakt pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan membingungkan tingkat pemahaman.

14. Menghindari kata atau istilah teknis.

Karena ditujukan untuk umu, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari pengguanan kata atau istilah-istilah teknis. Bagaimanapun, kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komuniats tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa, tidak boleh dibawa ke dalam relatias yang hetrogen. Kecuali tidak efektif, juga mengandung unsur pemerkosaan.

Kalaupun tidak terhindarkan maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tana kurung.

Surat kabar lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, mencerminkan surat kabar itu:

Økurang melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap wartawannya yang malas.

ØTidak memiliki editor bahasa.

ØTidak memiliki buku panduan peliputan dan penulisan berita serta laporan.

ØTidak memilki sikap profesional dalam mengelola penerbiatn pers yang berkualitas

15. Menghindari kata atau istilah asing.

Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti atau makan setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata. Asing, selian tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan.

Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonim dan heterogen. Tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik, memasukan akat atau istilah pada berita yang kita tulis, kita diudarakan atau kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri ditengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.

16. Tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku.

Pers, sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku, bahasa pers harus baku, benar, dan baik.

Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, kata-kata vulgar, kata-kata berisi sumpah serapah, kata-kata hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama, atau denagn rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

B.Analisis Problematika Penggunaan Bahasa Jurnalistik

Analisis penggunaan bahasa jurnalistik (Contoh: Dari Berbagai Sumber)

1.Media Indonesia Rubrik Editorial Edisi 7 Januari 2006.

Yang pertama, pada editorial Media Indonesia edisi 7 Januari 2006 adalah dari segi judul. Pertama, pada edisi 7 Januari Media Indonesia menulis seperti ini: Jangan Bunuh Penumpang (kami). Dari segi judul sedikit ekstrim, kata bunuh adalah kata yang terlalu ekstrem untuk ditulis pada sebuah media yang notebenenya besar dan berpegang pada fungsi utama pers yaitu sebagai edukasi, kata bunuh merupakan kata yang mempunyai makna kejam dan sadis. Pada judul tersebut yang ditujukan pada Jasa Penerbangan dan Pemerintah adalah provokasi seakan-akan kesalahan utama pada kecelakaan itu disebabkan oleh kedua pihak tersebut sehingga ”Media Indonesia” menulis Jangan Bunuh Penumpang (Kami).

Kedua, pada judul Jangan Bunuh Penumpang (Kami), ada tanda kurung siku pada kalimat Menurut Drs. AS Haris Sumadiria M.Si (Bahasa Jurnalisitik, 2006:237) fungsi utama tanda kurung siku adalah, (1) tanda kurung siku mengapit kata, huruf atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.

Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan dan kekurangan itu memang terdapat dalam naskah asli. (2) tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah dalam tanda kurung.

Jelas, tanda kurung siku pada judul ediotorial khususnya pada kalimat ”Kami” tidak masuk kriteria pemakaian tanda kurung siku. Kalaupun Media Indonesia menulis Jangan Bunuh Penumpang Kami, sungguh tidak mengurangi makna yang dimaksud dan justru lebih jelas apa yang dimaksud dan yang dituju oleh judul tersebut.

Ketiga, kalimat tidak pantas untuk ditulis yaitu kalimat Berengsek!. Kalimat yang terletak pada paragraf empat ini sedikit membuat penulistersentak, lengkap kalimatnya seperti ini. Disisi lain, transportasi udara yang mestinya segalanya paling prima juga setali tiga uang. Berengsek! Padahal, sektor penerbangan pertumbuhan penumpangnya mencengangkan.

Kalimat ”Berengsek” termasuk pada gaya bahasa pertentangan yaitu sarkasme. Sarkasme sendiri adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti (Poerwadarminta, 1976:875). Ciri utama bahasa sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti hati dan kurang enak didengar (Tarigan, 1985:92).

Dalam bahasa sehari-hari saja, kata Berengsek mempunyai makna negatif bahkan, dalam acara-acara televisi asing, kata Fuck yang berarti ˜Berengsek” sering disensor dengan bunyi..Teeeet. Ini menjadi sebuah ironi, Media Indonesia walaupun menggunakannya dalam bahasa tulis tapi makna yang dimaksud dan makan konotatifnya tidak sedikit pun bisa di kurangi yaitu kasar.

Dalam persfektif bahasa jurnalistik, sarkasme berkembang dalam suatu masyarakat sebagai cerminan masyarakat itu sedang sakit. Sarkasme menujukan kaidah normatif pada budaya peradaban tinggi, dianggap tidak lagi efektif dalam menjawab berbagai persoalan sosial-ekonomi dan politik suatu bangsa. Orang tidak lagi memilih pola pikir logis etis tetapi lebih suka mengembangkan cara-cara sikap dan perilaku sadis dan anarkis. Bahasa jurnalistik terlarang menggunakan kata-kata kasar, menyakiti hati, tidak enak didengar, vulgar, sarat sumpah serapah, dan lebih jauh lagi mencerminkan pola perilaku orang, atau kelompok masyarakat yang tidak beradab. (Drs. AS Haris Sumadiria, 2006: 161).

Bagaimanapun sekali lagi, media sebagai guru bangsa mempunyai tanggung jawab sosial moral terhadap muridnya untuk senantiasa memberikan sikap optimistis, walaupun telah disentuh diatas bahwa penggunaan bahasa sarkasem menujukan keadaan masyarakat yang sedang sakit, tetapi jika sebuah media tetap menggunakan bahasa sarkasme dan ironinya keadaan masyarakat sedang sakit, seperti mencari kesempatan dalam kesempitan dan bukannya menyeleseikan masalah bahkan airnya semkin keruh dan menciptakan masalah baru yaitu sikap pesimistis.

Dari keseluruhan dari mulai judul, dapat diambil pendapat bahwa judul sudah termasuk kriteria karakteristik bahasa jurnalistik yaitu sederhana, singkat, padat, lugas, jelas dan menarik. Sedangkan dari segi isi secara keseluruhan editorial media indonesia sudah mencakup pada kriteria karakteristik bahasa jurnalistik, bahasanya yang ringan dan mudah dimengerti juga pembahsannya tidak terlalu bertele-tele tapi to the point bahkan sekaligus sedikit ekstrim.

2. Media Indonesia Rubrik Editorial Edisi 8 Januari 2006.

Seperti halnya analisis pada Editorial edisi 7 Januari 2006, pada editorial Media Indonesia edisi 8 Januari 2006 adalah dari segi judul yaitu Manis bagi Pejabat Racun untuk Rakyat. Pertama, Media Indonesia menulis judul pada Editorial edisi 8 Januari 2006 dengan: Manis bagi Pejabat Racun untuk Rakyat. Judul yang ditulis sungguh menarik, dan mempunyai nilai sastra yang cukup bagus terutama rima (bunyi akhir kalimat) yang sama, seperti kata penjabat mempunyai rima yang sama dengan rakyat yaitu atau. Ini menjadi daya tarik tersendiri, terutama menjadikan judul ini memenuhi kriteria karakteristik bahasa jurnalistik yaitu menarik.

Dari segi judul telah membuat pembaca tertarik untuk membaca selanjutnya, sebab dalam perspektif bahasa jurnalistik judul sangat menentukan langkah selanjutnya pada pembaca. Jika judul itu menarik dan membuat pembaca tertarik biasanya pembaca seperti didorong untuk membaca isinya secara utuh. Berbeda dengan judul yang monoton bahkan kering, membuat pembaca hanya ”numpang lewat dan numpang lihat saja” dan beralih pada tulisan lain.

Selanjutnya dari segi isi tulisan editorial ini, seperti halnya tulisan pada editorial yang lain, sifatnya to the point atau langsung pada yang dituju, selain itu juga bahasa yang digunakan mudah dicerna dan dimengerti oleh semua kalangan. Jadi bisa dikatakan bahasa yang dipakai telah memenuhi kriteria karakteristik bahasa jurnalistik; sederhana, singkat, padat, lugas, jelas dan menarik.

3. Media Indonesia Rubrik Editorial Edisi 9 Januari 2006.

Dari segi judul Media Indonesia menulis pada Editorial 9 Januari 2006 Parpol Terlalu Banyak. Judul yang ditulis sungguh sederhana, singkat, padat dan lugas. Judul tersebut cukup mewakili isi tulisan secara garis besar yaitu tentang semakin maraknya paratai politik menjelang pemilu.

Namun ada kejanggalan dari segi sisi tulisan. Khususnya pada kalimat orde reformasi pada paragraf keempat, secara jelas isi tulisan seperti ini isinya: Karena kapok dengan otoritarianisme dan pengebirian aspirasi, era reformasi kembali menganut sistem mulitipartai. Dalam tulisan ini terdapat kejanggalan adalah kata reformasi tidak ditulis dengan diawali huruf besar, sebab ini berbeda dengan kata era Orde Baru pada paragraf ketiga, pada kata Orde Baru ditulis dengan dimulai huruf besar. Untuk lebih lengkap isi tulisannya seperti ini: Setelah Orde Baru tumbang, sistem tiga partai jebol. Politik Indonesia kembali menganut sistem multipartai sebagai reaksi atas keasadaran bahwa selama era Orde Baru terajdi penyumbatan aspirasinya

Menurut Drs. As Haris Sumadiria (Bahasa Jurnalistik, 2006:213) bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Dari tinjauan teori tadi jelas bahwa pada isi tulisan editorial tersebut pada kata era reformasi huruf reformasi harus diawali dengan huruf kapital sebab kata era reformasi termasuk pada bagian unsur negara, seperti halnya kata era Orde Baru yang diawali dengan huruf kapital. Maka kalimat itu seharusnya menjadi era Reformasi.

Selanjutnya, yang saya cermati pada paragraf ketiga belas, terdapat kalimat electoral threshold, lebih jelas susunan isi tulisannya yaitu: Jadi, kita sebaiknya mengarah ke sistem parti sederhana. Tidak didasarkan dekrit atau keppres, tetapi pada ketentuan mengenai electoral threshold. Dengan demikian jika ingin menyederhanakan partai, naikan saja electoral threshold dari sekarang 3% menjadi 4 % atau 5 % bahkan lebih.

Termasuk dari kriteria karakteristik bahasa jurnalistik adalah menghindarkan kata atau istilah asing, pada isi tulisan editorial tersebut kata electoral threshold adalah kata dan istilah asing dan penggunaan kata dan istilah asing tersebut dipandang kurang efektif sebab sedikit tidak dimengerti baik artinya atau maknanya.

Berita atau tulisan ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti atau makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata. Asing, selian tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan.

Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonim dan heterogen. Tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik, memasukan akat atau istilah pada berita yang kita tulis, kita diudarakan atau kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri ditengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.

Solusinya adalah kalaupun terpaksa menulis kata atau isitilah asing maka kata tersebut hendaklah diberi sedikit penjelasan dengan menyisipkan arti atau makna pada tanda kurung, tujuannya agar pikiran pembaca sampai dengan apa yang dimaksud serta menjembatani pada tulisan selanjutnya. Sebab jika pada suatu kalimat terdapat sesuatu yang tidak dimengerti oleh pembaca bisa jadi hal ini akan mengganggu pada proses pemahaman kalimat dan tulisan berikutnya, alih-alih pembaca biasanya malas meneruskan bacaannya. Secara garis besar tulisan ediorial ini menarik dan telah memenuhi kriteria karakteristik bahasa jurnalistik, selain hal-hal diatas.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan Jika disimpulkan ada sedikit perbedaan cara penyajian bahasa jurnalistik pada media cetak dan media indonesia. Namun tidak menutup mata sebenarnya ada beberapa point tentang cara penyajian bahasa jurnalistik pada media cetak dan media elektronik yang sama diantaranya gaya ringan bahasa sederhana, gunakan prinsip ekonomi kata, gunakan ungkapan lebih pendek dan gunakan kata sederhana. Media massamerupakansuatuwadahbagiparajurnalisuntukmenuangkansegalaaspirasidaninformasi yang dapatdiberikanparajurnaliskepadamasyarakat. Jurnalismengembangkanpenggunaanbahasa Indonesia kedalambahasajurnalistik. B.DaftarPustaka. ·Murnia, Dad. 2007. BeberapaKesalahanBahasaJurnalistikPada Media di Indonesia. Bandung: SinarHarapan ·http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/08/07/pemanfaatan-bahasa-daerah-dalam-pengembangan-bahasa-indonesia-media-massa/( 2 Januari 2011 ) ·Sumadiria, AS Haris. 2006 BahasaJurnalistikPanduanPraktispenulisdanJurnalis. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. ·Sumadiria, AS Haris. 2006 Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. ·http://www.romeltea.com/2009/09/03/pengertian-bahasa-jurnalistik( 2 Januari2011 ) ·http://yudhim.blogspot.com/2009/02/contoh-karya-tulis-global-warming.html( 2Januari 2011 ) ·http://morfologi.com/?Tag=pengertian-bahasa-indonesia( 2 Januari 2011 ) ·www.media-indonesia.com ·Http://ghembiel09.blogspot.com/2010/11/peranan-bahasa-indonesia-dalam.html ( 2 Januari 2011 ) ·http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_1682/title_perkembangan-bahasa- indonesia/ ( 2 Januari 2011 )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun