Jaringan teroris di Indonesia ternyata lebih besar dan lebih berpengalaman dari yang selama ini dipikirkan oleh banyak pihak. Perekrutan anggota baru dalam jaringan teroris ternyata dilakukan dengan sangat mudah. Jaringannya pun terus berkembang dan semakin meluas di tanah air. Peneliti di Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin mengungkapkan, dari tahun 2000 hingga 2015 telah terjadi lebih dari 260 kasus terorisme di Indonesia dengan jumlah pelaku teror yang ditangkap mencapai lebih dari seribu orang.
Data lain yang diperoleh dari sebuah sumber pada bulan September 2015 menunjukkan bahwa penindakan yang dilakukan kepada pelaku tindak pidana terorisme sampai dengan September 2015 total 1.143 orang. Dari jumlah tersebut yang sudah bebas sebanyak 501 orang dan yang masih menjalani hukuman 328 orang. Tersangka yang dikembalikan kepada keluarga sebanyak 98 orang. Selain itu ada tersangka yang meninggal dunia (127 orang), meninggal dunia karena penegakkan hukum (108), dan meninggal dunia karena eksekusi mati (3 orang), dan mati karena bunuh diri (16 orang). Data ini tentu berubah pada tahun 2016 namun secara garis besar dapat menunjukkan bahwa jumlah mantan napi tindak pidana terorisme yang berada di masyarakat cukup banyak.
Meskipun teroris sudah banyak yang tertangkap dan diberantas, namun masih banyak yang masih bersembunyi tanpa diketahui oleh aparat. Latar belakang adanya teroris adalah ingin mendirikan negara Islam dengan sistem Khilafah, sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang disebut Khalifah. Mereka beranggapan bahwa negara Indonesia dengan berbagai persoalan ini dikarenakan tidak menggunakan sistem Khilafah dengan didasarkan berjalannya negara sesuai dengan syari'at Islam. Mereka tidak puas dan tidak menerimakan sistem pemerintahan Indonesia dengan dasar Pancasila dan UUD 1945. Dua dasar pemerintahan Indonesia ini dianggap tidak cocok di Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya beragama Islam.
Indonesia selanjutnya disebut sebagai negara thogut, yaitu negara yang tidak menjalankan hukum berdasarkan hukum Allah. Para teroris beranggapan bahwa negara ini akan nyaman dan sejahtera bila semua orang yang ada di negara tersebut memberlakukan hukum Islam. Karena dalam Islam semua kehidupan manusia sudah diatur didalamnya. Mulai cara beribadah, sistem pemerintahan, muamalah dan lain sebagainya. Yang lebih ekstrim lagi dari kesalahpahaman pemikiran mereka adalah ketika ada orang yang menghalang-halangi untuk mendirikan negara Islam dan menegakkan syariat Islam, maka orang tersebut boleh untuk diperangi meskipun itu adalah orang Islam sendiri, karena hal demikian dihukumi sebagai jihad dan ketika mati dalam keadaan tersebut dianggap mati syahid dan jaminannya adalah surga. Dengan dasar inilah para teroris berani mengorbankan harta benda dan jiwa raganya hanya demi mewujudkan apa yang diinginkannya sehingga berani melawan pemerintah Indonesia dan perbuatan ini jelas-jelas akan membahayakan keutuhan NKRI yang telah dibangun bersama-sama oleh para pejuang kita terdahulu.
Sedangkan sistem Khilafah sendiri menurut Ibnu Khaldun adalah pengembanan seluruh urusan umat sesuai dengan kehendak pandangan syari'ah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka, baik ukhrwiyah maupun dunyawiyah, yang kembali pada kemaslahatan ukhrawiyah.
Kondisi demikian membuktikan bahwa masih ada oknum yang "tidak terima" dengan sistem pemerintahan Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang nyata-nyata sudah menjadi keputusan final oleh para pejuang kemerdekaan zaman dulu dan dijadikan sebagai dasar negara. Bukan berarti para pejuang zaman dahulu tidak mengatahui sistem Khilafah, tetapi mereka tahu sistem yang tepat untuk negara yang kaya akan keragaman ini. Akan mustahil bila menerapkan sistem pemerintahan Khilafah dengan hukum Islam sedangkan orang yang ada di dalam negara tersebut bukanlah hanya orang Islam saja.
Padahal, jika dilihat dari sisi historis untuk mencapai kemerdekaan Negara Indonesia, negara ini diperjuangkan bukan hanya orang Islam saja, tetapi oleh mereka para pejuang dengan latar belakang agama, budaya, suku bangsa, daerah, bahkan bahasa yang berbeda. Dan jika dilihat dari sisi geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang hampir tiap pulau memiliki budaya dan bahasa yang berbeda. Jadi tidak heran jika Negara Indonesia ini penuh dengan keragaman. Maka untuk menyatukan keragaman ini dibentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mengunakan sistem demokrasi dalam menjalankan pemerintahannya dan dijadikanlah Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara serta semboyannya adalah "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Orang-orang yang ikut berjuang pada zaman dahulu tidak memilih sistem khilafah dengan syari'at Islam sebagai dasar negara dan ini telah disepakati oleh semua pihak pada saat itu. Oknum yang memaksakan kehendaknya untuk mendirikan negara Islam dengan sistem Khilafah ini pastinya tidak ikut berjuang untuk memerdekakan negara ini dan tidak mengetahui latar belakang sejarah lahirnya Indonesia yang sesungguhnya.
 Biarlah Indonesia ini berjalan dengan sistem dan dasar negara yang sudah ada tanpa harus mengganti sesuai dengan apa yang mejadi nafsu sekelompok oknum tertentu. Yang terpenting sekarang bukanlah bagaimana caranya menyeragamkan sesuatu yang berbeda, tetapi bagaimana caranya kita bersifat toleransi yaitu dapat menghormati orang/kelompok yang berbeda dengan kita, selanjutnya bagaimana caranya kita bisa hidup berdampingan dengan rukun dan tentram tanpa harus ada yang merasa lebih baik. Karena merasa lebih baik inilah yang akan menimbulkan perpecahan. Karena sesungguhnya perbedaan itu boleh, tetapi perpecahan janganlah sampai terjadi. Semua orang yang hidup di Negara Indonesia ini pastilah menginginkan hidup dengan suasana kedamaian, ketentraman, dan kenyamanan. Dari pada memperdebatkan dan memenangkan nafsu pribadi, lebih baik kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang lebih baik dengan cara apapun dan bagaimanapun sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Seharusnya kita malu dengan negara-negara lain yang sudah maju terlebih dahulu dan kita masih sibuk dengan urusan kita sendiri yang berakibat merugikan bangsa kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H