Mohon tunggu...
Teguh Ananto
Teguh Ananto Mohon Tunggu... Administrasi - Tinggal di Bengkulu

pengopi, bukan perokok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perang

11 November 2022   22:20 Diperbarui: 11 November 2022   22:26 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perang memang memang menimbulkan kesengsaraan. Bahkan buat yang tak terlibat perang sama sekali. Pun begitu situasi dunia saat ini.  Yang berperang hanyalah Rusia vs Ukraina. Namun seluruh dunia terkena getahnya. Harga BBM ikut meroket. Harga pangan ikut mendaki. Inflasi melanda di sana sini. Yang tak berperang, tetap turut merasa sengsara.

Bukan hanya skala dunia. Perang kecil level rumahan juga bikin sengsara. Eits, ini bukan tentang piring terbang ya. Tapi perang melawan makhluk kecil. Semut. Ya, semut. Makhluk halus itu entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja berkeliaran seputar meja makan. Berbondong-bondong menyerbu.  Entah berapa batalion dikerahkan. Melalui operasi senyap, tiba-tiba saja mereka telah mengepung tempe tahu,  ikan panggang, ayam goreng, yang tertata rapi di atas meja makan. Setiap hari begitu.

Awalnya saya hanya bertindak defensif.  Jaga kebersihan. Lantai dipel lebih sering. Meja dilap lebih kering. Beri tatakan air di mangkuk atau piring tempat gulai dan lauk. Namun ternyata belum efektif membendung serangan. Barisan semut masih mampu menerobos.  Kemampuan inflitrasinya luar biasa.

Tak ada pilihan lain. Jalan ofensif harus ditempuh. Strategi baru disusun. Tentu saja penggunaan senjata kimia layaknya b*ygon tak mungkin digunakan.  Bisa-bisa membahayakan diri sendiri. Hasil googling-googling, terpilihlah senjata model slow relesase. Sistem umpan. Mekanismenya, sepasukan semut akan memakan umpan beracun slow release, membawanya ke sarang, dan memakannya beramai-ramai di dalam sarang. Semut tak menyadari akan adanya kematian massal di koloninya.  Sekali mengumpan, dua tiga koloni semut lenyap. Begitu harapannya.

Beberapa hari kemudian efektifitas genosida mulai terasa. Beberapa titik lubang di sudut-sudut lantai sepi dari aktifitas. Tak ada barisan semut keluar masuk.  Meja makan pun menjadi area damai tanpa penyerbuan makhluk halus tersebut. Saya merasa telah memenangkan peperangan.

Namun situasi tak terduga terjadi. Tiba-tiba muncul laporan.  Lampu ruang makan tidak bisa menyala, Lampu dapur tidak menyala. Lampu kamar mandi tidak menyala. Apa yang terjadi ? Segera saya bertindak melakukan penyelidikan.  Kabel-kabel terhubung saya telusuri. Ketika sampai pada saklar-saklar on off yang tertanam di dinding, lha dalah, jebul  telah dikuasai sepenuhnya oleh koloni semut. Tanpa takut kesetrum, setiap saklar telah diubah menjadi basis pertahanan satu battalion semut. Mereka menyabotase tombol on off hingga putus. Wal hasil beberapa malam ini, ruangan-ruangan tertentu di rumah saya menjadi gelap. Rupanya ini serangan balik mereka.  

Sekarang, pasukan semut mungkin merasa menang.  Tapi saya tak akan menyerah. Ukraina masih berjuang  merebut kembali Donetsk, Luhanks, Zaporizhia dari penguasaan Rusia, maka saya pun tetap berjuang membebaskan saklar-saklar dari penguasaan semut. Kalau Uni Eropa atau Amerika mungkin enggan membantu Ukraina membebaskan wilayah yang dikuasai Rusia, namun saya yakin instalatir yang saya mintai bantuan pasti siap membantu membebaskan kembali saklar-saklar dari penguasaan semut. Selamat berjuang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun