Jalur jalan Bengkulu -- Lebong lintas utara, selepas dari desa Renah Jaya (versi Bengkulu Utara) atau Padang Bano (versi Lebong), akan menyusuri ruas jalan yang membelah Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) di Bukit Resam, kawasan Pegunungan Bukit Barisan. Meskipun disebut taman, jangan berharap akan menikmati pemandangan berbunga-bunga di sepanjang jalan.  Tidak. Yang ada adalah jalan berliku, menanjak tajam, diapit perpaduan tebing dan jurang di kiri kanan jalan. Meskipun TNKS juga merupakan kawasan hutan hujan tropis dan  menjadi Situs Warisan Dunia yang diakui Unesco, jangan juga membayangkan akan memasuki rimba belantara layaknya alam tak terjamah. Anda akan kecewa.  Deforestasi sangat terasa di sini. Namun demikian, meskipun ini jalan lintas provinsi, mengingat TNKS  adalah kawasan yang sangat dilindungi, maka jangan pula berharap akan menemukan warung makan, kios bahan bakar, tukang tambal ban, apalagi penginapan. Saran saya, jika ingin melintasi jalur ini, persiapkan kendaraan secara prima. Jangan sampai mogok di jalan, juga jangan kehabisan bahan bakar.  Tidak ada yang akan membantu dorong.  Pemukiman terdekat jauhnya 12 kilometer.  Mau kalian jalan kaki?
Persoalannya bukan di jalan kaki.  Ingat.  Kawasan ini adalah bagian dari 13.750 km2  hutan hujan tropis yang mendapat perlindungan tingkat 1. Boleh jadi di kiri kanan jalan terjadi deforestasi, namun bagian dalam tetaplah rimba belantara tempat bersarang 400-500 ekor harimau yang meliar di Bukit Barisan. Dengan daya jelajah yang mencapai 100 km2  untuk mencari makan dan kawin, sangat berkemungkinan sang penguasa rimba akan melintasi ruas jalan ini. Bukan isapan jempol. (Tuh, saya sertakan juga beritanya di media online).  Itulah juga yang dinasehatkan kepada saya ketika mulai bertugas di Lebong. Jangan melintasi Bukit Resam setelah senja.  Malam adalah saat sang raja rimba keluar untuk mencari mangsa.  Saya pun manut.  Pulang pergi Bengkulu-Lebong selalu mengatur waktu menghindari malam  di Bukit Resam.
Namun kemarin -- bak kata pepatah, sepandai-pandai tupai melompat, suatu ketika terjatuh juga -- saya harus melanggar nasehat itu. Â Karena sesuatu hal, telah lewat siang saya masih di Bengkulu. Pukul 15 lewat baru bisa berangkat. Waktu tempuh empat jam. Bisa dipastikan saat senja tiba saya baru memasuki kawasan Bukit Resam. Apa daya. Â Tugas sudah menunggu. Dengan Bismillah, mobil pun melaju.
Rembang petang sampai Giri Mulya, di kaki Bukit Resam. Setelah singgah sejenak di masjid terdekat, saya melanjutkan perjalanan. Gelap mulai membayang. Seorang diri berkendara menembus gelap di liku Bukit Resam. Â Gerimis pula. Sepi. Tak ada kendaraan lain yang lewat. Kiri kanan gelap semata. Pandangan yang terbatas, tak ada tanda lalu lintas, serta tidak adanya guard rail (pagar pengaman) yang menjadi pembatas jalan dengan jurang, membuat saya harus ekstra hati-hati. Â Tiap tikungan, di depannya adalah jurang. Tak boleh lengah. Dua belas kilometer menjadi perjalanan yang sangat panjang. Â Untunglah kondisi jalan masih mulus, sehingga perjalanan berlangsung lancar tanpa hambatan. Pukul setengah delapan malam, mobil memasuki halaman. Perjalanan usai. Alhamdulillah.
Ketemu harimau Bukit Barisan ??
Ssst .. jangan ditanya. Â Saya juga tak mengharapkan.
Tubei, 041017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H