Pernah juga saya seorang bapak menumpang mobil saya. Dia membawa anak kecil, sekitar umur lima tahun. Laki-laki. Agak panik waktu masuk mobil.
“Ada apa, pak ?” tanya saya
Mulanya si bapak tak mau menjawab. Namun di tengah perjalanan bercerita juga.
“Ini anak saya, pak. Saya ambil dari rumah neneknya tanpa pamit “.
Astaga. Penculikan ?
“Kenapa gitu, pak ?”
Berceritalah si bapak. Rupanya dia sudah bercerai. Anak di bawa ibunya. Namun sebagai ayah, kerinduan pada anaknya sangat besar. Mantan istrinya gak pernah mau mengizinkan dia membawa si anak. Kebetulan, dia mendengar mantan istrinya sedang ke Jambi. Anaknya dititipkan ke nenek. Saat rumah mantan mertua sepi, saat itulah dia ambil si bocah.
“Tapi saya sudah pesan ke tetangga kok Pak, kalau anak saya bawa”, pungkasnya.
Huff. Kalau ini penculikan, tak terbayang deh apa yang bakal terjadi. Andai sang Nenek melapor polisi, pasti runyam urusannya. Bisa jadi tersangka. Apalagi bila diketahui mobil yang dipakai “menculik” adalah mobil dinas. Wuaah.
Namun untunglah. Tak sehurufpun muncul berita tentang kejadian ini di koran. Artinya semua baik-baik saja. Namun setidaknya memberi saya pengalaman berharga dan berhati-hati bila ada yang ingin menumpang.
Setiap perjalanan memang memberi banyak kisah. “Penumpang” saya bukan hanya itu. Ada yang menumpang ke kantor camat, ada korban kecelakaan. Namun yang paling tak pernah terlupa adalah ketika ada yang menumpang dengan membawa korban percobaan bunuh diri. Ratapan keluarga yang menyertai korban “ dek bangun dek …. dek bangun dek” sungguh membuat saya panik. Tak ada terfikir lain, kecuali ingin secepatnya sampai rumah sakit. Rasanya ingn memijak gas sekencang-kencangnya, namun sadar kemampuan diri belum setaraf Rio Haryanto. Alhamdulillah, beberapa hari kemudian saya mendengar kabar, korban akhirnya selamat dan melanjutkan hidupnya kembali.