Mohon tunggu...
Teguh Usis
Teguh Usis Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jurnalis yg masih terus belajar menulis tulisan populis yg manis-manis. Mengelana di dunia maya via @teguhusis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyoal Rating Televisi

20 Desember 2013   20:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41 4439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mbah Nielsen bersabda, “Wahai program anu di TV anu, kecillah rating-mu”. Maka, ibarat sabda dewa, sebuah program di televisi pun rating-nya pasti kecil. Pemangku program tersebut akan terkena getahnya: diomelin oleh atasannya.

Begitulah dunia televisi di Indonesia kini. Semua stasiun televisi “takluk” kepada sabda mbah Nielsen. Jika sebuah program tayangan mendapat rating rendah, alamat program tersebut tak bakal berumur panjang. Alasanya sederhana. Program dengan rating kecil tidak akan menarik pengiklan untuk memasarkan produknya pada program tersebut.

Lalu, siapakah mbah Nielsen yang punya kekuasaan besar terhadap televisi? Nielsen adalah perusahaan global yang berfokus kepada riset dan penelitian untuk memberikan informasi mengenai pemasaran, konsumen, dan media. Salah satu bagian riset yang digarap Nielsen adalah Nielsen Media Research.

Di Indonesia, embrio Nielsen adalah Survey Research Indonesia (SRI). Sejak 1976, SRI sudah melayani media massa di Tanah Air. Pada 1994, AC Nielsen mengakuisi SRI. Sementara, layanan television audience measurement (TAM), telah dilakukan sejak 1991.

Menghitung Rating dan Share

Dalam dunia persaingan televisi di Indonesia yang sudah begitu ketat, tentulah dibutuhkan sebuah “alat ukur”. Salah satu kegunaan”alat ukur” adalah untuk memudahkan pengiklan menempatkan promosi produknya di televisi. Ini ibarat simbiose mutualisme. Sebuah stasiun televisi mampu bertahan hidup bila ada income yang diperoleh. Dan, pemasukan itu didapat dari jualan airtime kepada pengiklan. Pengiklan yang produknya ditempatkan pada program yang diminati audiens tentu berharap produknya laku keras. Karena itu, amat wajar jika pengilan akan memasang promosi produknya pada program televisi yang banyak ditonton audiens.

Lantas, dari mana diperoleh data sebuah program televisi diminati oleh banyak audiens? Nah, di sinilah mbah Nielsen bermain. Nielsen melakukan survei kepemirsaan televisi. Hasil survei inilah yang berwujud angka rating.

Secara rumus:

Rating =          (TV Audience / Universe) x 100 %.

Share =          (TV Audience / Total Audience) x 100%

Universe adalah jumlah total pemilik televisi.

Untuk lebih gampangnya, berikut adalah ilustrasi cara menghitung rating dan share.

Jumlah pemilik televisi = 10.000

Ada tiga stasiun televisi: A, B, dan C. Pada saat yang bersamaan, audiens yang menonton televisi A sebanyak 3 ribu orang, stasiun B 2 ribu orang, dan stasiun C seribu orang. Jadi, jumlah total audiens yang pada saat bersamaan menonton ketiga stasiun televisi tersebut adalah = 3.000 + 2.000 + 1.000 = 6.000

Lalu, berapa rating dan share masing-masing stasiun? Dari rumus di atas, cara menghitungnya begini:

TV  Rating (TVR)       Stasiun A = (3.000/10.000) x 100 = 30

Stasiun B = (2.000/10.000) x 100 = 20

Stasiun C = (1.000/10.000) x 100 = 10

TV Share (TVS)          Stasiun A = (3.000/6.000) x 100 = 50

Stasiun B = (2.000/6.000) x 100 = 33,33

Stasiun C = (1.000/6.000) x 100 = 16,67

Lalu, bagaimana Nielsen bisa mendapatkan jumlah audiens yang menyaksikan tayangan program di stasiun televisi? Namanya juga survei. Tentulah Nielsen punya perangkat untuk melakukan survei ini. Pada setiap televisi yang diambil Nielsen sebagai sample, akan ditempatkan sebuah dekoder yang dilengkapi remote control. Perlengkapan ini disebut people meter.

Pada remote people meter ada tombol untuk “ayah”, “ibu”, dan “anak”. Ketika rumah tangga yang dijadikan sample Nielsen tengah menyaksikan tayangan di televisi, maka remote ini wajib dipencet, sesuai dengan kategori siapa yang menonton. Pencetan remote itu akan tersimpan pada dekoder. Dan, data pada rekorder inilah yang diambil oleh Nielsen. Nielsen melakukan pengukuran setiap hari selama 24 jam. Waktu pengukurannya dimulai pada pukul 02.00 hingga pukul 01.59. (Oya. Pembatu rumah tangga tidak boleh menggunakan remote ini karena mereka tidak termasuk orang yang dijadikan sample oleh Nielsen).

Sebenarnya, tidak akan ada tayangan televisi yang luput dari pemantauan Nielsen. Jika televisi menyala, namun tidak seorang pun yang menekan remote people meter, maka pada dekoder akan muncul peringatan berupa suara dan text “siapa menonton?”. Bisa saja peringatan ini diabaikan oleh semua orang yang ada di dalam rumah tangga sample Nielsen. Bila ini yang terjadi, maka Nielsen akan mengidentifikasikannya saat data diproses melalui Periodic Statistic Report berupa “analisis kepemirsaan yang tidak lolos produksi”.

Nielsen juga memiliki patokan tertentu untuk data yang lolos quality control produksi. Jika patokan tersebut terlampaui, data kepemirsaan dari rumah tangga tertentu akan disingkirkan dan tidak akan diproses.

Melihat mekanisme dan proses pengambilan data yang cukup ketat ini, sejatinya apa yang dilakukan Nielsen ini sudah amat memadai. Data yang dihasilkan tentu bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Nielsen juga menerapkan sistem quality control yang ketat terhadap data yang bakal dianalisis.

Celah Bermasalah

Secara mekanisme dan proses, Nielsen sudah melakukan hal yang benar. Namun, yang menjadi persoalan adalah jumlah sample Nielsen plus pengkategoriannya dan kota-kota di Indonesia yang dijadikan kota sample.

Rilis Nielsen untuk 2013, total universe berjumlah 48.573.783. Total individu yang dijadikan sample Nielsen hanya 8.180.

Dari total jumlah sample ini, Nielsen membaginya ke dalam beberapa kategori

1.By age:

Kategori

Persentase Sampling (%)

Kids (5-14 tahun)

19,3

Teen (15-24 tahun)

21,3

Adult (25-34 tahun)

20,5

Mature (35-44 tahun)

17,1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun