Rano Karno agaknya kini bisa sumringah. Rasanya, tak bakal lama lagi dia akan menjadi Gubernur Banten, menggantikan Ratu Atut Chosiyah yang sudah KPK tetapkan sebagai tersangka. Bagi si Doel Anak Betawi ini, singgasana Banten-1 ibarat durian runtuh. Tak perlu berkeringat, dia akan memimpin Banten. Tak perlu juga menunggu masa jabatan Atut selesai pada 2016 nanti.
Rano Karno tentu saja harus berterima kasih kepada banyak pihak yang tidak menyokongnya ketika hendak mengundurkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten, beberapa waktu lalu. Coba saja jika saat itu Rano bersikeras lengser dari kursi Banten-2, pastilah dia tak akan menikmati kekuasaan penuh.
Kini, Rano Karno tinggal menunggu waktu untuk segera dilantik menjadi Gubernur Banten. Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menyebutkan jika Atut sudah berstatus sebagai terdakwa, maka Atut harus dinonaktifkan. Artinya, saat itulah Rano akan menggantikan Atut. Memang, entah kapan waktu itu tiba. Tapi, setidaknya mulai sedari kini, Rano sudah harus menyiapkan dirinya menjadi orang nomor satu di Banten.
Sayangnya, belum lagi Rano dilantik menjadi Gubernur Banten, dia sudah digoyang dari dalam partainya sendiri, PDI Perjuangan. Adalah Ribka Tjiptaning yang “menggembosi” Rano. Ketua DPD PDI Perjuangan Banten ini menilai Rano setali tiga uang dengan Atut. Tentu bukan pada nafsu serakah bertajuk korupsi. Ribka lebih melihat kepedulian Rano akan pembangunan di Banten. Menurut Ribka, Rano tak peduli dengan rakyat Banten.
Pernyataan Ribka ini sungguh menggelikan. Sebagai orang nomor satu di PDI Perjuangan Banten, sepatutnya dia menyokong penuh Rano Karno. Bisa jadi, selama menjadi wakil gubernur, Rano tak mendapat porsi yang semestinya dari Atut. Ruang gerak Rano dibatasi oleh sang gubernur. Kondisi inilah yang barangkali menyebabkan Rano mutung dan ingin berhenti dari jabatannya sebagai wakil gubernur.
Seharusnya Ribka melihat hal itu. Tapi, entah apa yang terpikir dalam benaknya, sehingga belum lagi Rano menjadi Gubernur Banten, Ribka sudah menyangsikan kemampuan dan kepedulian Rano terhadap rakyat Banten. Kicauan Ribka ini akan berhenti dengan sendirinya, bila Megawati sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan merestui Rano memimpin Banten.
Memang tak akan mudah bagi Rano memimpin Banten. Selain kesangsian dari bos partainya sendiri di Banten, Rano tentu akan berhadapan pula dengan segenap pendukung Atut. Dua periode berkuasa di Banten, tentulah Atut punya barisan pendukung yang fanatik. Mereka tak akan rela “orang baru” menjadi pimpinan. Boleh jadi, bakal banyak “kemewahan” yang selama ini mereka peroleh, akan dikikis atau terkikis dengan gaya baru di bawah kepemimpinan Rano.
Namun, soal keengganan birokrasi Banten mendukung Rano Karno ini baru sebatas kemungkinan. Bisa jadi pula, para birokrat Banten mendukung penuh Rano, untuk mengubah citra Banten sebagai provinsi berwajah buruk. Rasa malu lantaran Banten ditempatkan oleh Bappenas sebagai provinsi termiskin ketiga di Indonesia, harusnya bisa menjadi tamparan para pejabat di Banten.
Dengan kondisi begini, Rano ibarat sedang memegang buah simalakama. Di makan mati ibu, tidak dimakan mati bapak. Semua memang tergantung kepada Rano Karno. Sebagai orang keturunan Minangkabau, seharusnya Rano tak perlu pusing memikirkan buah simalama yang bakal ia pegang. Jual saja buah simalakamanya. Ibu tak mati, bapak pun tetap hidup. Dan, yang jelas Rano dapat untung dari menjual buah simalakama itu. Jadi, Rano memang harus cerdik. Pertanyaannya: sanggupkah Rano?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H