Mohon tunggu...
Teguh puryanto
Teguh puryanto Mohon Tunggu... -

Jurnalis, penyuka sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Boleh Memaksakan Tafsir Pemimpin Harus Muslim

31 Maret 2017   01:49 Diperbarui: 1 April 2017   06:29 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak Boleh Memaksakan Tafsir Pemimpin Harus Muslim

Genderang perang dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua semakin memanas. Beragam aksi dan sikap politik mewarnainya. Bahkan hingga menyangkut isu SARA peredaran spanduk dan pelarangan untuk mensholati jenazah pendukung salah satu paslon.Untuk itu di harap semua pihak mampu menahan diri dan mengedepankan kepentingan bangsa.

Demikian di sampaikan KH. Ahmad Zahari, khatib syuriah  PWNU DKI Jakarta, Kamis 30 Maret 2017 saat di temui usai kegiatan diskusi "kepemimpinan dalam islam" yang di gelar oleh komunitas IRMA di posko kemuning, pegangsaan dua, Menteng. Ia mengimbau agar masyarakat memilih pemimpin sesuai dengan keinginan hatinya dan bukan berdasarkan desakan atau anjuran siapapun.

"(PWNU) Mengimbau untuk memilih semua, siapa saja yang disenengin coblos," kata Ahmad Azhari ketika memberikan keterangan.

Sementara itu, terkait persoalan agama yang kerap dimainkan dalam Pilkada DKI Jakarta, ia hanya meyakini bahwa ajaran agama selalu menganjurkan pada kebaikan. Tetapi, harus dipisahkan dengan pilihan pemimpin. Sebab, persoalan pilihan tergantung dari setiap individu masing-masing.

"Tergantung individunya. Kalau agama menganjurkan untuk kebaikan ya ikutilah, kan begitu saja," ungkapnya.

Sedangkan terkait tempat ibadah yang di jadikan sebagai ajang kampanye dan menyerang mereka yang berbeda penafsiran dalam kebolehan memilih pemimpin non muslim,  ia mengingatkan bahwa rumah ibadah adalah tempat umum sehingga tidak sebaiknya digunakan sebagai sarana melakukan orasi politik, terlebih khutbah keagamaan yang bersifat takfiri dan bernada kebencian,

"Masjid adalah untuk rumah bersama, siapa saja tidak hanya untuk satu pengikut calon gubernur atau cawagub atau presiden atau bupati. Kalau dalam masjid mestinya umum-umum saja (khotbah) karena tidak hanya satu orang, satu kelompok. Khutbah keagamaan jangan jadi alat kampanye kebencian untuk yang berbeda" himbaunya.

Sebagaimana diketahui, permainan politik identitas yang berbau agama mewarnai berjalannya Pilkada DKI. Sebut saja, belum lama ini terpasang spanduk bernada provokatif yang secara tidak langsung membuat masyarakat Jakarta tidak memilih pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur tertentu.

Senada, DR Syafieq Hasyim intelektual muda NU dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa kepemimpinan agama tidak sama dengan kepemimpinan politik.

"Kepemimpimpinan (politik) tidak bisa disamakan dengan kepemimpinan agama.  Tugas pemimpin adalah menegakkan keadilan sosial. Tidak bisa disandera dengan kepentingan primordial," kata Gus Syafieq yang saat ini menjabat sebagai ketua LPTNU PBNU

Syafieq meminta masyarakat tidak mendasarkan pilihan calon pemimpin dengan dasar agamanya dalam pilkada DKI Jakarta. Yang harus kita junjung, adalah norma keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun