Kendati secara teori Soemijat hapal dan tahu, akan tetapi tidak mau melakukan tarekot seperti yang dilakukan para Santri Kandra, ayahnya. Kesempatan belajar agama Islam secara khusus justru dilakukan selepas sekolah HIS. Â Soemijat pergi ke pesantren di daerah Jawa Barat.
Selepas lulus HIS, Soemijat pergi ke pesantren untuk mondok, istilah belajar agama Islam di pesantren. Tapi di pesantren tidak betah. Nampaknya sistem pendidikan yang dilakoninya kurang sesuai dengan dirinya. Jika santri berbuat salah, kerap dihukum dengan direndam di kolam yang dingin dan kotor.
Hukuman seperti itu menurut dirinya kurang tepat. Akibatnya banyak santri yang terkena penyakit  kulit karena tidak bersih. Merasa tidak tahan, dia lebih memilih menjadi santri kepada seorang kyai secara privat. Selain belajar agama juga belajar bela diri silat.
 Tapi pendidikan agama yang didapatnya tidak seperti saat di pesantren.  Oleh Kyainya, Soemijat diajak menanam Labu di pekarangan. Soemijat diperintah mencangkul dan menanam bibit labu tersebut. Begitu Labu tumbuh daunnya yang lebar, sang kyai menanyakan kepada Soemijat.
"Tadinya bijinya kecil, lalu tumbuh daun yang lebih besar dari biji itu kenapa bisa begitu?" tanya kyai pada Soemijat.
"Kehendak Allah," jawab Soemijat.
"Benar," jawab Kyai.
Hampir setiap hari Kyai hanya menanyakan kenapa bisa begini kenapa bisa begitu. Dan jika jawabnya, 'Kehendak Allah' maka sang Kyai akan membenarkan. Soemijat dinyatakan lulus mondok di kediaman sang kyai begitu labu yang ditanam siap dipanen. Begitu labu dipanen, maka momen itulah   sebagai tanda telah lulus mondok.
Banyak ilmu dan pengalaman yang didapat Soemijat saat mondok di rumah sang kyai. Ada kebiasaan yang cukup aneh jika dilihat dari kacamata masyarakat awam. Â Misal Kyai hendak makan siang, jika dilihat kyai baru ada nasi dan sambal, maka itulah yang dimakan kyai. Padahal boleh jadi lauk yang lain belum dihidangkan oleh istrinya. Begitu lauk yang lain dihidangkan, tidak disentuh oleh kyai. Jadi makan hanya dengan nasi dan sambal.
Soemijat mendapat pelajaran bahwa segala sesuatu itu bersumber dari Allah. Maka jangan sekali-sekali lupa akan Allah. Itulah pelajaran yang didapat. Harus selalu bersyukur jika dapat karunia apapun bentuk karunianya. Sekiranya kurang enak, harus banyak bersabar.Â
Setiap hari selalu diliputi kalau tidak bersyukur maka bersabar. Â Bukan hanya itu, Soemijat juga dituntut untuk selalu berprasangka baik. Apa yang terlihat secara kasat mata belum tentu yang terjadi sebenarnya. Sabar dalam menyikapi persoalan. Berpikir sebelum bertindak. Selalu mengonfirmasi sebelum menuduh.