Mohon tunggu...
Teguh Septiawan
Teguh Septiawan Mohon Tunggu... Guru - Guru Seni Budaya

Nama : Teguh Septiawan, S.Sn. Tempat, tgl. Lahir : Banyumas, 19 Oktober 1989 Alamat : Ds. Kalisari, RT. 06/02, Kec. Cilongok, Kab. Banyumas Jenis Kelamin : laki-laki Agama : Islam Unit Kerja : SMA Negeri 1 Ajibarang Hobi : Art & Adventure Motto : 1. “Jadilah diri sendiri, karena diri kita yang akan menentukan masa depan” 2. “Hargailah orang lain jika dirimu ingin dihargai orang lain” Riwayat Pendidikan : 1. TK Pertiwi Desa Kalisari, Tahun 1995 2. SD Negeri 2 Kalisari, Tahun 2002 3. SMP Negeri 2 Cilongok, Tahun 2005 4. SMK Bina Teknologi Purwokerto, Tahun 2008 5. Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Tahun 2011-2015 Peng alaman Berkesenian : 1. Sebagai pemusik komunitas “Teater Gethek” Ajibarang, Tahun 2009-2010. 2. Sebagai pemusik dalam karya “Komensaris Jendral”, Teater Perisai, Universitas Muhamadiah Purwokerto tahun 2010. 3. Sebagai pemusik dalam ujian S1 karya komposisi “tetes” karya Dwi Harjono, tahun 2012. 4. Sebagai pengrawit dalam acara festival wayang di kota Tua, Jakarta, tahun 2012. 5. Sebagai pengrawit dalam karya “Lengger Barangan” karya Otnil Tasman, tahun 2013. 6. Sebagai pengrawit dalam acara “Art Sumit” di Benteng vestrenbrug Solo, tahun 2013. 7. Sebagai pemusik dalam ujian S1 karya komposisi “Randa” karya Kukuh Yuwono Basuki, tahun 2014. 8. Sebagai pengrawit dalam acara “SIPA” di Benteng vestrenbrug, Solo, tahun 2012-2014. 9. Sebagai pengrawit Temu Dalang Muda Indonesia di Kota Tua, Jakarta, tahun 2014. 10. Sebagai pengrawit Sanggar Lambang Sari dari Jepang, dalam acara “Cross danger” Ulang tahun Didi Nini Towok, tahun 2014. 11. Sebagai pengrawit dalam “Word Dance Day” Solo 24 jam menari, tahun 2012-2015. 12. Aktif dalam kegiatan komunitas “Pring Sedapur” tahun 2011-sekarang. 13. Sebagai komposer Karya Tugas Akhir komposisi “Ngelik” , ISI Surakarta tahun 2015. 14. Sebagai pengrawit dalam festival lagu daerah tingkat propinsi, tahun 2016. 15. Sebagai pengrawit dalam festival lagu daerah tingkat nasional tahun 2016 16. Dll...

Selanjutnya

Tutup

Seni

Eksistensi Seni Karawitan Gaya Banyumasan Masa Kini

28 Desember 2022   16:54 Diperbarui: 29 Desember 2022   10:01 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karawitan Gaya Banyumasan dalam sekian kurun waktu mengalami banyak perkembangan dan perubahan. Perkembangan tersebut dapat terlihat pada srtuktur garap sajian gendhing yang bervarasi, sedangkan perubahan dapat terlihat pada pola permainan instrumen yang akhir-akhir ini sering terjadi dalam sajian karawitan Banyumasan (lenggeran). 

Contohnya pola instrumen kendhang yang ditata miring seperti halnya penataan dan penggunan kendhang jaipong (sunda), hal ini sangat terasa bahwa warna kulonan berpengaruh pada sajian karawitan Banyumasan. Fenomena tersebut tidak dapat dipungkiri dikarenakan pengaruh musik jaman sekarang (orgen tunggal, orleng, dan jenis musik lainya) berasal dari daerah barat (sunda) yang membawa dampak pada sajian karawitan Banyumas. 

Warna wetanan juga begitu terasa dimana ketika sajian gendhing Banyumasan masih mengacu bentuk gendhing gaya wetanan (lancaran, ladrang, ketawang, gendhing dan lain sebagainya. Bukan hanya struktur gendhing saja, garap vokal yang cenderung disajikan dengan koor (vokal berbarengan) juga salah satu identifikasi pengaruh gaya wetanan (Surakarta-Yogyakarta). Sedangkan untuk warna Banyumasan itu sendiri lebih identik terlihat pada sajian garap vokal (Sindenan, senggakan) yang mendominasi sajian gendhing-gendhing Banyumasan. Selain itu ada juga pola permaian intrumen diantaranya: garap kendhang ketipungan[1],  garap bonangan (imbal[2]), garap struktural, garap saron (nyacah[3], imbal), garap saron penerus dan lain sebagainya. 

Sajian karawitan gaya Banyumasan setidaknya ada tiga prinsip dasar yang harus difahami dan dikuasai oleh penggarap antara lain : kendhangan, vokal  (sinden/senggak), serta beberapa instrumen gamelan yang secara teknik mencirikan dan membedakan garap masing-masing gaya karawitan. Kendhang dalam karawitan Banyumasan adalah instrumen garap yang sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan pembentukan dinamika gendhing. 

Jika penyaji kendhang dalam garap gendhing Banyumasan tidak mampu membangun interaksi yang ekspresif dengan penyaji instrumen lain dan dengan penikmat (penonton/pengamat) maka karakteristik yang menjadi ciri khas gendhing-gendhing Banyumasan menjadi tidak optimal. Interaksi yang dimaksud tidak hanya dibentuk oleh pola atau sekaran kendhangan yang bersifat baku, akan tetapi juga bersifat spontanitas berinteraksi dengan vokal senggak. Sehingga kesan musikal akan lebih hidup dan dinamis. 

Pengalaman Pengendhang[4] terhadap pembentukan suasana gendhing menjadi sangat berpengaruh terhadap kesan musikal yang dihasilkan. Kebanyakan pengendhang di Banyumas yang dalam kategori hebat adalah mereka yang memiliki pengalaman panggung dari berbagai ragam jenis pertunjukan seperti lengger, ebeg, ketoprak, dan wayang kulit. 

Dengan berbekal pengalaman tersebut biasanya mereka akan mampu menyajikan berbagai variasi garap kendhanganya, sehingga akan muncul sajian-sajian yang spontanitas namun justru akan menghidupkan kesan gendhing yang lebih khas, unik dan dinamis. Beberapa pengendhang dan pengrawit hebat yang berpengaruh terhadap perkembangan karawitan gagrag Banyumasan diantaranya adalah: S. Bono (Purbalingga), Rasito (Purwokerto), Sukendar (Papringan-Banyumas), Darno Kartawi (ISI Surakarta), Sungging Suharto (Purwokerto), Subejo Darkam (Cilongok), dan Sutiman (Cilongok). Beliau-beliaulah yang sampai saat ini masih menjadi sumber acuan garap karawitan gaya Banyumasan. 

Faktor lain yang juga sangat penting kedudukanya dalam pembentukan ciri khas garap gendhing Banyumasan adalah vokal. Beberapa Pesinden terdahulu yang telah berhasil membangun pondasi kuat terhadap ragam sindenan gendhing-gendhing gaya Banyumasan antara lain: Juwariyah (cilacap), Kunes (Banyumas) dan Suryati (Purbalingga). Beliau bertiga setidaknya sudah menjadi sumber bagi para pesinden Banyumas berikutnya. 

Jika proses pewarisan antara generasi tidak dilakukan secara berkelanjutan maka pesinden dan pengrawit generasi mendatang akan kehilangan jejak tentang ciri khas garap gendhing dan sindenan gendhing-gendhing Banyumasan yang akurat. Berpijak dari fenomena di atas, penulis ingin mengajak semua kalangan terutama instansi Pendidikan maupun Dinas terkait untuk peduli dan bersama-sama melestarikan dan melakukan regenerasi tentang karawitan gaya Banyumasan baik dalam penggalihan potensi praktisi pengrawit maupun vokal sinden agar perkembangan nilai dan estetikanya semakin lestari

DAFTAR PUSTAKA

Darno, "Kumpulan Sindhenan Gendhing-Gendhing Banyumasan" manuskrip 1999

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun