Karawitan Gaya Banyumasan dalam sekian kurun waktu mengalami banyak perkembangan dan perubahan. Perkembangan tersebut dapat terlihat pada srtuktur garap sajian gendhing yang bervarasi, sedangkan perubahan dapat terlihat pada pola permainan instrumen yang akhir-akhir ini sering terjadi dalam sajian karawitan Banyumasan (lenggeran).
Contohnya pola instrumen kendhang yang ditata miring seperti halnya penataan dan penggunan kendhang jaipong (sunda), hal ini sangat terasa bahwa warna kulonan berpengaruh pada sajian karawitan Banyumasan. Fenomena tersebut tidak dapat dipungkiri dikarenakan pengaruh musik jaman sekarang (orgen tunggal, orleng, dan jenis musik lainya) berasal dari daerah barat (sunda) yang membawa dampak pada sajian karawitan Banyumas.
Warna wetanan juga begitu terasa dimana ketika sajian gendhing Banyumasan masih mengacu bentuk gendhing gaya wetanan (lancaran, ladrang, ketawang, gendhing dan lain sebagainya. Bukan hanya struktur gendhing saja, garap vokal yang cenderung disajikan dengan koor (vokal berbarengan) juga salah satu identifikasi pengaruh gaya wetanan (Surakarta-Yogyakarta). Sedangkan untuk warna Banyumasan itu sendiri lebih identik terlihat pada sajian garap vokal (Sindenan, senggakan) yang mendominasi sajian gendhing-gendhing Banyumasan. Selain itu ada juga pola permaian intrumen diantaranya: garap kendhang ketipungan[1], garap bonangan (imbal[2]), garap struktural, garap saron (nyacah[3], imbal), garap saron penerus dan lain sebagainya.
Sajian karawitan gaya Banyumasan setidaknya ada tiga prinsip dasar yang harus difahami dan dikuasai oleh penggarap antara lain : kendhangan, vokal (sinden/senggak), serta beberapa instrumen gamelan yang secara teknik mencirikan dan membedakan garap masing-masing gaya karawitan. Kendhang dalam karawitan Banyumasan adalah instrumen garap yang sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan pembentukan dinamika gendhing.
Jika penyaji kendhang dalam garap gendhing Banyumasan tidak mampu membangun interaksi yang ekspresif dengan penyaji instrumen lain dan dengan penikmat (penonton/pengamat) maka karakteristik yang menjadi ciri khas gendhing-gendhing Banyumasan menjadi tidak optimal. Interaksi yang dimaksud tidak hanya dibentuk oleh pola atau sekaran kendhangan yang bersifat baku, akan tetapi juga bersifat spontanitas berinteraksi dengan vokal senggak. Sehingga kesan musikal akan lebih hidup dan dinamis.
Pengalaman Pengendhang[4] terhadap pembentukan suasana gendhing menjadi sangat berpengaruh terhadap kesan musikal yang dihasilkan. Kebanyakan pengendhang di Banyumas yang dalam kategori hebat adalah mereka yang memiliki pengalaman panggung dari berbagai ragam jenis pertunjukan seperti lengger, ebeg, ketoprak, dan wayang kulit.
Dengan berbekal pengalaman tersebut biasanya mereka akan mampu menyajikan berbagai variasi garap kendhanganya, sehingga akan muncul sajian-sajian yang spontanitas namun justru akan menghidupkan kesan gendhing yang lebih khas, unik dan dinamis. Beberapa pengendhang dan pengrawit hebat yang berpengaruh terhadap perkembangan karawitan gagrag Banyumasan diantaranya adalah: S. Bono (Purbalingga), Rasito (Purwokerto), Sukendar (Papringan-Banyumas), Darno Kartawi (ISI Surakarta), Sungging Suharto (Purwokerto), Subejo Darkam (Cilongok), dan Sutiman (Cilongok). Beliau-beliaulah yang sampai saat ini masih menjadi sumber acuan garap karawitan gaya Banyumasan.
Faktor lain yang juga sangat penting kedudukanya dalam pembentukan ciri khas garap gendhing Banyumasan adalah vokal. Beberapa Pesinden terdahulu yang telah berhasil membangun pondasi kuat terhadap ragam sindenan gendhing-gendhing gaya Banyumasan antara lain: Juwariyah (cilacap), Kunes (Banyumas) dan Suryati (Purbalingga). Beliau bertiga setidaknya sudah menjadi sumber bagi para pesinden Banyumas berikutnya.
Jika proses pewarisan antara generasi tidak dilakukan secara berkelanjutan maka pesinden dan pengrawit generasi mendatang akan kehilangan jejak tentang ciri khas garap gendhing dan sindenan gendhing-gendhing Banyumasan yang akurat. Berpijak dari fenomena di atas, penulis ingin mengajak semua kalangan terutama instansi Pendidikan maupun Dinas terkait untuk peduli dan bersama-sama melestarikan dan melakukan regenerasi tentang karawitan gaya Banyumasan baik dalam penggalihan potensi praktisi pengrawit maupun vokal sinden agar perkembangan nilai dan estetikanya semakin lestari
DAFTAR PUSTAKA
Darno, "Kumpulan Sindhenan Gendhing-Gendhing Banyumasan" manuskrip 1999