Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) perekonomian Indonesia pada triwulan IV 2021, telah mengalami pertumbuhan 5,02% dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Hal ini tentu saja merupakan berita yang menggembirakan, mengingat kita masih berada dalam kondisi pandemi Covid19 yang belum sepenuhnya pulih. Sekalipun demikian, terdapat fenomena menarik terkait dengan masalah sosial dimana jumlah masyarakat miskin di perkotaan mengalami kenaikan, dari 7,88% di bulan September 2020 menjadi 7,89% pada bulan Maret 2021(www.bps.go.id). Sebaliknya jumlah masyarakat miskin di perdesaan turun dari 15,51 juta pada September 2020 menjadi 15,37 juta di bulan Maret 2021 (www.bps.go.id).
Fenomena di atas dapat menjadi indikator bahwa di perkotaan, lebih rentan terhadap risiko munculnya masalah-masalah sosial dibandingkan dengan di perdesaan. Sekalipun bukan mustahil masalah sosial juga dapat terjadi di perdesaan, prioritas pemecahan masalah-masalah sosial yang lebih mendesak adalah yang terjadi di perkotaan.
Kemiskinan dan Masalah Sosial
Terjadinya peningkatan kemiskinan di perkotaan dapat menjadi pemicu munculnya masalah sosial. Sejalan dengan hasil penelitian Manshor et al (2020) yang menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan faktor utama munculnya masalah sosial. Ada berbagai bentuk masalah sosial yang bisa terjadi di perkotaan, seperti masalah keuangan, kepadatan penduduk, perumahan yang tidak layak huni, tuna wisma, kemacetan lalu lintas dan buruknya transportasi umum, polusi udara, hingga kesehatan mental.
Manshor et al (2020) menggambarkan keterkaitan antara kemiskinan dengan masalah sosial sebagaimana diagram berikut:
Ketika terjadi berbagai masalah sosial, maka social entrepreneur (wirausaha sosial) memiliki peran besar untuk menjadi penyedia solusi atas berbagai masalah sosial tersebut melalui inovasi-inovasi sosial yang dilakukan (Samuelson & Witell, 2019).
Ishigaki & Sashida (2013: 433) menggambarkan proses inovasi sosial dalam suatu gambar berikut:
Langkah selanjutnya adalah melakukan klarifikasi atas situasi masalah dan mendorong adanya empati. Pada tahap ini dilakukan survei lapangan dengan mewawancara masyarakat dan pengampu kepentingan lainnya.
Kemudian menciptakan visi dan memformulasikan pengukuran. Pada tahap ini dilakukan workshop yang melibatkan pengampu kepentingan lokal dengan tim pakar/spesialis.