(Jika) SDM Unggul (maka) Indonesia Maju. Begitu tema peringatan HUT ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2019 yang baru berlalu. Dua konjungsi subordinatif (jika dan maka---tidak efektif, sebenarnya) sengaja Penulis sisipkan untuk mempertegas hubungan kedua klausa pembentuk tema tersebut.
Dalam bahasa Inggris, susunan kalimat majemuk semacam ini dijuluki sebagai conditional sentence. Mudah-mudahan kalimat tema ini masih tergolong if clause tipe 1. Artinya, kita belum terlambat, masih punya peluang untuk mewujudkannya.
Tak terbantahkan, kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor dominan yag menentukan kemajuan suatu bangsa. Tidak sedikit negara miskin sumber daya alam (SDA) yang bercokol di barisan depan kelompok negara-negara maju.Â
Bahkan, Singapura, negara yang miskin wilayah teritorial pun, menjelma sebagai salah satu negara termaju di Asia dan cukup disegani di kancah dunia. Apalagi, kalau bukan kualitas SDM, faktor kuncinya?
Kemajuan, kemandekan, atau kemunduran suatu bangsa berbanding lurus dengan kualitas SDM-nya. Ini menjadi hukum alam yang berlaku bagi semua bangsa, tak terkecuali Indonesia.Â
Negara tercinta kita ini tak lagi boleh terlena dengan pujian sebagai negeri gemah ripah loh jinawi (subur makmur berkelimpahan). Tanpa besutan SDM unggul, kekayaan alam yang berlimpah jenis dan volumenya hanya akan menjadi santapan empuk bagi raksasa rakus. Pengalaman terjajah berabad-abad mesti menjadi pengalaman berharga untuk segera berbenah.
"Memajukan kesejahteraan umum" dan "mencerdaskan kehidupan bangsa" menjadi cita-cita yang menghiasi mukadimah konstitusi kita. Naskah itu diundangkan hanya sehari setelah bangsa kita menyatakan kemerdekaannya.Â
Bahkan, kelahirannya sudah dua bulan sebelumnya, ketika masih berjuluk Piagam Jakarta. Begitu kentara ketajaman visi para pendiri negeri ini. Kini, 74 tahun kemudian, sepasang idiom itu kembali mencuat sebagai tema peringatan Kemerdekaan.Â
Tidakkah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa itu (mestinya) menghasilkan SDM unggul? Bukankah Indonesia maju itu (mestinya) hasil kerja memajukan kesejahteraan umum? Lalu kenapa selama 74 tahun dua-duanya masih belum beranjak dari cita-cita belaka?
Apabila premis "jika SDM unggul, Indonesia maju" diterima dan saat ini Indonesia (merasa/dirasa) belum maju, pertanyaannya "Mengapa SDM Indonesia belum unggul?"Â
Jika SDM unggul menjadi tujuan dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang dilembagakan dalam sistem pendidikan, pertanyaannya menjadi "Ada apa dengan sistem pendidikan kita?"