Mohon tunggu...
Teguh Sudarisman
Teguh Sudarisman Mohon Tunggu... -

Travel Writer & Photographer; Founder Komunitas Penulis Pengelana; Editor-in-Chief Kalstar in-flight magazine; Penulis buku "Travel Writer Diaries 1.0". Kunjungi travelblog saya di http://TGIFmag.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mutiara Tersembunyi di Semarang

6 November 2010   06:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:48 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keelokan batik ini mulai bersinar berkat usaha seorang ibu rumahtangga yang brilian.

[caption id="attachment_316776" align="alignleft" width="292" caption="Batik Semarang motif Pekojan - Dok. Batik Semarang 16"][/caption] Kalau saja pagi itu saya tidak dijemput oleh Mbak Umi S. Adisusilo di hotel tempat saya menginap, pasti saya tak akan dapat menemukan satu mutiara tersembunyi di kota Semarang. Tak lain, batik semarang.

Saya pernah delapan tahun kuliah lalu bekerja di Kota Lumpia ini, tapi tak pernah sekalipun tahu tentang batik ini.Informasi tentang batik semarang baru saya ketahui setahun belakangan ini melalui internet, dan kontak dengan Mbak Umi telah beberapa kali saya lakukan via e-mail dan telepon, tapi baru pagi ini akhirnya bisa ketemu.

Mobil Mbak Umi bergerak ke arah tenggara, menuju Mateseh, melewati daerah-daerah yang dulu masih kosong, namun kini sudah dipenuhi berbagai perumahan. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah perumahan, yang kalau saya disuruh pulang sendiri pasti tidak tahu bagaimana caranya bisa ke hotel saya tadi.

Rumah Mbak Umi yang berlantai dua itu di lantai bawah berisi tumpukan kain-kain batik setengah jadi yang tinggal dicelup, dan ruang di sisi kiri dipakai sebagai butik kecil. Di lantai dua, barulah saya melihat ruangan tempat membatik, yang hampir semuanya diisi wanita muda, dan hanya Pak Pono dan Mas Iwan yang laki-laki, yang sedang mengecap batik. “Mbak-mbaknya ini masih single semua lho,” canda Mbak Umi. Tapi yang menarik saya justru cetakan batik yang dipegang Pak Pono, yang bergambar seekor ular raksasa sedang memeluk gunung. Ini adalah motif Rawapening, yang diambil dari legenda rakyat Ambarawa, sebuah kota di selatan Semarang. Menuangkan sebuah cerita rakyat menjadi suatu motif batik yang unik, menurut saya, hanya bisa dilakukan oleh orang yang brilian.

Kekaguman saya terhadap Mbak Umi makin bertambah, ketika tahu bahwa motif-motif batik semarangan yang telah diciptakannya kini lebih dari 800 buah! Tak hanya mengangkat puluhan cerita legenda maupun sejarah Semarang, namun juga kuliner, landmark kota, festival, asal-usul nama daerah, dan banyak lagi hal unik lain tentang Semarang.Sebutlah misalnya motif Tugu Muda, Lawang Sewu, Pasar Johar, Jembatan Mberok, Gereja Blenduk, yang kesemuanya merupakan bangunan-bangunan khas Semarang. Atau motif Jatingaleh, Watu Gong, Bukit Gombel, Goa Kreo, Gedong Songo, Sendangmulyo, yang merupakan nama-nama tempat di Semarang, yang mempunyai sejarah atau legenda unik berkaitan dengan namanya. Bahkan makanan khas Semarang seperti wingko babat, lumpia, roti ganjel rel, tahu gimbal, bisa ia tuangkan menjadi motif batik.

Yang unik, kalau kita mengamati motif-motif kuliner batik semarang, misalnya motif mi kopyok, urang jinejer tahu, tahu sinusur sayur, lumpia, atau motif tahu petis, kesemuanya tidak mirip secara harfiah dengan makanan aslinya! Jadi kadang kita mesti mikir dulu, ini udangnya yang mana, tahunya yang mana. Ini makanya saya menyebut Mbak Umi sebagai orang yang brilian.

Padahal, jika ditelisik, sarjana IKIP ini sendiri bukan berasal dari keluarga pembatik. Umi baru mulai belajar membatik tahun 2004, lalu tahun 2005 memberanikan diri memberi pelatihan-pelatihan membatik untuk anak-anak sekolah dan para wanita, dan mendirikan Batik Semarang 16 pada tahun 2006. Berkat usahanya, batik semarang ini mulai dikenal kembali, bahkan karya-karya Umi menjadi inspirasi perancang busana terkenal Anne Avanti. Namun hal itu tak membuanya sombong. Setiap kali ditanya, dari mana ia mendapatkan ide-ide untuk membuat motif-motif batiknya, ia selalu merendah. “Ah, wong saya ini ibu rumahtangga biasa. Jadi motif-motif batik itu ya saya buat sekenanya saja.”

Hal lain yang patut diacungi jempol adalah kegigihan Umi untuk menggunakan bahan-bahan pewarna alami. Saya dibawanya menuju tempat pencelupan batiknya, yang ia sebut ‘kandang kambing’ (karena hanya berupa rumah berdinding anyaman bambu, beralaskan tanah) yang masih satu kompleks perumahan. Berkarung-karung bahan pewarna dari kayu, seperti tegeran, tingi, indigo, ada di sini. Hanya sedikit saja bahan pewarna kimia yang ia pakai. “Selain lebih ramah lingkungan, pewarna alami juga jauh lebih murah,” tuturnya.

Menyadari tempat membatiknya yang berlokasi ‘di ujung dunia’, Umi membuka beberapa toko batik di Semarang, dan juga di Jakarta, yakni di Kompleks Thamrin City Blok H 16, Jakarta.Didasari kecintaannya pada batik semarang, hingga kini ia pun masih memberikan pelatihan membatik pada ibu-ibu rumahtangga di kelurahan dan kecamatan tempat tinggalnya. Hmmh, kalau saja saya punya banyak waktu, pasti saya juga mau belajar membatik dari Mbak Umi!

Kontak:

Batik Semarang 16

Jl. Bukit Kelapa Hijau V Blok BE No. 1-2

Bukit Kencana Jaya, Tembalang, Semarang Selatan

Tel: 024-70788692, 0811-289444, 021-26442911

www.batiksemarang16.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun