Pada Rabu malam ( 10/06/2015) Komisi X DPRÂ memanggil Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nachrawi untuk membicarakan pembekuan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Di akhir rapat yang berlangsung sampai jauh malam itu, Imam tetap bersikukuh pada keputusannnya, meski DPR memberi dua opsi kepada Menpora.
Dua opsi yang ditawarkan itu adalah pertama, DPR mendesak Menpora untuk mencabut surat pembekuan PSSI. Opsi kedua , DPR mendesak Menpora merevisi surat pembekuan, mengacu pada surat sanksi FIFA yaitu mengembalikan kewenangan PSSI dalam menggulirkan liga dan mengembalikan pengelolaan timnas di bawah PSSI.
Menpora tidak bergeming. Malah dia mengusulkan opsi ketiga karena dia bersikukuh tetap membekukan PSSI. Akhirnya DPR minta pada Menpora untuk duduk bersama dengan PSSIÂ pada tgl 23 Juni nanti. Tujuannya, membicarakan jalannya liga dan membahas sanksi FIFA.
Bila kita menengok sejarah terbentuknya PSSI, kita ingat nama Soeratin Sosrosogondo. Seorang ahli teknik lulusan Jerman. Kecintaan pada sepakbola dan aktifnya di pergerakan nasional, membuat dia berhasil mengumpulkan beberapa klub sepak bola dan pada 19 April 1930 diresmikan Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia atau kemudian dikenal sebagai Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. Ketika itu Soeratin bisa mengumpulkan klub sepakbola dari Yogyakarta, Bandung, Solo, Magelang dan Surabaya.
Tak lama kemudian, Soeratin juga mendorong pembentukan badan olahraga nasional lain semisal ISI (Ikatan Sport Indonesia – ISI) kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga pada tahun 1938 di Solo.
Dalam perkembangannya kemudian diadakan kompetisi sepakbola  yang melibatkan klub-klub itu yang akhirnya melibatkan negara. Fungsi negara dalam hal ini hanya untuk melindungi dan melayani klub-klub itu dan tidak berhak masuk dalam ranah operasional yang teknis di klub.Â
Sampai sekarangpun klub-klub itu mengandalkan sebagian besar penghidupannya dari beberapa perusahaan besar. Pupuk Kaltim misalnya, atau Semen Gresik dll. Perusahaan ini memberi banyak dana kepada club-club dengan kompensasi nama product ada di beberapa kostum mereka dan hal-hal lainnya. Perusahaanlah yang membuat mereka hidup dan bukan semata negara. Hal ini juga terjadi pada klub-klub luar negeri . Mereka juga disokong oleh perusahaan-perusahaan terkenal.
Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952 pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu – satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdeka.
Dari sejarah singkat ini, kita melihat bahwa PSSI terbentuk bukan karena pemerintah yang membentuknya. PSSI didirikan karena kecintaan seorang pemuda bernama Soeratin dan kemudian mengajak klub-klub itu untuk menghimpun diri. Jadi sejak awal tidak ada intervensi pemerintah, kalaupun ada, hanya sebagai regulator dan melindungi.
Sama halnya dengan bagaimana klub-klub itu berjuang untuk tetap bertahan. Mereka hidup dari sponsor saat mereka bertanding dan tidak bergantung pada pemerintah. Klub-klub ini mati-matian menjaga prestasinya demi mendapat guyuran dana untuk kelangsungan klubnya.