Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... Penulis - -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Presiden Suka Bohong Ya, Bu? (50K)

18 Januari 2011   03:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:27 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Bu, Presiden kita suka bohong, ya!” Rita tiba-tiba memecah keheningan malam diruang tamu. “Hus, kamu ini ngomong apa, lagi pula tahu dari mana kalau presiden suka bohong?” Ratna kaget bukan kepalang mendengar celetukan anakknya yang masih seusia anak sekolah dasar itu. Kekagetan ibu muda itu muncul saat dirinya sedang asyik menikmati sebuah novel, terlalu larut dalam jalan cerita novel itu barangkali. Sambil menutup novel ditangannya yang sedang di baca itu, Ratna menggeser duduknya mendekat kearah Rita. “kamu lagi baca apa, sayang, awas jangan membaca bacaan orang dewasa, ya!” “Aku tidak baca bacaan orang dewasa, kok, bu, Cuma lihat ini!” telunjuk anak kecil itu menunjuk pada penggalan tulisan sebuah berita yang menjadi headline pada koran itu. “coba ibu lihat, ya… 18 kebohongan pemerintah yang disampaikan tokoh-tokoh lintas agama dan pemuda, di kantor PP Muhammadiyah Jakarta, Senin (10/1)…, oh, ini bukan presiden yang bohong sayang, tapi itu hanya ada dugaan sekelompok orang saja kepada presiden!” kata Ratna sambil mengernyitkan keningnya dan membetulkan kacamata bacanya yang hampir melorot ke bawah hidungnya. Ratna masih tak habis pikir, mengapa Rita bisa tertarik dengan tulisan macam itu. Di dalam hatinya Ratna mengaku sebetulnya sempat merasa kebingungan juga karena harus menjelaskan dengan cara apa tentang masalah semacam itu kepada anaknya.

Cukup masuk akal juga jika orang dewasa menanyakan hal itu, karena memang berita itu sekarang sedang hangat-hangatnya di bahas oleh berbagai kalangan. Kritik yang tak henti-hentinya terus mengalir tertuju pada presiden. Entah Rita secara kebetulan atau tidak telah membuka halaman koran tersebut, yang jadi soal bagi Ratna sekarang ini adalah apa jadinya jika anak kecil pun turut mempersoalkan hal yang sama itu. Pernyatannya dan sebuah respon jujur Rita tadi dikhawatirkan akan terus melekat dalam ingtannya. Kedua mata kecil Rita terus menelisik isi berita dalam koran yang kini sudah ada dalam genggaman si ibu. “Tuh, betul, ibu juga baca sendiri, kan, Bu, presiden tukang bohong. Rita nggak mau punya presiden tukang bohong!” kata gadis kecil itu nampak seperti orang yang sedang kecewa. “Iya, iya, ibu jelaskan, ya!” kata Ratna sambil mulutnya terus berkata-kata membimbing anaknya untuk bisa memahami isi berita itu.

Malam yang penuh kejutan bagi Ratna karena ulah gadis kecilnya yang begitu kritis. Wajah Rita berubah semakin murung karena semua penjelasan Ratna yang yang tak kunjung memuaskan, menyusul pertanyaan yang Rita sampaikan kepadanya . Bekal pengetahuan yang masih terbatas tentang persoalan macam itu membuatnya harus putar otak agar Rita tak salah dalam memahaminya. Tak mau persoalan berlarut dalam ketidakpastian, Ratna akhinya memutuskan untuk menyerah, “Rita, nanti tanya ayah saja, ya, ibu belum bisa jawab semua pertanyaan kamu. Besok pagi sebelum berangkat ke sekolah, bagaimana, soalnya Ayah kamu belum pulang. Ayo sayang, sudah malam, tidur, yuk…!” katanya sambil membujuk putrinya masuk kekamar tidurnya. “Ayah kenapa belum pulang, Bu, masih kerja, ya!” tanya Rita disela-sela langkahnya yang dibimbing masuk kamar tidur. “Iya, ayah masih kerja. kan, ayah kamu lagi sama presiden di Istana Negara!” kata Ratna lagi. “Oh, Ayah temannya presiden, ya, Bu, tapi ayah tidak suka bohong, kan?” kata anak kecil itu. “Ya, tidak, ayah kamu tidak suka bohong!” Ratna lagi-lagi menjelaskan.

Ratna mencium kening anaknya yang sudah mulai mengantuk setelah tadi dia berusaha keras menidurkannya. Rambut lurus anaknya dia usap perlahan sambil matanya terus menatap tajam kearah wajah gadis mungilnya. Mata anak itu kini sudah betul-betul terpejam dan larut dalam tidurnya. “Hmm… anak kecil sudah sekritis ini, bagaimana nanti dia besar?” kata Ratna sambil mengecilkan cahaya lampu kamar itu lalu bergegas menuju keruang tamu menunggu kepulangan sang suami dari tempat kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun