Maman pun kagum dengan kerelawanan pegiat TBM ini, sebab semangat yang mereka tunjukan tiada habisnya. Kebersamaan dan perasaan senasib sepenanggungan dalam pergerakan itu betul-betul muncul dalam setiap waktu sehingga hadir rasa simpatik dan empatik diantara mereka sepanjang masa.
Saling berbagi, sama-sama mensuport untuk mengatasi segala persoalan yang diahadapi. Pegiat yang lahir dari sikap kerelawanan dan kemandirian, sumbangsihnya nyata  kepada perbaikan kehidupan bangsa.
Berbenah
Seiring waktu dan manfaat yang dihadirkannya, pergerakan kerelawan literasi ini terus melakukan banyak perbenahan.
Founder Sekolah Relawan, Bayu Gautama, yakin bahwa sikap kerelawanan harus dipupuk agar lebih memberikan manfaat luas bagi peebaikan keadaan.
Pihaknya mendorong perubahan-perubahan itu. Meski awalnya sikap kerelawanan itu muncul dari sikap kesukarelaan, namun kita harus mampu mengemasnya secara baik dan lebih tertata.
Pengertian kerelawanan seperti dikutip dari lingkarlsm.com, menyebutkan bahwa pekerjaan kerelawanan (volunteer work) adalah segala bentuk bantuan yang diberikan secara sukarela untuk menolong orang lain. Sedangkan relawan adalah seorang yang secara suka rela (uncoerced) menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain (help others) dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji atas apa yang telah disumbangkan (unremunerated).
Dari pemahaman diatas itulah, terutama berbicara tentang keahlian, relawan harus berdaya dengan segenap kemampuan khas yang dimilikinya.
Bentuk keahlian relawan dapat berbagai jenis dan bentuknya. Dari keberagaman itu memiliki tugas serta fungsinya masing-masing.
Kemunculan aktivitasnya ada yang berjalan sepanjang waktu atau hadir saat dibutuhkan saja.
Kerelawanan dalam dunia literasi pun demikian adanya. Pegiat TBM, terkadang "dituntut" multitalenta karena mereka kerap berhadapan dengan berbagai persoalan masyarakat secara langsung.