Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... Penulis - -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pastikan Itu Dia [Bag. 1. 50k]

6 Januari 2011   08:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:54 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Ada kerumunan orang disana pagi itu. Memunculkan rasa penasaran orang-orang lain yang tak jauh di sekitar itu. Ada apa gerangan? Seorang perempuan muda dengan muka pucat dan bajunya yang lusuh tergeletak diaspal jalan dengan kaki yang telanjang tanpa sepatu ataupun alas kaki lain. Kerumunan orang yang makin banyak itu, tak satu pun yang dapat berbuat banyak selain saling bertanya diantara mereka, ada apa? Waktu itu adalah pagi hari, jalan dimana si perempuan tergeletak adalah sebuah jalan umum menuju ke arah pasar. Sontak saja kejadian tergeletaknya si perempuan dengan mudahnya dapat mengundang perhatian orang.

Hingga akhirnya datang seorang bapak separuh baya berinisiatif memindahkan tubuh perempuan itu kearah tepi jalan tepat dibawah rindang pepohonan peneduh kota. Seseorang dengan baik hati berusaha memberikan air minum dalam kemasan gelas plastik. Berharap air putih itu dapat membantu menyadarkan si perempuan yang tergeletak tadi. Tetapi ternyata air digelas plastik itu belum dapat membuahkan apa-apa karena si perempuan masih saja tergeletak tak sadarkan diri.

Dari semenjak tadi memang tak ada orang yang bisa ditanyai dan tahu tentang siapa perempuan ini sebenarnya. Hanya saja sedikit informasi bisa didapat dari salah seorang diantara kerumunan yang mengaku melihat perempuan itu berjalan limbung setelah dia beranjak turun dari sebuah angkutan umum dan hanya itu saja. Namun informasi itu belumlah cukup menjawab tentang siapa perempuan muda ini.

Diantar kerumunan orang-orang tersebut ada beberapa diantaranya serius berdiskusi. Mereka mencari jalan sebaiknya diapakan perempuan yang tergeletak ini. Sampai pada akhirnya ada seseorang yang meberi usul supaya si perempuan dibawa saja ke rumah sakit atau klinik kesehatan terdekat dan biarkan dokter atau perawat disana yang membantu memulihkan kesadaran siperempuan. Tanpa berpikir panjang lagi, beberapa orang kemudian mengangkat tubuh siperempuan untuk dinaikan kedalam mobil angkutan umum yang setelah sebelumnya disiapkan oleh seseorang. Beberapa orang membawa si perempuan ke sebuah rumah sakit umum di bagian unit gawat darurat. Pihak rumah sakit sempat menolak untuk melakukan perawatan atau pertolongan medis karena diantara sekian orang yang mengantar si perempuan tak ada satu pun yang mau menjadi penanggung jawab atas diri si perempuan.

Orang-orang yang mengantar si perempuan ternyata tak mau ambil pusing pula. Mungkin pikirnya setelah selesai mengantar ke rumah sakit tanggung jawab berikutnya untuk mengurus si perempuan itu diserahkan kepada pihak rumah sakit. Semula beberapa orang yang mengantar si perempuan nampak agak banyak. Namun disaat beberapa orang pengantar lainnya tengah berdebat dengan rumah sakit, beberapa orang pengantar lain secara diam-diam pergi meninggalkan rumah sakit dan tanpa diketahui. Sampai pada akhirnya tidak ada lagi orang yang mau bertanggung jawab atas si perempuan.

Cukup lama juga si perempuan tak sadarkan diri, tergeletak diatas kasur roda di ruang unit gawat darurat rumah sakit. Nampak seorang petugas rumah sakit tengah kebingungan, hendak diapakan perempuan ini. Ada beberapa orang yang melihat kejadian itu, namun setelah itu berlalu begitu saja.

Satu menit, dua menit dan waktu terus berlalu. Si petugas rumah sakit masih saja tak tahu harus berbuat apa. Orang-orang yang tadi mengantar si perempuan sudah benar-benar tak tersisa seorang pun. Dalam hati kecilnya sempat berniat untuk meninggalkan si perempuan itu juga dengan begitu saja. Tetapi dia sadar, jika terjadi sesuatu dengan si perempuan itu dia akan kena getahnya juga terutama dengan masa depan pekerjaannya. Si petugas rumah sakit akhirnya berpikir dan mencoba mencari jalan keluar. Dia kemudian bergegas menuju ruang kantor atasannya, setelah sebelumnya menitipkan si perempuan pada seorang petugas rumah sakit lainnya. Sampai di depan pintu ruang sang atasan, dia meminta ijin untuk masuk ruangan. Sang atasan mempersilahkan si petugas rumah sakit yang juga bawahannya itu masuk dan menanyakan ada keperluan apa. Si petugas rumah sakit kemudian menyampaikan semua kejadian yang dia alami tentang si perempuan itu sampai pada akhirnya dia menghadap atasannya itu.

Mencari tahu siapa si perempuan adalah harapan yang menggelayut dikepala si petugas rumah sakit. Dia berpikir pekerjaanya hari ini dirasa sangat menjemukan atau lebih tepatnya membingungkan. Diantara kebingungan itu, dia mulai lagi megurai kata dihadapan atasannya seraya dengan nafas yang berat dan menginginkan sesegera mungkin dia betul-betul bisa mengetahui si perempuan itu. Saat itu nampak si atasan tengah termenung setelah mendengar semua cerita si petugas rumah sakit. Rupanya cerita bawahannya itu adalah cerita yang menambah kepusingan juga bagi dirinya. Alih-alih dapat menjawab siapa si perempuan itu, karena secara langsung dia pun belum melihatnya, maka akhirnya dia mengajak bawahannya bergegas menuju ruang dimana si perempuan berada.

Tak lama berselang, ruangan dimana si perempuan tergeletak diatas kasur roda rumah sakit dapat segera dia datangi. Tetapi alangkah terkejutnya si atasan, terutama si petugas rumah sakit, bahwa ternyata si perempuan yang semula dititipkan pada seorang petugas rumah sakit lain itu kini hanya dibiarkan tergolek sendiri. Lalu lalang orang yang kebetulan melintas di ruang unit gawat darurat itu tak satu pun yang mau tahu dan musti bertindak apa. Yang ada barangkali hanya ketakutan saja di wajah mereka, karena ikut campur akan berakibat menyulitkan dirinya saja. Rasa bersalah si petugas karena telah mengabaikan si perempuan dan sebelumnnya menitipkannya kepada orang lain nampak menjadi-jadi.Tetapi tak lama dari itu, kemudian dia segera berkata sesuatu kepada atasannya dan mengajak supaya sesegera mungkin atasannya bisa berbuat sessuatu.

Meskipun masih dalam kebingungan, si atasan mulai berpikir untuk memanggil dokter agar segera diambil tindakan medis. Kemudian dia berkoordinasi dengan salah seorang dokter di rumah sakit itu dan melakukan tugas penyembuhan kepada si perempuan dari ketidaksadarannya itu. Seorang dokter dipanggilnya dan tak lama kemudian datang. Si perempuan kemudian dibawa ke sebuah ruang peyembuhan dan dengan cekatan sang dokter dengan dibantu oleh beberapa perawat mulai bekerja.

Si atasan nampak sedikit agak tenang setelah yakin sang dokter mau diajak kerjasama menyembuhkan si perempuan. Kemudian ia pun mulai mencari jalan lagi yang berikutnya agar masalah itu betul-betul bisa tuntas. Dia mengingat-ingat lagi beberapa perkataan si petugas rumah sakit berkaitan dengan keberadaan si perempuan itu. Tapi dari sekian banyak cerita itu, tak satu pun petunjuk yang dapat dia peroleh, dan semakin bingunglah dia. Tetapi setidaknya dia masih punya harapan, barangkali nanti setelah si perempuan sadar karena sudah ditolong dokter, dia akan segera menanyainya. Dan dari situ akan didapat jawaban mengenai siapa sebenarnya si perempuan itu, dan setelah itu secepatnya dia akan mengantarkannya kembali si perempuan itu ketempat dimana dia berasal.

Dokter yang bekerja di ruang penyembuahan pasien unit gawat darurat itu nampak berjalan keluar ruangan. Bergegas menghampiri si atasan dan menyebutkan bahwa si perempuan sudah mulai pulih dari ketidaksadarannya. Si perempuan, kata si dokter, sudah bisa terbangun dan membuka matanya. Tetapi hanya mampu duduk saja diatas tempat tidur. Muka pucatnya tidak lagi tampak seperti saat tadi pertama kali ditemukan tergeletak dijalan umum menuju pasar yang agak ramai itu. Artinya si perempuan sadar namun sayanggnya dia hilang ingatan. Dokter menduga rupanya ada sesuatu kejadian yang sangat berpengaruh terhadap si perempuan itu sebelum dia tergelatak. Namun jika hasil dari pemeriksaan secara fisik tidak ada tanda-tanda mencurigakan telah terjadi penganiayaan. Hanya saja kondisi psikologis si perempuan itu seperti sedang terganggu.

Si perrempuan yang kini tengah duduk diatas tempat tidur rumah sakit itu hanya mampu menatap kosong kearah depan wajahnya. Sambil sesekali melihat ka raha kiri atau pun kanan dirinya. Dalam keadaan seperti itu dokter mencoba untuk menghampirinya kemudian mencoba menanyainya. Si perempuan memang merespon kedatangan dokter yang mendekat kepada dirinya, tetapi terkait dengan beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada dirinya, si dokter tidak dapat memperoleh satu jawaban pun. Dan dokter menduga bahwa si perempuan itu sudah hilang ingatan.

Kemudian si dokter beranjak mendekat si atasan petugas rumah sakit. Berdua mereka mendiskusikan tentang jalan keluar apa yang musti mereka lakukan agar bisa mengetahui siapa sebetulnya si perempuan itu. Setelah lama saling berbicara, akhirnya keduanya sepakat untuk memgantarkan si perempuan ke rumah sakit jiwa saja. Di rumah sakit jiwa ada banyak dokter ahli jiwa yang dapat menangani persoalan pasien semacam ini. Dokter kemudian memerintahkan kepada seorang sopir mobil ambulan agar segera membawa mobil ambulannnya segera bergegas menujurumah sakit jiwa. Bersamaan dengan tempat tidur lipat rumah sakit, dimasukanlah si perempuan kedalam mobil ambulan dan pergilah mereka dengan ditemani sang petugas unit gawat darurat rumah sakit.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit jiwa, nampak sebuah motor membuntuti laju kemana mobil ambulan itu pergi. Motor itu ditumpangi oleh seorang lelaki. Wajah lelaki itu tertutup kaca helmpenutup kepalanya. Belum jelas benar wajah lelaki itu. Sebetulnya lelaki diatas motor itu sudah sejak dari rumah sakit tadi begitu serius memerhatikan semua proses pertolongan yang diberikan kepada si perempuan. Tetapi dia saat di rumah sakit tadi dia tak mau mendekat kearah si perempuan. Dia hanya memerhatikannya dari jauh dan terus berusaha mendengarkan pembicaraan diantara orang-orang yang berusaha melakukan pertolongan kepada si perempuan di rumah sakit. Meskipun dian tak bisa menangkap keseluruhan pembicaraan, sepertinya dia sudah cukup mengerti proses penyembuhan macam apalagi yang akan dilakukan oleh orang-orang dirumah sakit tadi hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti ambulan yang membawa si perempuan itu menuju ke rumah sakit jiwa.

Perjalanan menuju rumah sakit tidak terlalu memakan waktu banyak. Selalin karena mobil ambulan itu dipacu dengan kecepatan tinggi, jalan yang dilaluinya pun tidak begitu macet. Tiba di rumah sakit jiwa, kemudian si petugas unit gawat darurat rumah sakit yang pertama tadi menemui petugas rumah sakit jiwa. Meskipun dia seorang petugas rumah sakit, sepertinya belum tahu benar tentang prosedur yang harus ditempuh agar bisa menitipkan seorang pasien di rumah sakit jiwa. Kemudian dia pun menanyakan kepada petugas penjaga yang bersiap di depan gerbang masuk rumah sakit jiwa. Petugas jaga menghentikan laju mobil ambulan tepat di depan pos penjagaan. Lalu memeriksa kedalam ambulan dan menanyai sopir mobil ambulan, hendak dibawa kemana perempuan didalam mobil ambulan itu. Si sopir menjawab, bahwa perempuan itu akan di bawa ke rumah sakit jiwa dan secepatnya agar mendapat perawatan medis supaya jiwanya segera dipulihkan. Si petugas jaga kemudian meminta agar mobil ambulan tidak masuk terlebih dahulu sebelum ada orang yang mau mengisi beberapa berkas isian dan menunjukan nama siapa yang bertanggung jawab atas pasien perempuan itu. Si sopir bertanya kepada si petugas unit gawat darurat rumah sakit, tapi si petugas unit gawat darurat rumah sakit hanya menggelengkan kepala, karena memang tidak tahu bahkan tidak mau menjadi orang sebagaimana yang diminta oleh si petugas penjaga. Karena tak juga ada orang yang mau mengisi formulir isian dan bertanggung jawab atas diri si pasien perempuan, akhirnya si petugas jaga meminta supaya mobil ambulan segera meninggalkan rumah sakit jiwa dan boleh kembali apabila syarat-syarat tadi dipenuhinya. Artinya rumah sakit jiwa menolak kedatangan pasien perempuan itu.

Mobil perlahan berjalan meninggalkan rumah sakit jiwa. Si sopir dan si petugas unit gawat darurat rumah sakit tak tahu lagi harus berbuat apa. Disaat mereka sedang kebingungan, tiba-tiba di depan mobil ambulan yang berjalan perlahan itu melaju sebuah motor yang dikendarai seorang lelaki. Si lelaki diatas motor meminta agar sopir ambulan segera menepikan kendaraan kepinggir jalan dengan isyarat sebelah tangannya. Karena laju mobil ambulan yang memang terhalang motor itu, akhirnya si sopir menghentikan mobil ambulan ditepi jalan. Si lelaki mendekati si sopir, kemudian menanyakan hendak dibawa kemana lagi si perempuan didalam mobil ambulan itu. Si sopir tak bisa menjawab, malah bertanya kepada si petugas unit gawat darurat rumah sakit. Dia pun menggeleng kedua orang yang ditanyai itu keduanya menggeleng. Disaat mereka tengah nampak bingung, kemudaian si lelaki meminta supaya si perempuan di dalam mobil ambulan itu dikeluarkan saja. Si sopir dan si petugas unit gawat darurat rumah sakit sempat menolak memberikan si perempuan kepada si lelaki itu. Mereka khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diharpkan jika si perempuan disrahkan kepada orang yang belum mereka kenal. Sempat terjadi pembicaraan dengan si lelaki yang terus berusaha meyakinkan bahwa dia adalah orang yang siap menjadi orang yang bertanggung jawab atas diri si perempuan apabila si sopir dan si petugas unit gawat darurat rumah sakit mau menyerahkan si perempuan itu kepadanya. Apa boleh buat, si sopir dan si petugas unit gawat darurat rumah sakit yang sudah sedari tadi dibingungkan oleh si perempuan, akhirnya memberikan si perempuan kepada si lelaki itu. Kemudian si perempuan dikeluarkan dari dalam mobil ambulan, dan dinaikan kesadel belakang motor. Setelah memberikan secarik kertas yang berisi alamat dan nomor telepon kepada si sopir dan si petugas unit gawat darurat rumah sakit, si lelaki bergegas membawa pergi si perempuan menjauh dari kota itu.

Seseorang lelaki misterius kini telah mengambil alih perawatan si perempuan. Entah akan diapakan si perempuan itu olehnya. Laju motor yang tak begitu kencang berhenti di sebuah tempat. Tempat itu benar-benar sudah menjauh dari kota. Berhenti di sebuah tempat sunyi, disamping jalan yang membelah pesawahan luas. Angin agak kencang bertiup, maklum namanya juga berada ditempat terbuka. Tetapi keadaan itu tak begitu mengganggu si lelaki. Justru angin yang bertiup itu membuatnya menjadi lebih tenang dan pas untuk teman beristirahat. Si perempuan yang sedari tadi diam, kemudaian dia turunkan dari atas sadel motor. Didudukannya dia di atas rumput. Si lelaki lantas membuka kunci sadel motor dan mengambil sebotol air mineral yang dia simpan dibagasi kecil dibalik sadel motor itu. Setelah membuka tutup botolnya, dia minum sedikit air didalam botol itu. Segar rasanya, air menerobos masuk kerongkongannya dan langsung menuju lambung. Setelah cukup meminum air di botol itu, sisa air dia sodorkan ke mulut si perempuan. Tetapi si perempuan tetap saja diam bahkan membuka mulutnya walau hanya sedikit pun tidak. Wajahnya hanya tertunduk dengan tatatapan matanya yang masih kososng sejak dari dia mulai siuman saat dirumah sakit tadi.

Dengan sedikit mengangkat wajah si perempuan, si lelaki mencoba mendekatkan mulut botol air minum ke mulut si perempuan. Dia angkat sedikit-demi sedikit botol air minum agar air dapat masuk ke mulut si perempuan. Tanpa ekspresi apapun si perempuan membiarkan air masuk ke kerongkongannya beberapa tetes. Selebihnya air yang tertumpah dari botol air minum itu menetes kembali keluar mulut melalui celah bibirnya, karena si perempuan memang tak meminumnya. Si lelaki tak dapat memaksa terus agar si perempuan bisa minum. Lalu dia menutup kembali botol air minum dan menyimpannya kembali di dalam bagasi kecil di balik sadel motor. Lama si lelaki terdiam. Dia berpikir sambil meredakan lelah badannya. Dia rasakan benar setiap desiran angin yang menerpa dirinya. Peluh yang sedari tadi mengucur dari balik rambutnya perlahan mongering dan terasa ringan kepala rasanya saat itu.

Didalam benaknya dia hanya membayangkan bagaimana caranya dia bisa segera sampai disebuah tempat yang akan dia tuju sekarang. Disela-sela dia berpikir, sesekali dia tatap wajah perempuan itu. Cantik!, gumamnya. Dia pastikan beberapa bagian dari wajah itu, mulai dari hidung, pipi, dagu sampai akhirnya seluruh bagian badan yang tampak dia tatap dengan seksama. Dia membuang nafas, lalu menarik lagi udara dari luar hidungnya dalam-dalam. Jiwanya yang nampak gemetar kini perlahan membaik seiring masuknya udara yang memenuhi rongga paru-parunya. Tangannya kemudian bergerak menuju saku kemejanya. Dia keluarkan selembar photo yang sudah sejak dari rumah sakit dia simpan.

Wajah yang nampak dalam gambar didalam photo sedari tadi telah membuat si lelaki begitu penasaran dengan si perempuan yang kini ada tak jauh dari dirinya. Sekali lagi dia perhatikan bagian demi bagian anggota wajah si perempuan kemudian melihat kearah photo, apakah benar perempuan itu adalah orang yang nampak pada gambar photo? Jika benar tentu si lelaki akan merasa senang tetapi jika bukan berarti si lelaki akan mendapatkan kesulitan baru harus diapakan si perempuan itu. Antara wajah dan gambar di photo memang nampak sama, tetapi si lelaki belum mau percaya bahawa si perempuan itu adalah benar-benar seperti gambar yang ada dalam photo. Dia membutuhkan satu hal lagi untuk meyakinkan tentang kebenarannya. Dia harus menemui seseorang yang kini ada jauh di lain tempat dimana saat ini si lelaki berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun