Mohon tunggu...
Arief Ridwan
Arief Ridwan Mohon Tunggu... -

orang biasa yang merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cerita Gadis Kecil Bernama Natalia

18 Februari 2010   06:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:52 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_76684" align="alignnone" width="287" caption="Anak-anak Asrama SMP Negeri 1 Boas, Malaka Timur, Belu NTT"][/caption]

Namanya Natalia, Umurnya belum genap 13 tahun, duduk dikelas satu SMP N 1 Malaka Timur, jangan berpikir karena ada angka dibelakang hurup N maka ada smp 2 3 dan seterusnya.. Karena memang SMP ini adalah satu-satunya. Ada sekitar 600 murid yang menuntut ilmu disini.

Kembali ke Natalia, ia adalah sulung dari 2 bersaudara. Adiknya masih balita. Ibunya ibu rumah tangga biasa yang terpaksa harus mengolah lahan kecil yang dia punyai seorang diri karena bapak pergi ke malaysia untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik di banding dengan mengolah tanah kering di kampung.  Lokasi sekolah yang jauh dari kampungnya membuat natalia harus tinggal "di asrama" meski lebih tepat disebut barak.

Ada 67 orang anak yang tinggal disini, 2 minggu sekali ia pulang kerumah, pulang ke rumah berarti ia harus mengepak bahan makanan, dan kayu bakar, kok..? jangan heran karena natalia harus mengolah dan meramu masakannya sendiri. Mencuci bajunya sendiri, di samping tugas wajibnya sebagai seorang Siswa belajar dengan giat.

Cita-citanya yang besar membuat ia punya semangat untuk bersaing dan rela hidup dengan cara seperti ini, saya akui saya tak bisa berkata selain kekaguman yang teramat besar. Masaknya  Kok gak pakai kompor?, kompor adalah barang mewah, karena bahan bakar yang ada disini mahal sekali.. jadi masak dengan kayu bakar di tungku sederhana menjadi pilihan yang paling masuk akal.

Sore itu natalia dan okta tampak terampil mengolah makanan yang akan ia santap malam ini, tangannya yang kidal terampil memainkan pisau memotong halus pepaya yang akan menjadi lauknya malam ini. Nasi sudah matang setengah jam tadi. Kali ini masak untuk 3 orang rekan yang lain. Kalau kita berpikir dengan bumbu apa ia mengolahnya cukup dengan garam, merica, dan sedikit minyak goreng, selesai sudah.. di dapur Ada 8 tungku yang selalu menyala karena memang mereka memasak bergiliran.

Ketika sebagian memasak, maka sebagian akan mencuci, dan sebagian akan menyapu halaman di depan asrama. Sebagian mengisi PR, atau bermain mengisi sedikit waktu terluangnya.  Kebetulan pohon mangga dan nangka yang ada di depan rumah seringkali daunnya jatuh berguguran. Dan buat yang sudah masak dan mencuci mereka akan langsung masuk ke dalam ranjang masing-masing sekedar membuka buku pelajaran untuk mengulang pelajaran yang sudah disampaikan kemaren

Hari ini hari minggu, sore hari seluruh penghuni asrama kumpul. Ketika lampu menyala maka seluruhnya harus masuk kedalam rumah tidak ada lagi yang diluar, boleh diluar resikonya ibu asrama akan mengomel dan tak segan akan memberikan sentilan mesra ketelinga mereka.

Ranjang mereka hanyalah ranjang papan dan Cuma beralaskan selimut tanpa kasur. Dari cerita mbak ani, anak ibu asrama. Hal yang paling berat buat mereka adalah di awal masuk asrama tak jarang mereka menangis seharian karena harus berpisah dari ibu dan bapak. Tekad dan keinginan kuat untuk menjadi lebih pintar dan punya akses terhadap pendidikan yang akhirnya membuat mereka pelan-pelan mampu beradaptasi.

Jam 7 - 9 malam adalah jam belajar, tergopoh okta dan natalia menyiapkan buku untuk esok. Murid yang banyak di sekolah mereka membuat mereka harus masuk siang bergantian kelasnya dengan anak kelas 2 dan 3. Buku tambahan, Les, Kursus komputer, Musik. adalah utopia buat mereka. Paling untuk kelas 3 ada sedikit pelajaran tambahan untuk mengantisipasi monster baru UAN.

Mereka hanya belajar dengan mengandalkan buku BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang ada di perpustakaan dan tidak bisa dibawa pulang. Dari catatan - catatan itulah mereka mencoba mensiasati biar bisa lolos dari UAN, tahun lalu hanya 72 persen siswa yang bisa lolos UAN, sisanya gagal. Sekolah memberikan kesempatan untuk ambil paket B. Dan ini pun sebagian besar gagal. Ada 6 orang anak asrama tahun lalu yang tertunduk, menangis histeris dan mengubur mimpinya untuk melanjutkan sekolah, tersapu gelombang UAN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun