3. Diam, berujung tak mau makan
4. dll.
Tanpa disadari, reaksi ini akan berpengaruh terhadap anak-anak kita. Mungkin pada saat kita marah, perilaku anak bisa membuat kita semakin jengkel, sehingga tindakan yang sekecil apapun yang dibuat anak, kita respon dengan amarah. Di sisi lain, reaksi amarah membuat kondisi tubuh kita melemah, mudah diserang penyakit. Intinya, amarah itu merugikan kita sendiri, jika berlebihan. Bagaimana cara kita merespon diri kita ketika amarah itu muncul?
Ini tips dan triknya.
1. Buat prinsip pada diri sendiri, janganlah marah sampai matahari terbenam. Cukup sehari saja.
2. Perselisihan yang terjadi tidak semua dapat diselesaikan dalam sehari. Mungkin diam menjadi satu alternatif. Diam bukan berarti tidak berbuat apapun. Diam dalam hal ini, mencoba mengkaji ulang perselisihan yang terjadi, serta tidak mencari-cari siapa yang salah, melainkan mencari akar permasalahan sehingga di waktu yang akan datang, hal yang sama tidak terulang lagi.
3. Coba menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan perselisihan yang berulang-ulang. Semasa pacaran, ceritakanlah segala kekurangan kita, tetapi setelah menikah, ada beberapa hal yang memang harus disimpan sendiri dahulu, baru diceritakan setelah semuanya dalam keadaan aman.
4. Diam mengalah belum tentu salah. Tapi kesalahan itu harus kita sampaikan supaya tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Caranya; carilah waktu yang tepat, misalnya ketika lagi bersantai, lagi ngobrol asyik, lagi makan malam, pokoknya di situasi dimana pasangan kita sedang dalam mood yang baik. Sampaikan kesalahan tersebut dalam bahasa yang lemah lembut, bukan dalam amarah, dan cobalah untuk memberikan saran di akhir penyampaian kesalahan tersebut serta bertanya apa maunya pasangan kita supaya kondisi (amarah) tersebut tidak terulang lagi.
5. Ingat anak! Usahakan ketika pertikaian terjadi, anak tidak ada di sekitar kita, karena mereka akan meng-copy apa yang kita lakukan. Dan sekali lagi, Ingat anak! sehingga kita tidak berlama-lama berselisih, dengan pasangan kita, yang secara tidak langsung mempengaruhi psikologi anak kita di masa depan.
Semua masalah ada jalan keluarnya. Ingat akan komitmen pada saat kita memutuskan menjadi pasangan hidup seseorang. Engkau melengkapiku dan aku hidup untuk melengkapimu. Semoga setiap kita hidup berbahagia dengan pasangan masing-masing hingga akhir hayat hidup.
-Sandy-