Lagi-lagi saya menulis soal politik untuk yang kedua kalinya di kompasiana, padahal sebagai orang yang awam politik, harusnya saya menjauh dari dunia ini, sebelum di-bully dengan yang lebih hebat dibidangnya. Tetapi entah mengapa, saya tergelitik untuk menulis ini, sebabnya adalah ketika membaca berita di kanal berita online dan komentar-komentar yang menyertainya.
Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia ke-6 yang memerintah 2004-2014. Seringkali di-bully oleh banyak orang, meskipun tidak sedikit pula orang-orang yang mendukungnya. Saya bukan pendukung setia Demokrat, tetapi saya adalah satu dari banyak orang yang (harusnya) mendukung pemerintahan. Beberapa dari kita menyatakan tidak puas dengan pemerintahan SBY dengan berbagai alasan, yang salah satunya banyaknya kasus korupsi di pemerintahannya. Padahal jika kita bisa renungkan dan berpikir positif, semakin banyak yang ditangkap terkait kasus korupsi, semakin berhasil pemerintahan SBY dalam memberantas korupsi. Sebagai ketua umum Partai Demokrat, beliau tidak pernah menghalang-halangi untuk menangkap kadernya yang terlibat korupsi. Sebab beliau mengerti, sebagai partai penguasa pasti ada segelintir kadernya yang memanfaatkan kekuasaan itu untuk niatan yang buruk. Terkadang, keberhasilan penangkapan banyak koruptor lebih sering diapresiasikan kepada pimpinan KPK. Padahal, tanpa dukungan dari pemerintah, KPK sulit berdiri sendiri, meskipun sebagai lembaga independen.
Setiap pemerintahan tidak ada yang mulus semuanya, tidak semua rencana bisa diimplementasikan, sebab Tuhan yang menentukan. Saya meyakini presiden SBY memiliki kapasitas yang luar biasa menjadi presiden, akan tetapi ada anak buahnya (menteri, kepala satuan kerja, dsb) yang tidak cukup memiliki kapabilitas dalam mengemban beban kerjanya. Saya kira presiden tersandera oleh koalisi, sebab jika tidak seperti itu, koalisi enggan mendukung semua kebijakan pemerintahan SBY yang saya yakin untuk kepentingan rakyat. Saya yang sebagai awam politik, mengapresiasi pencapaian presiden SBY dalam memimpin pemerintahan, sebab saya sendiri belum bisa membantu apa-apa untuk memajukan Indonesia. Yang hanya saya bisa adalah terus mendukung semua kebijakan presiden SBY yang mengutamakan kepentingan bangsa dan rakyat.
Jika kita mau melihat kemajuan Indonesia dibawah pemerintahan SBY, maka akan bisa kita lihat semua kemajuannya. Seperti kenaikan gaji guru PNS, contohnya kakak ipar saya yang menjadi guru lulusan D3 pada tahun 1999, mendapatkan gaji Rp.150.000 per bulannya, sedangkan kakak saya sebagai karyawan swasta lulusan SMA mendapatkan gaji yang sama pada saat itu. Karyawan Swasta sama rendahnya dalam hal gaji, inilah yang disebut Upah Murah. Tetapi Presiden SBY adalah pemimpin yang Anti Upah Murah, maka dari itu sesulit apapun ‘keadaan ekonomi’ negara, beliau selalu berusaha meminimalkan pemutusan hubungan kerja. Beberapa dari kita selalu merindukan pemerintahan Era Orde Baru, sebab harga bahan pokok adalah murah, tetapi kita tidak melihat utang yang diemban Indonesia pada saat itu sebab media dikendalikan oleh pemerintah. Ketika krisis Asia menghantam Indonesia pada 1997, Indonesia mengalami pembengkakan hutang karena kurs terhadap Dolar tertekan. Sehingga 1998-1999 menjadi tahun ekonomi terburuk dan menjadi awal mula kenaikan harga barang dan bahan pokok.
Para pengganti Rezim Soeharto sedikit banyak bisa membantu memulihkan negara ini, perlahan-lahan mulai memasang kembali pondasi ekonomi yang porak poranda dihajar krisis ekonomi 1998. Butuh waktu untuk mengembalikan Indonesia seperti sediakala, tidak mudah memang, tetapi Indonesia membutuhkan pemimpin yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini.
Di tengah krisis ekonomi yang masih membelit dunia, Indonesia justru mengukir prestasi. Ketika ekonomi negara maju bertumbuh sangat rendah, bahkan minus, ekonomi Indonesia tahun 2011 bertumbuh 6,5%. Ketika hampir semua ekonomi negara maju tahun 2008 bertumbuh minus, Indonesia mampu melaju 4,5%. Pada kuartal pertama 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,3%. Pada periode yang sama, krisis Eropa kian dalam, dan dampaknya mulai dirasakan dunia.
Ketika krisis ekonomi negara maju terancam bergerak menuju resesi karena belitan utang, Indonesia justru menunjukkan disiplin fiskal yang baik. Pada tahun 2011, defisit APBN hanya 1,5% dari PDB dan tahun ini 2,2%. Sedangkan banyak negara Eropa pada perode yang sama didera defisit hingga di atas 10% dari PDB. Utang luar negeri pemerintah Indonesia di bawah 25% dari PDB, sedangkan banyak negara maju yang menderita defisit anggaran hingga di atas 100%, bahkan menembus 150%.
Inflasi terkendali dan nilai rupiah relatif stabil. Investasi langsung dari pemodal asing terus meningkat. Meski pada bulan April 2012 terjadi defisit neraca perdagangan, secara umum, ekspor terus meningkat. Perusahaan umumnya meraih pertumbuhan laba. Ketika negara maju banyak lay off, Indonesia justru mencatat penurunan angka pengangguran. Di sejumlah negara Eropa, penganguran di atas 10% dari penduduk, sedangkan pengangguran di Indonesia tinggal 6%. Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi selama ini juga berhasil memangkas angka kemiskinan. Pada survei terakhir, penduduk miskin tinggal 12,36%. Saya bukan ahli ekonomi, tetapi data yang diatas adalah fakta pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dibawah Presiden SBY, wajib belajar kembali digalakkan, dan saya sendiri mendapatkan dampaknya. Ketika SMP, kebetulan saya sekolah di SMP unggulan di Kota Tangerang yang biayanya tiap bulan mencapai Rp. 150.000, tetapi karena telah disubsidi, hanya menjadi Rp. 47.000 per bulannya, dan subsidi ini berlaku merata, baik untuk yang mampu ataupun yang ekonomi menengah, sedangkan untuk yang tidak mampu biaya digratiskan. Begitu pula saat saya SMA, sedangkan Universitas, saya kuliah di Universitas Swasta sehingga tidak ada subsidi pendidikan dari pemerintah.
Dewasa ini, media massa sangat berpengaruh terhadap komunikasi politik di Indonesia, terlebih yang memiliki media tersebut adalah orang-orang yang berkecimpung bahkan ketua umum dari partai politik. Sehingga dengan mudah dikendalikan untuk ‘menghancurkan’ lawan politiknya. Fenomena ini sudah saya jelaskan ditulisan saya sebelumnya ‘Is this our “dream” democracy ?’. Ini tidak ada bedanya dengan pengendalian media massa oleh pemerintah di rezim orde baru.
Terlebih saat ini ada survei politik dari berbagai lembaga survei di Indonesia yang menampilkan survei-survei yang itu-itu saja. Dengan berbagai alasan yang disampaikan, secara langsung atau tidak, yang demikian bisa mempengaruhi pola pikir masyarakat yang awam politik. Seperti contoh Partai Demokrat yang selalu diberitakan mendapatkan persentaase yang semakin menurun karena kadernya yang korupsi. Padahal tidak semua kader Demokrat terlibat korupsi, hanya saja pemberitaan media dengan intensitas yang sering. Saya tinggal di Kota Tangerang dan merasakan kemajuan Kota Tangerang dibawah Pimpinan Walikota H.Wahidin Halim yang notabene kader demokrat, lalu periode kedua berpasangan dengan Arief Wismansyah, keduanya berasal dari demokrat. Banyak prestasi yang telah dicapai keduanya, lalu Arief Wismansyah pun melanjutkan kepemimpinan Kota Tangerang karena masyarakat percaya terhadap kepemimpinan ‘kader demokrat’ ini. Sekali lagi, saya tidak dan bukan pendukung setia demokrat, tetapi saya berusaha bisa memilih dan memilah agar tidak sepenuhnya terpengaruhi media.
Presiden SBY sudah sepatutnya kita hormati sebagai pemimpin tertinggi di negara ini, jika ada kader partai dibawah kepemimpinannya yang korupsi, biarlah KPK dan aparat penegak hukum yang menjalankan proses hukumnya. Toh, Presiden SBY tidak sama sekali menghalangi proses hukum tersebut, bahkan mendukung pemberantasan korupsi yang walaupun melibatkan kadernya. Saya siap mendukung pemerintahan selanjutnya setelah Era SBY berakhir, dan itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai warga negara, sebab sebagai warga negara yang baik bukan hanya sebagai pembayar pajak yang taat.
Saya kembali mengingatkan bahwa saya merupakan orang yang awam politik dan bukan ahli ekonomi. Tetapi menurut pandangan saya, pemerintahan dibawah presiden SBY telah berhasil membuat pondasi yang sangat kuat dan bekal yang cukup untuk dilanjutkan pemerintahan selanjutnya untuk semakin memajukan republik ini.
Diakhir tulisan ini, saya akan mengutip apa kata teman saya :
“Tuliskan kebaikan orang di atas batu dan kesalahan mereka di atas pasir. Tapi masalahnya, yang sering kita lakukan justru sebaliknya.”
Terima Kasih.
Sumber data ekonomi dan gambar :
http://www.suarapembaruan.com/home/presiden-sby-kita-kini-berdiri-lebih-tegak-di-forum-dunia/21370
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H