Apapun bisa terjadi di dunia politik, dalam hati menolak, bibir berbicara bilang tidak, tetapi bila Ketua tertinggi membuat keputusan, mau bilang apa. Memang terlihat telah ada gejala, tetapi tidak semua gejala menjadi tepat diagnosa. Risma bilang semua keputusan di tangan Tuhan, statement yang menunjukkan sebuah kepasrahan. Tidak salah sikap Risma terlebih jika ia telah lelah memimpin kota hiu dan buaya, apalagi jika harus diduetkan dengan seorang yang tidak ia suka, bertolak belakang dan tidak satu visi dalam mengemban amanah rakyat dalam tahta walikota dan wakil walikota. Mau dibawa kemana Surabaya tanpa Risma ?
Prestasi Risma tidak sedikit dalam menangani Kota Surabaya, bahkan dibuktikan oleh semesta dengan pengakuan sebagai salah satu walikota terbaik di dunia. Masalah yang telah menjadi endemik kota, diubah dengan menggunakan tangan dingin dan mulut cerewetnya, karena memang itulah senjata pamungkasnya. Kerja melayani rakyat Surabaya telah menjadi biasa dirinya, dan memang pemimpin seharusnya seperti itu kepada masyarakat pemilihnya. “Pemimpin itu seharusnya menderita, bukan sejahtera,” begitulah salah satu ucapan Jokowi yang saya ingat, dan memang benar adanya.
Di Tahun politik ini, yang menjadi sorotan tentu saja pemilihan umum 2014, pemilu calon legislatif dan presiden. Dan sudah ada yang mencalonkan diri sebagai presiden RI, bahkan sudah melakukan ‘pedekate’ sebelum masa kampanye oleh komisi pemilihan umum ditentukan. Aburizal Bakrie, Prabowo Subianto, dan Wiranto telah lebih dulu mendeklarasikan diri sebagai Calon Presiden RI. Tetapi dari kubu PDIP masih belum mengumumkan siapa calon presiden yang akan diusung di Pemilihan Presiden Juli nanti. “Kita tunggu hasil pemilu legislatif” Kata Megawati seperti itu.
Dari sekian partai yang telah mendeklarasikan diri calon presidennya, PDIP belum menunjuk siapa yang akan diusung di pilpres 2014. Kemungkinan besar adalah Joko Widodo, Gubernur DKI sekarang ini yang baru menjabat satu tahun lebih. Jika rakyat menginginkan beliau maju dalam pilpres, saya rasa Megawati tak akan (pura-pura) tak peduli terhadap suara rakyat. Gaya bekerja ala Joko Widodo yang langsung mendatangi rakyat dan melihat permasalahannya, yang demikian lebih disukai kebanyakan masyarakat. Walaupun banjir dan kemacetan masih belum bisa diatasi, sepertinya kita jangan hanya melihat ketika beliau menjabat sebagai Gubernur DKI saja, kita lihat juga perubahan yang terjadi pada Solo dibawah kepemimpinan Jokowi. Solo yang katanya kota termiskin, akan tetapi ketika pemilihan kedua dimenangkan oleh Jokowi dengan keunggulan yang luar biasa, 98%. Lalu apa artinya itu ? rakyat puas dengan kepemimpinan Jokowi.
Begitupun yang terjadi dengan Risma yang sama-sama dengan Jokowi dinaungi oleh PDIP, menjadi salah satu walikota terbaik di Indonesia, bahkan di dunia, dengan 51 penghargaan nasional dan pencapaian luar biasa dalam mengatasi permasalahan. Surabaya menjadi asri, hijau, dan bebas banjir. Namun dipertengahan Risma diisukan mundur dari jabatannya sebagai walikota Surabaya dengan berbagai sebab, salah satunya menduetkan dirinya dengan wakil walikota terpilih, Whisnu Sakti Buana yang merupakan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya. Entah apa yang melatarbelakangi Risma untuk mundur, benarkah hanya gara-gara Whisnu yang padahal adalah sama-sama kader PDIP. “Pemilihan wakil walikota banyak kejanggalan dan tidak sesuai prosedur” sebut Risma.
Namun keputusan ini merupakan keputusan dari partai yang menaungi Risma, dan konstitusi mengharuskan jika ada pemimpin daerah yang mundur diharuskan untuk menggantinya dengan kader dari partai yang sama. Bambang Dwi Hartono yang mendampingi Risma adalah kader PDIP, maka harus diganti dengan kader PDIP juga. Bambang DH merupakan pendahulu Risma sebagai Walikota Surabaya dua periode , dan menjadi wakil Risma di periode selanjutnya, karena undang-undang tidak membatasi periode menjabat lebih dari dua periode. Namun Bambang DH mundur dari kursi wakil walikota Surabaya untuk diusung PDIP dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur, walaupun pada akhirnya gagal karena hanya meraup 12% suara.
Risma pun sempat dimakzulkan menurut voting di paripurna DPRD sebab beliau menaikkan pajak reklame. Untuk kasus ini, Risma dinilai telah melanggar undang-undang karena mengeluarkan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 56 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame dan Perwali Nomor 57 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Terbatas di kawasan khusus Kota Surabaya. Namun Risma beralasan pajak di kawasan khusus perlu dinaikkan agar pengusaha tidak seenaknya memasang iklan di jalan umum. Dengan pajak tinggi, maksud Risma, pengusaha iklan beralih memasang iklan di media massa, ketimbang memasang baliho di jalan-jalan kota. Untungnya, Risma ‘diselamatkan’ oleh seseorang yang sering dicemooh karena kebijakannya, Mendagri Gamawan Fauzi. Gamawan justru melihat Risma bekerja dengan baik mengatasi hal pelik yang selama ini menimpa Surabaya, penilaian yang pantas memang.
Banyak spekulasi yang beredar dan menghubung-hubungkan terkait alasan kemunduran Risma dari tahta Surabaya 1, salah satunya dengan wacana pencapresan Jokowi. Jika hal yang demikian terjadi, maka Basuki menjadi DKI 1 dan jabatan wagub kosong. Jokowi adalah kader PDIP maka jabatan yang kosong tersebut harus diisi dengan kader PDIP juga, bisa jadi Risma yang merupakan kader PDIP, menemani Basuki untuk menjabat DKI 2. Walaupun Basuki menginginkan Bambang DH sebagai wakilnya, namun keputusan ada di tangan PDIP. Terlebih, Bambang DH kini menjadi tersangkan kasus gratifikasi dan sudah ditahan KPK. Namun bisa jadi juga, jika Risma dipasangkan dengan Jokowi sebagai RI 2, karena di dunia politik apapun bisa terjadi.
Tri Rismaharini, banyak masyarakat di daerah lain yang berharap dipimpin oleh pemimpin seperti Risma, termasuk saya pribadi, walaupun saya juga puas dipimpin oleh walikota saya yang terdahulu dan yang sekarang. Risma merupakan pemimpin yang bekerja keras dan mau terjun langsung ke lapangan. Melihat permasalahan, cepat dalam pemikiran harus apa dan bagaimana, kemudian langsung eksekusi. Sebenarnya banyak masyarakat Surabaya yang menyayangkan keputusan Risma (jika jadi mengundurkan diri), namun bagaimana manapun Risma juga manusia yang bisa lelah mengemban amanah, dan Risma pun kader partai yang harus manut keputusan pimpinan partai.
Teruslah berjuang Risma !
Sumber gambar :
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1290763&page=11
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H